Catatan 3

5 4 0
                                    

Adhysta kembali bersekolah hari ini, seperti biasa ia menebarkan senyum pada semua orang, luka disudut bibirnya masih terasa perih bahkan menimbulkan sedikit lebam. Namun berusahalah ia menutupi semuanya dengan rapi.

Begitu juga dengan lingkar hitam serta matanya yang masih sedikit membengkak, beruntung tadi bibi nur membawakan es dan sehelai kain agar dirinya bisa mengompres matanya yang sembab karena menangis.

Ya, semalam Adhysta kembali tak tidur karena bayang bayang sang ayah. Tak ada yang tahu bagaimana cerita Adhysta tadi malam yang seperti apa, dan ingat mereka tak perlu tahu bagaimana kehidupan Adhysta, cukup dirinya dan tuhan yang mengetahui keadaannya.

Semua orang pasti punya privasi masing masing bukan? Dan itu juga berlaku untuk seorang Vellyanadhysta Naura.

Gadis cantik itu sekarang mulai melangkahkan kedua kakinya kedalam kelas, dimana sang sahabat sudah menyambutnya dengan senyum hangat pagi ini.

Setibanya Adhysta sampai pada bangkunya, dia dudukkanlah dirinya disamping shella tak lupa juga dengan senyum yang mengurai.

"Pagi, Shel" kata Adhysta ceria. Shella pun membalas dengan senyuman juga.

"Pagi juga, cuacanya cerah hari ini. Gimana tadi lo liat sunrise nggak?" Adhysta mengangguk antusias.

"Cantik banget"

"Wahh, lain kali deh gue nginep dirumah lo ya. Ntar lo ajak gue liat sunrise"

Adhysta terdiam sejenak, kemudian kembali memasang wajah cerianya.

"Yaudah deh kapan gitu kita lari pagi bareng" tawar Adhysta, shella terlihat berpikir.

"Oke deh sip, atur jadwal aja"

"Oke siapp" Adhysta menghadap kedepan, senyumnya masih terpatri menghiasi bibir tipis merah muda gadis itu.

Shella mengernyitkan dahinya dikala tak sengaja melihat lebam disudut bibir Adhysta. Ia berharap sahabatnya satu ini benar benar baik-baik saja dibalik senyum manisnya.

Jujur sebenarnya fikirannya sama sekali tak tenang sedari kemarin, shella juga memperhatikan lingkar hitam dari kantung mata adhysta yang dengan siempu berusaha ditutupi oleh concealer.

Shella tidak sebodoh itu ngomong-ngomong. Meskipun dirinya tak begitu tau tentang kehidupan pribadi Adhysta seperti apa tapi ayolah, dirinya ini sudah 3 tahun bersahabat dengan sipenyuka sunset dan sunrise ini. Shella benar benar yakin bahwa Adhysta sedang tidak baik-baik saja.

"Adhysta"

"Ya?" Siempu nama menoleh dengan senyumnya.

"Bibir lo kok bisa lebam gitu kenapa?" Ucap shella yang berusaha berhati hati dengan perkataannya.

Bisa Shella lihat bahwa mata sahabatnya ini bergerak gelisah sesaat sebelum menjawab pertanyaannya. Tangannya pun menyentuh sedikit sudut bibirnya yang membiru bercampur hitam.

"O-oh, ini semalam tuh gue jatuh karena kepeleset karpet dan nggak sengaja terantuk meja" ucap adhysta. Shella bisa merasakan kegugupan didalam perkataannya.

"Kirain kenapa, sampe robek gitu loh. Ga sakit emang?"

"Semalem udah gue obatin dan kompres kok tenang aja"  shella kembali mengangguk. Sebisa mungkin dirinya menghargai privasi Adhysta yang untuk seorang sahabat mungkin sedikit keterlaluan karena Adhysta belum bisa percaya padanya walaupun sudah bersahabat selama 3 tahun.

Tapi dirinya juga tak berhak untuk menuntut adhysta bercerita. Hanya saja mungkin Adhysta belum siap dan masih membutuhkan waktu. Shella hanya bisa berharap bahwa temannya satu itu mau menceritakan keluh kesahnya pada dirinya, dia akan sebisa mungkin akan membantu selagi dia bisa atau sekedar menjadi pendengar yang baik. Memberikan ketenangan dan juga memberikan dekapan seorang sahabat yang sesungguhnya.

Langit Senja AdhystaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang