"Huaaaaaa... Cape juga, ya. Berbulan-bulan keliling nyari danau." ucap sosok pria berambut coklat.
"Iya, capek banget. Tapi seru!" Balas sosok perempuan berambut sebahu.
"Ya... kalo ketemu danau yang cocok, sih. Seru. Kalo engga?" celetuk pria tersebut.
"Hahaha.... Gimana jelasinnya, ya?" Gurau perempuan tersebut.
Mereka berdua pun terdiam di sela derasnya angin.
"Ayok kembali ke tenda" ajak sang pria.
"Ayok. Pasti kita udah ditunggu" saut sang perempuan.
Mereka pun berjalan berdampingan sembari membawa alat-alat mereka. Waktu berlalu dengan cepat, matahari yang kian meredup, menandakan malam yang akan tiba. Dari kejauhan, mereka sudah bisa melihat 3 tenda kecil berwarna biru, hitam, dan pink.
Tak jauh mereka berjalan, sosok pria berambut poni keluar dari tenda berwarna biru. Sontak mereka melambai ke pria tersebut. Pria tersebut memakai kacamata, melihat ke arah mereka, namun tak
membalas.
"Huh! Hakai! Selalu begitu." celetuk sang pria
"Hekko! Biarin aja... Lo engga inget apa yang terjadi sama dia?" balas sang perempuan.
"Tapi engga harus selalu begitu, kan? Apa susahnya melambai?" ucap Hekko kesal.
"Udah... Bulan-bulan ini emang berat buat dia." balas sang perempuan.
Mereka pun semakin dekat dengan tenda dan malam pun semakin dekat dengan dunia.
"Hei, Hakai. " sapa sang perempuan.
Hakai hanya menaikkan alisnya.
"Hakai, boleh tolong buatkan kami kopi?" pinta sang perempuan.
Hakai pun langsung menyalakan api tanpa membalas.
Hekko pun melanjutkan "Yang aku engg...."
"Iya, Hekko. Engga pakai gula, diaduk ke kanan 3 kali, ke kiri 4 kali." Potong Hakai.
"Hahahahaha.... Kebiasaan banget, ya. Sampe inget gitu." Gurau sang perempuan tertawa.
Hekko menunjukkan muka masam.
Hakai pun tersenyum.
Lalu mereka pun sibuk dengan hal masing-masing. Hekko membersihkan diri dan merapikan alat, Hakai masih sibuk dengan tekonya, dan sang perempuan yang tetap duduk manis menatap langit.
Tak lama dari itu, kopi pun siap diseduh, mereka duduk berdampingan mengarah bukit-bukit kecil. Hening menyelimuti mereka cukup lama, burung-burung berkicau, angin berhembus malu, dan ranting pohon bergerak kaku.
"Yokina." Suasana hening pun pecah.
"Ya, Hakai?" Balas sang perempuan.
"Gimana kondisi di sana sekarang?" Tanya Hakai yang menatap ke arah bukit-bukit.
"Seperti biasa" Jawab Yokina.
Hakai menghela napas.
"Makanya... Lo ikut aja, Hakai. Biar lo bisa tau keadaan di sana gimana." Celetuk Hekko.
"Hekko..." sontak Yokina.
"Apa? Kan aku cuma bilang." Lanjut Hekko jengkel.
Hakai tak membalas sepatah kata pun.
Tatapannya tajam mengarah ke arah bukit tersebut.
Entah apa yang ia pikirkan, namun tatapannya hanya tertuju ke arah tersebrut.