#Salshabilla3

6 1 0
                                    

"Sayang"

Aku pun tersentak, tersadar dari lamunanku.

"Iya mas?" tanyaku.

"Kamu udah capek ya? Mau ke kamar aja istirahat?"

"Sedikit sih mas, tapi ga apa-apa. Acaranya juga tinggal sebentar lagi. Aku ga enak kalo ninggalin tamu."

"Yaudah tapi kalau udah ga kuat bilang ya." katanya seraya mengusap puncak kepalaku.

"Oke mas." jawabku sambil tersenyum dan sedikit terpejam. Menikmati usapan tangannya di kepalaku. Nyaman.

Itu Mas Juan. Iya, dosenku dulu sekaligus suamiku sekarang. Setelah proses yang bisa dikatakan cukup singkat, kini aku telah menjadi istrinya.

Beliau melamarku tepat setelah pelaksanaan Sidang Skripsiku. Masih ingat saat dia meminta bertemu denganku di lobby kampus? Tepat saat itu lah dia melamarku.

Namun aku tidak langsung menjawabnya. Aku memintanya untuk datang ke rumah, melamarku kepada kedua orang tuaku. Beliau menyanggupinya.

Dua hari kemudian, beliau datang bersama Ibunya. Aku cukup terkejut. Bukan karena kedatangannya yang sangat cepat, tapi karena ternyata ayahku sudah kenal dengan sangat akrab dengannya. Saat Pak Juan -panggilanku padanya saat itu- datang ayah nampak menyambutnya dengan sangat ramah, seperti kawan lama yang lama tidak berjumpa.

Tok tok tok
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dan suara salam dari depan rumah saat kami sekeluarga sedang bercengkrama di ruang keluarga. Ayah bergegas membuka pintu ke depan. Selalu seperti itu, ayah yang akan memeriksa dan membuka pintu untuk memastikan siapa tamu yang datang. Ayah tidak akan membiarkan aku, Nay -adikku, atau pun Bunda melakukannya selama masih ada beliau.

"Waalaikumsalam Warrahmatullahi Wabarakatuh. Oh Nak Juan dan Bu Tari. Ayo masuk-masuk. Ya ampun kedatangan tamu agung nih rumah kita sore-sore begini." terdengar suara ayah menyambut tamu yang datang.

Ayah kemudian memanggil kita. Namun, Ibu dan Nay keluar terlebih dahulu. Kemudian aku menyusul dengan beberapa cangkir teh dan dua toples camilan di atas nampan yang kubawa.

Pak Juan dan Ibunya kemudian menyampaikan niat dan tujuannya datang ke rumahku. Hendak melamarku, katanya. Namun ternyata aku kembali di buat terkejut. Ayah ternyata sudah mengetahuinya.

Usut punya usut, ternyata Pak Juan telah menemui dan melamarku melalui ayah sebelum beliau menemuiku setelah sidang tempo hari. Juga ternyata orang tua Pak Juan -tepatnya ayahnya- merupakan teman kuliah ayahku dulu. Maka dari itu ayah juga sudah mengenal Pak Juan sejak lama.

Singkat cerita, walaupun dalam kondisi yang masih cukup bingung untuk memahami kondisi yang mendadak seperti ini, aku menerima lamarannya. Karena setelah kupikir-pikir tidak ada alasan yang tepat untuk menolaknya.

Diluar kekesalanku padanya perihal kejadian dulu saat aku kuliah semester 7 lalu, beliau merupakan pribadi yang baik. Sejauh pengamatanku beliau cukup taat beribadah. Dulu saat aku di kelas beliau, aku kedapatan jadwal siang-sore dikelas beliau. Setiap adzan ashar berkumandang beliau akan menghentikan kelas sejenak kemudian mengarahkan mahasiswanya untuk shalat terlebih dahulu, begitupun dengan beliau. Di luar itu masih banyak kebaikan-kebaikan beliau, termasuk membantu membimbingku dengan maksimal untuk mendapat gelar sarjana.

Setelah proses khitbah dan persiapan pernikahan yang cukup menguras waktu, tenaga, pikiran, dan uang tentunya. Kini laki-laki yang dulu kuanggap menyebalkan telah sah menjadi imamku, pelindungku, dan teman hidupku.

Setelah kupikir-pikir, kok kisahku seperti kisah di novel romansa ya? Hahaha

***

Bila dan Juan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bila dan Juan

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang