Bagian XVIII

35 11 2
                                    


Spencer melihat rembulan terang benderang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Spencer melihat rembulan terang benderang. Purnama saat ini rupanya. Dia berada di atas perahu. Entahlah. Ratusan kunang-kunang mengiringi kepergiannya. Sungai begitu tenang, berwarna keperakan, terang karena cahaya bulan.

Spencer termenung, deretan pohon bakau di sisi kiri-kanan. Cahaya kunang-kunang semakin ramai, entah mengapa mereka mengarah ke atas. Apa yang dicari di langit sana?

Sudahkah waktunya tidur?

Spencer tersadar. Ini adalah mimpi. Mimpi yang wajar dan menyakitkan. Dan dia harus membuka mata, menghadapi kenyataan dunia.

Lalu gelap gulita.

Spencer tersenyum getir. Sebagai muslim, dia ingin meninggal secara Islam. Bukannya mimpi utopis yang dramatis. Suasana hitam, dan Spencer sibuk memikirkan nasibnya. Kepalanya telah diterkam ular.

Di tengah kondisi tercekik, justru khayalan Spencer memancar kemana-mana. Sudah siapkah dia menyambut kematian? Rasanya tidak. Selalu tidak siap. Itulah manusia. Bahkan sekaliber Abu Hurairah mengkhawatirkan persiapannya.

Semoga Allah mengampuni diriku.

Begitu banyak dosa yang dilakukan Spencer. Kaya dan miskin sama saja. Tetap berbuat maksiat. Hidup selalu memposisikan orang berada sebagai manusia picik, sekan-akan masyarakat garis bawah suci dari dosa. Tidak sama sekali! Spencer sering berbuat culas. Terlambat masuk kerja, mengurangi takaran, dan kadang-kadang suka berbohong.

Masyarakat dan pemerintah sama saja! Sama-sama bisa berbuat khilaf. Adapun mereka yang kedua, barangkali melakukannya secara berjamaah.

Spencer berulang kali mengucapkan istighfar. Tentu dia tidak dapat menghitung berapa persis kuantitas dosanya, dan dia sadar bahwa ular ini telah lama mengintai dirinya.

Semoga aku tidak bertemu denganmu di akhirat, Ular.

Sang Ular adalah induk ular yang menetas tempo hari. Kenapa Spencer baru mempelajarinya. Begitu besar, begitu berumur. Plafond yang lapuk pada akhirnya tidak dapat menanggung berat Sang Ular.

Sang Ular barangkali berasal dari Gunung Osith, atau dari hutan antah berantah. Kalimantan mungkin. Atau mungkin, ia telah lama bermukim di kota, bersembunyi di atas sana sejak berukuran seutas tali.

Tapi kenapa harus di atas sana? Spencer tidak sadar, bahwa pembangunan kota secara besar-besaran terus merusak ekosistem hutan. Habitat Sang Ular terganggu, pada akhirnya mereka harus berbaur dengan peradaban manusia. Dicaplok atau mencaplok. Bersembunyi di loteng, memakan makanan yang dimakan manusia.

Spencer memang bodoh.

Dia tidak sadar, Sang Ular-lah yang mencuri persediaan daging di gudang. Sang Ular telah tinggal bersamanya selama bertahun-tahun. Saat Spencer pergi bekerja, Sang Ular keluar mencari mangsa. Lalu tuduhan dijatuhkan kepada Spencer. Mau bagaimana lagi. Ular tidak dapat berbicara.

Satu hal yang disadari Spencer. Saat ini hukum rimba berlaku. Sang Ular merasa bahwa tempat ini adalah miliknya. Itulah mengapa ia menyerang Spencer. Spencer tersenyum sinis,

"Kau tidak bisa merebut rumah ini dariku, satu inci pun. Tidak dengan orang-orang kaya itu." Ujarnya di tengah kegelapan.

Lalu Spencer terkekeh, "Memangnya kau punya sertipikat tanah yang asli? Tidak, kan? Kau tidak akan sanggup membayar pajak tanah, Wahai Ular!" Kelakar Spencer.

Sang Ular melarikan diri dari hutan bertahun-tahun yang lalu, dan ia siap menghadapi perlawanan Spencer. Harusnya Spencer berjuang, melindungi tanah ulayat-nya. Seperti yang dilakukannya Mr. Rugatti.

Berpikir, Spencer. Berbagai kisah dan strategi coba diramu.

Barangkali dia harus bertindak seperti orang-orang terdahulu. Turun-temurun manusia melawan ular. Menjadi budaya yang tertulis maupun terucap. Spencer pernah menonton kisah Hercules membantai Sang Hydra. Tapi itu hanya cerita dongeng. Dan Spencer tidak tahu kisah Susanoo yang membunuh Yamata No Orochi.

Barangkali nasib Spencer bakal seperti lambang keluarga Visconti di Italia, Il biscione, ular besar yang melahap manusia.

Atau mungkin cukuplah Spencer menghibur diri, bahwa dia akan mati malam ini, dalam keaadaan istimewa. Konon, para nabi dikuburkan tepat di mana mereka meninggal. Tapi Spencer, dia hanya manusia biasa.

Saat-saat pergolakan itu, kepala Spencer hampir masuk sepenuhnya dalam mulut Sang Ular. Ini akan jadi malam yang panjang, batin Spencer. Rasanya tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan.

Untuk LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang