Chapter 4

3 0 0
                                    

Hekko dan Yokina semakin dekat, mereka sudah bisa melihat tugu di depan depan mereka. Tugu berwarna putih yang dikelilingi bunga-bunga cantik.
Mereka pun sampai dan lekas menaruh alat-alat mereka, mereka berdua meneguk air karena lelah.
"Tapi..." ucap Hekko yang sedang duduk di kayu.
"Tapi apa?" tanya Yokina yang sedang menaruh minumnya.
"Kenapa Hakai tidak bertahan di danau itu?" lamjut Hekko.
"Bertahan?" tanya Yokina memastikan.
"Iya Bertahan. Kenapa ia harus meninggalkan danau itu?"
"Hekko... Memang, merebut danau itu boleh, dengan perkelahian. Tapi, kita kenal Hakai."
Hekko mengangguk.
"Dia sama sekali engga mau bermasalah atau pun mencari masalah"
"Huft... Hakai, Hakai." gumam Hekko.
"Kau ingin langsung ke danaumu?" tanya Hekko.
Yokina menoleh.
"Aku akan duduk sejenak." jawabnya yang sedang duduk di tanah.
"Baiklah. Aku berangkat duluan, ya." ucap Hekko sembari berjalan menjauh.
Hekko pergi membawa alatnya, berjalan pelan sembari menatap pemandangan sekitar. Yokina yang ditinggal sendiri pun memandang ke arah danau-danau indah.
Matahari kian tinggi, teriknya tertutup awan tebal, menciptakan suasana bukit tetap dingin. Tugu yang tadi sunyi, kini menjadi sepi, hanya tertinggal 2 tas berwarna hitam dan pink.
Burung-burung berterbangan di hamparan langit, saling mengejar satu sama lain. Kupu-kupu bermain ke sana ke mari, sesekali memutari kepala Yokina yang sedang berjalan.
Ia berjalan cepat, tak sabar menghampiri danaunya. Tak lama ia berjalan, ia sudah bisa meilhat danau kecil yang tenang, danau tersebut dikelilingi karangan bunga indah berwarna pink.
Yokina pun tak bisa menahan senyumnya yang kian melebar, semakin ia mendekat, danau itu pun kian bergelombang. Sampailah Yokina di dekat danau tersebut.
"Hai, Muchi." Ucapnya sembari menaruh alatnya.
Danau tersebut semakin bergelombang, dan ikan-ikan yang indah muncul di permukaan.
"Hahahaha, Haloo... gimana kabar kamu?" tanya Yokina dengan wajah yang penuh akan senyuman.
Sedangkan di sisi lain hamparan hijau-biru, Hekko tengah duduk di sebongkah kayu, tempat yang selalu ia duduki. Ia memandang sebuah danau tenang, yang tertutupi oleh semak belikar yang indah, danau yang selalu ia pasati setiap saat, membisukan denyut nadinya, menghentikan detak jantungnya.
Tiba-tiba, danau itu bergelombang halus, Hekko pun terkejut. Gelombang dari danau tersebut itu sangatlah jarang, momen yang selalu ia nanti. Tak hanya gelombang, ia pun menanti ikan apa yang akan muncul di permukaan.
Terdengar sayup hembusan ranting, Hekko sontak menoleh ke belakang, namun, tak ada siapapun di sana. Ia tak memperdulikan hal itu dan kembali memandang danau itu dengan khidmat.
"Baiklah. Mari kita mulai." Ucap Yokina yang telah memakai alatnya.
Ia mengambil ancang-ancang untuk menyelam, namun ikan-ikan di sana menariknya dan membuatnya tercebur, Yokina pun tertawa.
"Hei, sabar... Aku akan tetap menyelam." Ucapnya kepada para ikan.
Ikan-ikan pun memutari tubuh Yokina, membuat Yokina semakin bahagia. Ketika itu pula, kalung bunga tetiba muncul di lehernya, mengitari kepalanya. Ia menyelam semakin dalam, ke sana kemari, berputar-putar bersama para ikan, menyentuh rumput laut yang kian bergoyang, menyambut senang sang Yokina.
Matahari kian meninggi, menandakan hari sudah siang. Hekko dan Yokina yang mulai merasakan lapar, harus kembali ke Tugu untuk makan siang.
"Hei, aku akan pergi makan siang terlebih dahulu." Ucap Yokina yang sedari tadi menyelam bersama lumba-lumba.
Lumba-lumba tersebut menunjukkan wajah sedih, tak ingin berpisah.
"Tenang saja, Muchi. Aku akan ke sini lagi." Ucap Yokina sembari mengelus lumba-lumba tersebut.
Ia pun beranjak naik ke permukaan, dan ia melihat sudah ada Hekko yang sepertinya telah menunggu sedari tadi. Ia naik ke permukaan dan tertawa.
"Hahahahaha..." Yokina tak bisa menahan diri.
Hekko yang melihatnya ikut senang.
"Hei, nona yang sedang jatuh cinta." Ucap Hekko gurau.
"Hari yang amat menyenangkan." Ucap Yokina gembira.
"Hari-harimu selalu menyenangkan, Yokina." Saut Hekko yang beranjak pergi.
"Hei, Hekko. Tunggu aku!" Teriak Yokina dengan wajah tersenyum.
"Kalo aku menunggumu, nanti kita mati kelaparan." Gurau Hekko sembari terkekeh.
Yokina bergegas mengejar Hekko, ia melepaskan alatnya sembari berlari.
Mereka berjalan berdua kembali ke arah Tugu. Yokina masih dengan wajah senangnya dan Hekko tetap dengan raut cueknya. Hekko menatap ke arah langit, awan kala itu sangatlah indah, sungguh sayang jika tak dinikmati. Sedangkan Yokina, ia masih tak kuasa mengendalikan dirinya, tersenyum, tertawa, dan sesekali memukul Hekko. Ia terlalu senang setiap kali mengingat Muchi, danaunya.
"Aku mendengar suara yang aneh." Ucap Hekko.
"Ha? Suara yang aneh?" tanya Yokina.
"Aku mendengar ada suara ranting." Jawab Hekko.
"Hekko, itu hanya ranting."
"Tapi, hari ini tidak ada angin sama sekali."
"Iya, sih. Mungkin itu hanya burung."
Hekko tak menjawab. "Mana mungkin ada burung yang bermain seperti itu." Batinnya.
Mereka berjalan bertiga, Hekko, Yokina, dan kesunyian. Hanya ada kesunyian yang mengelilingi mereka berdua, sesekali suara bising muncul dari Hekko yang dipukul oleh Yokina. Bisingnya mengalahkan suara kicauan burung.
Mereka semakin dekat dengan Tugu, dari kejauhan mereka sudah bisa melihat Tugu tersebut. Lamunan mereka terpecah ketika mereka terfokus ke arah Tugu. Terlihat sosok orang yang sedang duduk di tengah tas mereka, meraup tas mereka berdua. Jalan mereka menjadi pelan dan hati-hati. Kian dekat dengan Tugu, kian pula mereka mengenali postur tubuh tersebut.
"Hakai!?" ucap mereka terkejut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Danau TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang