Chapter 3

3 0 0
                                    

Malam berganti pagi, gelap berganti terang, namun rasa dingin masih terasa di bukit tenda. Burung berkicau, saling menyaut nyanyian, angin menyapu pelan dedaunan yang jatuh. Suara bising sudah terdengar dari luar tenda, menandakan aktivitas pagi telah dimulai.
"Hekko!" Teriak Yokina.
"Kau ikut atau tidak?"
Yokina dan Hakai telah berdiri bugar di luar tenda, sedangkan Hekko, ia masih tertidur pulas di tendanya. Yokina sudah menyiapkan alatnya, Hakai menyiapkan bekal.
"Hakai" saut Yokina yang sedang duduk dengan tasnya
"Em?" Jawab Hakai dingin.
"Kau ikut atau tidak?" Tanya Yokina.
Hakai tak menjawab, bahkan tak menoleh, ia melanjutkan halnya.
"Baiklah. Kalo kau tak ikut tak apa. Seperti biasanya, kan?" lanjut Yokina menatap bukit.
Hakai tetap membisu, seolah tak ada yang mengajaknya bicara.
"Haaaa...." Gumam Hekko yang baru keluar dari tendanya.
"Selalu disambut dengan suasana dingin, ya." Lanjutnya.
"Iya, Tuan Tidur. Cepat siapkan alatmu." Celetuk Yokina.
Hekko menatap Yokina dengan muka bantalnya, tak bergerak sedikit pun.
"Kecuali kau ingin menemani Hakai." Lanjut Yokina
"iya... Aku baru bangun. Kau kira aku seperti Hakai? Yang bisa langsung kuat selekas bangun." Gurau Hekko sembari menoleh ke arah Hakai.
Hakai pun menatap dingin Hekko.
"Hahaha... Yasudah. Jangan lama-lama. Aku sudah tak sabar." Ucap Yokina.
"Iya.. Putri yang sedang jatuh cinta." Celoteh Hekko.
Hekko beranjak dari duduknya, bergegas mencuci muka, dan mengambil alat-alatnya.
"Hoi, Hakai. Kau ikut atau tidak?" tanya Hekko yang telah menyandang alatnya.
Hakai masuk ke tendanya tanpa membalas.
Hekko pun menghela napas.
"Hekko, ayok" ajak Yokina.
Hekko menoleh "Ayok." Jawabnya.
Mereka berdua pun beranjak ke arah bukit, menyandang alat mereka masing-masing. Berjalan di bawah langit pagi, menapak di daratan hijau yang luas, di kelilingi dengan lautan bunga nan cantik.
Hekko berjalan sembari mengibaskan tangannya di hamparan bunga, lalu mencium tangannya yang mendadak harum.
"Haaaaa.... Sungguh wangi!" kagum Hekko.
"Hal inilah yang membuatku senang berjelajah." Lanjutnya.
Sedangkan Yokina, ia menatap langit dengan awan yang amat indah.
"Iya. Aku setuju denganmu." Saut Yokina tersenyum.
"Andai Hakai ikut, ia pasti akan senang menatap kupu-kupu ini." Lanjut Yokina sembari menghempas tanganya ke kumpulan kupu-kupu.
Hekko hanya tersenyum mendengarnya.
"Aku hampir lupa apa yang terjadi sama dia." Ucap Hekko.
"Hekko... Kau lupa?" saut Yokina.
"Hampir, karena 4 bulan itu udah lama, Yokina. Aku tak punya ingatan sekuat dirimu."
"Iya, sih."
Mereka berdua kembali menatap bukit yang kian dekat, menghadirkan kebisuan di antara mereka.
"Penyelaman terakhir dia... " ucap Yokina.
Hekko sontak menoleh mendengarkan.
"Cukup tragis." Lanjutnya.
"Ia sempat menemukan danau yang amat ia senangi, itu pun hanya kebetulan."
"Danau itu ia selami selama berbulan-bulan."
"Kali pertama ia menyelam, danau itu amat ramah nan indah kepadanya."
"Membuat seorang yang dingin pun luluh."
"Oh, iya. Aku ingat" potong Hekko.
"Aku sangat ingat pertama kali ia menyelam, ia tertawa ketika naik ke daratan." Lanjutnya.
"Iya. Aku sudah lama tak melihatnya tertawa kala itu." Ucap Yokina.
"Sebelum kejadian itu pun, ia tak menyelam selama hampir 5 bulan." Lanjut Yokina.
"Danau itu berhasil menempa tawa di muka Hakai."
Hekko kembali menyimak cerita Yokina.
"Tapi sayangnya, di bulan terakhir ia menyelam, ia menemukan penyelam lain yang..."
"... yang mengalungi kalung bunga." Potong Hekko.
"Iya. Dan penyelam yang mengalungi kalung bunga...." Lanjut Yokina.
"Ialah penyelam yang dipilih oleh danau tersebut." Ucap Yokina dan Hekko bersamaan.

Danau TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang