3. The Arrival of the Women

270 174 397
                                    

Hola.... Aku balik lagi nih.

Jangan lupa vote+komen, dan share cerita ini ke temen kalian 😉

Pagi ini ada yang berbeda dengan keadaan Kusuma Corp, karena ada pemandangan yang tidak biasa terjadi, antara Presdir mereka yang baru dengan seorang gadis yang terlihat asing menurut mereka, tetapi tidak untuk Prisa. Karena ia sangat mengenali gadis itu.

“M-maafkan saya, pak. Saya tidak sengaja,” ujar gadis itu panik, belum menyadari siapa yang ada di hadapannya. Gadis itu masih menutup mata, dan merutuk dalam hati karena melakukan kecerobohan dihari pertamanya bekerja.

“Hey, lihat saya,” pinta pria itu. Mencoba menenangkan gadis yang sejak tadi berada dalam dekapannya.

Benar, sejak gadis itu menabraknya dengan gerakan refleks pria itu mendekap Briana agar gadis itu tidak terluka. Meskipun harus menjadi pusat perhatian karyawannya.

Seperti magis, perkataan Nathan mampu menghentikan racauan gadis itu, dan memutuskan untuk membuka matanya. Sekaligus melepaskan diri dari dekapan pria itu.

“Mas Nathan,” pekiknya kegirangan, karena senang bertemu dengan orang yang dikenalnya. “Maafin Ana, ya Mas. Ana benar-benar enggak sengaja,” sesal gadis itu.

Sedangkan sang empunya nama hanya menerbitkan senyum tipis, tetapi mengakibatkan kaum hawa Kusuma Corp memekik tertahan. Kecuali gadis yang sejak tadi mematung, melihat setiap adegan yang dilakukan kedua sejoli itu.

“Tentu saya akan maafkan kamu, tapi dengan satu syarat.”

“Syarat? Syarat apa, Mas? Ana enggak bakal dipecat, kan?”

Pria itu menjawab pertanyaan Briana disertai kekehan. “Kamu hanya perlu menemani saya di jam makan siang nanti, bagaimana?”

Gadis yang ditanya itu hanya menggembungkan pipinya, mengakibatkan Nathan harus menggigit pipi bagian dalamnya, demi menghalau rasa gemas untuk mencubit pipi gadis di hadapannya ini.

“Jadi?” tanyanya, sembari mengulurkan tangan.

Dengan anggukan yakin, gadis itu menerima jabatan tangan Nathan. “Deal.”

Sedangkan gadis yang sejak tadi menghentikan langkah, akibat drama picisan yang dipertontonkan oleh Nathan, mati-matian menahan agar tidak merotasikan matanya.

“Ternyata lo beneran kalah, Sa,” ujar Meira, prihatin.

Prisa menjawab pertanyaan Meira dengan desisan penuh kekesalan. “Gue sedang enggak berlomba untuk apa pun. Dan lo, enggak perlu pasang muka prihatin kaya gitu.”

Mengangguk-angguk, Meira melanjutkan dengan gumaman. “Tapi kayanya lo memang bukan tipe pak Nathan, deh.”

“Apaan sih Ra, ga jelas lo,” kesal Prisa, merotasikan matanya.

“Tapi ya Sa, lo dengan cewek yang dipeluk pak Nathan memang beda jauh sih. Lo itu spek cewek arogan sedangkan pak Nathan demennya sama cewek spek lemah lembut,” celetuk Meira.

Tanpa sadar, mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian. Karena Nathan, yang tadinya menjadi pusat perhatian, kini justru meletakkan atensinya pada Prisa, yang secara tidak langsung diikuti oleh para karyawan.

Damn you, Meira,” umpat gadis itu, kesal karena harus dibanding-bandingkan.

“Prisa Rosalin Mahastama,” ujar seseorang yang tengah mereka perbincangkan, dengan penuh penekanan, menarik atensi gadis itu.

Tidak ada wajah seorang Nathan yang beberapa menit lalu menerbitkan senyum. Kini mereka merasa harus segera berlalu dari sana, sebelum terkena amukan dari Presdir yang kini mengeraskan rahangnya.

Glimpse of Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang