03 • Membeku di Tengah Mentari

30 5 0
                                    

Efal sampai kelasnya. Beruntung guru mata pelajarannya belum tiba, setidaknya ia masih ada waktu sebentar untuk mengatur napas. Senta yang duduk di sebelah Efal mengernyitkan dahi lalu bertanya, "lu abis maraton di mana, Fal, capek banget kayaknya?"

Efal menoleh lalu berdecak kesal. "Maraton di sepanjang sungai nil," candanya. Ingatkan Efal sedang mengatur napas, tentu pertanyaan Senta jadi sangat mengganggu bagi Efal.

Senta tertawa. Memang lucu melihat si Efal marah-marah. Mukanya yang mungil itu tidak cocok kalau sedang marah-marah, dan ketidak-cocokan itulah yang membuat Efal jadi lucu.

"Sabar dong bang, lagian lu bisa-bisanya telat masuk kelas, kenapa sih?" tanyanya. Senta menatap serius Efal, meneliti teman satu mejanya itu untuk mencari jawaban. "Lu buat masalah kah?" lanjutnya.

Hanya dalam hitungan detik saja Senta sudah terkena pukulan dari Efal. Bagi Efal, Senta benar-benar menyusahkannya saat ini. "Ngadi-ngadi lu, gua tadi abis ada urusan mendesak, makanya telat," jawabnya sembari mengatur napas.

Senta lagi-lagi tertawa. Bukannya meringis kesakitan karena baru saja kena pukul, dia malah tertawa lebih keras karena sudah membuat Efal naik pitam. Baginya Efal saat ini sangat menggemaskan.

Tidak lama kemudian guru mereka pun datang. Dengan segera Senta berhenti tertawa dan Efal langsung membetulkan posisi duduknya. Efal tidak boleh terlihat kelelahan di depan guru mata pelajarannya itu.

Di tengah kegiatan pembelajaran, Efal menyempatkan diri untuk membuka amplop yang tadi ia ambil bersama Jaf. Di dalamnya terdapat sebuah kertas surat dengan gambar di sisi bawah dan atasnya yang berupa bentuk hati dan seorang perempuan yang berwarna hijau. Efal membaca kata demi kata yang berada di dalam surat itu, yang ternyata adalah surat cinta.

Setelah selesai membaca keseluruhan suratnya, Efal lantas mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar kertas surat tersebut. Setelah itu ia lantas mengirimnya pada Jaf. Sesuai dengan janjinya tadi.

Angelina April Dwinarta kini tengah terpaku menatap lelaki dengan wajah mungil namun mencekam yang kini berdiri menatapnya. Pertanyaan lelaki itu yang membuat April membeku. Tidak tahu harus menjawab apa.

April berharap hujan turun agar dapat mengalihkan perhatian. Sayangnya, langit sore ini tidak mendukung harapan April, nyatanya mentari masih bersinar terang. Mungkin bisa disebut indah karena hampir saja senja, tapi tidak menyenangkan bagi April.

Pertanyaan 'Lu nunggu Kail?' terus berputar di kepala April, membuat gadis itu tidak bisa memikirkan jawaban apapun. Ia benar-benar bingung dengan pertanyaan yang sangat sederhana. Sebenarnya ia bisa menjawab seperti saat Efal bertanya 'Lu nunggu Jaf?' tapi entah kenapa lidah April kelu, ia tidak bisa berkata barang satu huruf saja.

April mencoba mencairkan otaknya yang membeku di musim panas. Ia menarik napas dan berkata, "engga kok, gua cuma nanya aja."

Efal mengangguk. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, "Jaf sama Kail kan sekelas, ya kali pulangnya ga bareng." Lalu ia tertawa hambar.

Agar tidak lebih mencurigakan, April pun ikut tertawa hambar. Sebelum akhirnya tawa itu berhenti karena pertanyaan Efal selanjutnya.

"Gua dengar lu mau nembak Kail, ya? Gimana jadinya? Udah lu tembak belum? Atau justru udah jadian?" tanya Efal. Kini April benar-benar membeku. Lidahnya benar-benar kelu.

AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang