1. Mis-understanding

860 170 371
                                    

Happy reading 😉

Ketukan heels  yang beradu dengan lantai menyita perhatian setiap orang yang gadis itu lewati. Karena langkah yang ia ambil sangat tergesa-gesa, bahkan bisa dibilang sedikit berlari. Tetapi gadis yang hari ini mengenakan setelan blezer berwarna broken white itu, tampak tidak peduli akibat keributan yang ia ciptakan, karena saat ini ia sudah terlambat. Ralat, tetapi sangat terlambat.

Sesampainya di depan pintu yang bertuliskan tim VIP, gadis itu menghirup udara sebanyak-banyaknya, karena pasokan udara di paru-paru gadis itu kian menipis, akibat ia yang berlari.

“Gue curiga kalau Kusuma Group terancam bangkrut,” celetuk Dion, salah satu tim VIP. Menimbulkan kebingungan dari rekan-rekannya.

“Maksud lo apa, Di?” tanya Dewi, penasaran.

“Ya lo liat aja sendiri mbak. Anak emasnya pak Kusuma telat untuk pertama kalinya. Belum lagi penampilannya, jauh beda banget dengan si angkuh Prisa.”

“Kenapa? Iri ya lo, sama gue? Karena nggak akan ada yang berani marah ke gue,” sombong Prisa.

Lihat, apa yang dikatakan Dion tentang keangkuhan gadis itu benar adanya.

“Eh, kok lo malah nyolot sih,” kesal Dion terpancing kata-kata Prisa. Dan hanya dibalas pelototan oleh gadis itu, sembari bersedekap dada.

“Awas aja lo, gue yakin hari ini lo enggak akan selamat. Karena—"

“Sa,” sela Radit, selaku ketua tim. Mengambil atensi gadis itu. “Presdir sudah menunggu kamu di ruangan beliau,” lanjutnya.

Astaga, itu benar. Dari pada ia meladeni kejulitan Dion, lebih baik ia segera menemui presdir.

“Iya mas, Sa lupa, mau kasih berkas ke pak Kusuma. Kalau gitu, Sa pergi sekarang deh.”

***

Gadis itu mengedarkan pandangannya di sepanjang lorong yang menghubungkan ruangan tim VIP dan ruangan Presdir, karena memang hanya ada dua ruangan itu di lantai yang kini ia pijak. Tetapi nihil, objek yang ia cari tidak menampakkan batang hidungnya. Entah kenapa, ia merasa segugup ini, hanya karena datang terlambat. Ditambah tidak adanya presensi dari asisten presdir, yang biasanya selalu terlihat di area lantai ini. Mengenyahkan pikiran anehnya, segera ia memutuskan untuk mengetuk pintu di hadapannya.

“Masuk!” ujar suara dari dalam, yang terdengar asing di indra pendengaran gadis itu. Karena itulah, butuh beberapa saat untuknya membuka pintu.

“Satu jam, tiga puluh lima menit,” saut orang di dalam ruangan tanpa menatap lawan bicaranya, saat pertama kali Prisa menginjakkan kaki di ruangan tersebut.

Dan gadis itu hanya menampilkan wajah cengo, akibat perkataan pria itu.

“Saya rasa telinga anda masih berfungsi dengan baik,” sarkas pria itu, diiringi dengan dengusan. Menimbulkan kerutan di dahi Prisa.

“Maaf, tapi kenapa anda bisa ada di ruangan ini?” tanya Prisa, pada pria yang kini duduk sembari bersedekap dada dari meja yang biasanya ditempati oleh Kusuma, selaku pemimpin perusahaan.

“Kenapa? Apakah ada masalah dengan saya duduk di sini? Ah, ngomong-ngomong, sudah sejauh mana papa saya berhubungan dengan anda?” tanya pria itu, membuat kerutan di dahi gadis itu kian dalam.

“Saya tidak mengerti apa yang anda bicarakan pak. Dan di mana tuan Kusuma? Saya ingin menyerahkan berkas kepada beliau.”

“Ck, kenapa kamu harus mencari papa saya? Saya harap kamu cukup tau diri, dengan tidak mengganggu papa saya lagi!” tegas pria itu, dengan tatapan tajam yang ia layangkan kepada Prisa.

Glimpse of Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang