six

107 17 4
                                    


Pusat kota mulai sepi. Pukul 12 malam. Semua orang tengah bersiap untuk menutup kios-kios mereka. Disana, Chanhee berjalan menyusuri kota dengan pandangan kosong. Malam gelap, sepi, dan udara dingin menusuk kulit seolah mendukung suasana hati Chanhee.

Memikirkan sikap dingin yang Sunwoo tujukan padanya belakangan hari. Setelah hari dimana lelaki tersebut mengungkapkan perasaannya, sikapnya benar-benar berubah. Setelah mengantarnya pulang hari itu, tidak ada pesan ataupun panggilan telepon yang Chanhee terima darinya.

Hari-harinya ia lalui sendiri. Tanpa tawa, tanpa lelucon yang biasa Sunwoo lontarkan padanya. Hari-harinya terasa berbeda, tanpa kehadiran sahabat.

Tiga hari, Sunwoo menolak Chanhee ketika lelaki itu akan datang berkunjung ke rumahnya. Alasan yang sama, janji dengan teman. Miris. Apakah ini akhir dari pertemanan mereka? Rasanya Chanhee ingin menangis memikirkan itu.

Chanhee tahu. Sunwoo selalu memprioritaskan dirinya diatas teman-temannya. Mulai kapan lelaki tersebut lebih memilih 'teman lainnya' dibandingkan Chanhee, teman setia yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka.

Perlu diketahui, Sunwoo memiliki banyak teman diluar sana. Namun, untuk kali pertama selama setahun pertemanan mereka terjalin, Sunwoo me-nomor dua-kan Chanhee. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, kini ia kembali dalam kesendirian.

Chanhee terus berjalan walau pikirannya telah dibawa melayang bersamaan dengan daun-daun yang terbang terbawa hembusan angin. Hingga dering ponsel di saku menghentikan langkahnya.

"Aku lagi di rumah temen. Maaf, Chan."

Kalimat yang dikirim Sunwoo melalui pesan singkat itu mengulas senyuman kecut di sudut bibirnya. Pesan template yang lelaki tersebut kirimkan padanya tiga hari belakangan.

Tanpa membalas pesan itu, Chanhee menyimpan ponselnya dan kembali melanjutkan langkah yang sempat tertunda. Sampai ia berhenti tepat di depan sebuah bar di ujung jalan. Sedikit minum mungkin akan membuat suasana hatinya lebih baik.

Dengan langkah gontai ia memasuki bar yang dipenuhi nuansa warna hitam dan biru didalamnya. Chanhee membawa langkah kakinya bergerak menuju kursi bar, mengabaikan beberapa pasang mata orang-orang yang berpapasan dengannya.

Manik cantiknya mengarah menatap sekeliling. Menyadari tidak ada pengunjung wanita di bar tersebut. Di meja bar, lantai dansa, dan lounge, hanya ada pria dewasa dan lelaki muda yang tengah menikmati waktu mereka.

Bibirnya terangkat, mengulum sebuah senyuman sedetik menyadari ia sedang berada di sebuah gay bar. Sadar setelah maniknya menangkap sepasang lelaki yang berpagutan di lantai dansa. Maka tidak heran banyak mata yang memandangnya sedari tadi adalah pria, karena tempat itu memang diperuntukkan khusus untuk kaum adam.

"I never seen you before. Are you new here?"

Seorang pria yang Chanhee perkirakan berada di usia akhir dua puluh duduk tepat disampingnya. Pria dengan setelan jas itu menyapa ramah dirinya. Mata Chanhee menelisik penampilan pria tersebut layaknya mesin scanner. Setelan jas, kaca mata, dan jam tangan yang dikenakan pria dihadapannya itu adalah rancangan merk brand terkenal.

Seketika pemikiran licik terlintas di kepala. Ini adalah sebuah kesempatan. Dan yang namanya kesempatan sangat sayang untuk di lewatkan, bukan?

"Yeah. This is my first time coming here." jawab Chanhee ramah, tak lupa dengan senyum semanis gula terpasang di wajahnya.

Setelahnya yang terjadi adalah sebuah percakapan panjang diantara mereka. Senyuman tak luntur dari wajah cantik Chanhee. Terlihat seperti seorang aktor yang sedang bermain peran. Sangat pandai dan ahli, bakat baru berhasil ia temukan.

thorn flower | bbangnyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang