Catatan 1

4 4 0
                                    

Dista duduk dibangkunya sekarang, dia tak bisa membohongi diri sendiri karena badannya sakit semua dan kepalanya amat sangat pusing. Tadi dirinya bangun sekitar pukul 3 dini hari dengan keadaan masih terkunci dalam kamar mandi dan baru bisa kekuar setelah satu jam kemudian.

Shella yang memperhatikan Dista pun ikut khawatir, bagaimana tidak khawatir jika badan dista panas dan sedikit menggigil, wajahnya pun pucat meskipun sahabatnya itu masih bisa mengembangkan senyum meski tak secerah biasanya.

Ditambah lagi dengan dista yang katanya tak sempat sarapan karena terburu buru. Sudah berkali kali pula shella menawarkan bantuan pada dista untuk diantar ke uks atau setidaknya ia akan pergi kekantin dan membelikan dista roti dan minuman, tapi ditolak oleh siempu. Membuat shella jadi makin bingung apa yang harus dia lakukan agar sahabatnya kembali baik baik saja.

"Dis, kali ini aja ya. Gue anter lo ke uks, sumpah loh ini badan lo panas banget, lo harus ke uks yah" Ucap shella sembari memegang kening dista yang panas.

"Gue gapapa, Shel. Beneran" shela muak sekali dengan senyum dista, disaat seperti ini? Disaat seperti ini sahabatnya itu masih bisa senyum?

"Lo harus ke uks sebelum bel bunyi, nanti biar gue yang absenin lo ke pak Ridho"

"Nggak usah shel, gue masih bisa kok. Nanti kalo emang udah ga kuat gue bakal ngomong lo kok" Ucapan Dista menjadi sedikit menenangkan bagi shella walaupun dia ragu.

"Janji ya" dista terkekeh pelan sembari mengacungkan jari kelingkingnya ke depan shela dan segera dibalas dengan kaitan jari kelingking mereka. Tak lama setelahnya pun guru mata pelajaran jam pertama datang dan kelas segera dimulai.

3 Jam awal pelajaran, dista masih baik baik saja meskipun aktivitas menulisnya karena terganggu oleh pusing yang mendera, namun lama kelamaan pusingnya semakin bertambah parah bahkan sampai kedua matanya berair. Badannya pun semakin menggigil dan wajahnya semakin pucat.

Shella yang memperhatikannya juga menjadi bertambah khawatir. Ia pegang kembali dahi sahabatnya yang seketika panasnya langsung menjalar ketangan.

"Dista, gue anter ke uks , ga ada penolakan pokoknya" Dista tak menggeleng ataupun mengangguk, badannya terlanjur lemas dan tak bisa apa-apa. Tak ada pilihan lain selain menurut apa yang dikatakan oleh shella.

______________

"Dis, kenapa sih sebenernya? Kenapa Lo nggak mau cerita sama gue, gue sahabat lo. Harusnya lo cerita sama gue, entah itu gue bisa kasih solusi buat lo atau enggak yang penting lo baik baik aja"

"Gue baik shel, gue sakit cuma karena kecapekan aja"ucap dista lirih, shela berdecak. Selalu gini, sahabatnya itu sangat keras kepala sekali.

"Yaudah kalo gitu, gue kekantin dulu beliin lo makanan" Shela hendak pergi, dia baru sekali melangkah namun segera dicegat oleh suara lemah dista.

"Gausah, Shel. Mending lo balik ke kelas aja, gue bisa beli sendiri" Shela menepis tangan sahabatnya itu pelan.

"Lo istirahat disini aja nggak usah kemana-mana, biar gue yang beli" Dista hanya pasrah saja, shela selalu saja seperti itu. Tak heran jika Dista membiarkan saja shella melakukannya karena dia sendiri pun tak yakin bahwa badannya akan segera pulih dalam waktu singkat.

Dista memejamkan kedua kelopak matanya yang terasa panas dan sedikit berair, entah dimana petugas yang sedang berjaga di uks, padahal dista hanya ingin meminta obat demam dan istirahat sejenak kemudian akan kembali kekelas setelah badannya jauh lebih baik.

Langit Senja AdhystaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang