CHAPTER 8:
Spesial[playlist: RIO – The Rose Song]
***
Balkon kamar hotel milik Jaehyun punya sebuah kolam renang. Ada pula meja kayu setinggi lutut orang dewasa dan satu set sofa warna hitam yang sekarang menjadi tempat duduk Rose sembari menikmati hamparan panorama malam. Cakrawala punya satu rembulan, sedang kota punya gemerlapnya yang memanjakan.
"Sepertinya, bulan mengikutimu, ke manapun kau pergi."
Wine dituangkan Jaehyun ke dalam dua gelas kaca di atas meja. Sepintas, ia pandang Rose dari posisi duduknya. Mereka duduk cukup berjarak. Jaehyun di sofa ukuran single dan Rose di seberangnya. Sofa panjang di tengah-tengah, mereka biarkan kekosongan mengisi itu.
Salah satu gelas dibawa Jaehyun pada Rose. "Kalau begitu, jika kau ingin melihat bulan, kau harus berada di tempat yang sama denganku."
Begitu dekat, suara Jaehyun yang sedang membungkukkan badan meletakkan gelas mengalun di sekitar telinga Rose, serta-merta mengalihkan tatap perempuan itu dari ciptaan indah Tuhan yang lain.
"Begitukah?"
Dua pasang mata bertemu, lantas diputus Jaehyun sepihak. Berjalan ia kembali ke tempat duduk di seberang sana untuk memulai tegukan pertama. Rose pun sama. Ia kembali membuang atensi kepada apa-apa yang bukan Jaehyun seraya menggenggam gelasnya.
"Tidak bisakah aku hanya menyuruhmu datang padaku dan membawakan bulan, seperti sekarang ini, wahai Tuan Pawang Bulan?"
Namun, tak berselang lama, setelah pertanyaan maha random terucap, Jaehyun lagi-lagi berhasil menyeret atensi Rose dengan tawa kecil yang jarang.
"Pawang bulan apanya."
Iya. Jarang, jika Rose yang menjadi penyebab munculnya itu. Terhitung, ini adalah kali pertama. Yang pertama biasanya selalu istimewa. Maka, Rose gunakan semaksimal mungkin kepasitas ingatannya untuk merekam tawa Jaehyun pertama yang muncul karenanya.
"Menyenangkan sekali, melihatmu tertawa."
Entah Rose dalam keadaan sadar penuh atau tidak ketika mengatakan kalimat tersebut, atau sesungguhnya hanya sebatas racauan belaka, Jaehyun tak yakin sebab Rose bicara dalam keadaan mata tertutup, memeluk kedua lutut dengan sepasang lengan yang menjadi tumpuan bagi kepalanya.
Jaehyun beranjak dari sofa lalu kembali dengan sehelai selimut di tangan yang berupaya ia sampirkan di tubuh Rose. Ternyata perempuan itu masih cukup sadar. Direngkuh kehangatan tiba-tiba, ia pun membuka mata, mencari-cari sang pemberi kehangatan meskipun tahu bahwa tiada orang lain lagi di sini selain Jaehyun. Masih berfungsi nalarnya untuk sekadar berkata,
"Terima kasih, Jaehyun"
Tempat dan waktu mempersilakan keheningan untuk mengisi panggung, sedang dua lakon di sana dibiarkan menikmati minuman dengan tenang sepanjang mata mereka menelanjangi pekat langit malam.
"Mau kuberitahu tempat terbaik untuk melihat bulan?"
Jaehyun membuka dialog, menyingkirkan hening agar tak bekepanjangan.
"Di mana itu?"
Rose bertanya dengan suara agak serak.
"Sungai Han."
Selain agak mabuk, Rose juga mengantuk. "Kalau begitu, kapan-kapan, ayo datang ke sana."
Sejenak Jaehyun terdiam.
"Kau mengajakku?
"Hm. Sudah kubilang kamu itu Pawang Bulan. Aku harus mengajakmu agar bisa melihat bulan dari tempat terbaik."
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET
Fanfictionkamu tahu, kamu tidak boleh menerima cinta kalau tidak sepaket dengan pahitnya. ©2022 LINASWORLD START: 24/08/22 END: 3/10/23