♡02-Telat dan Debat

2 1 0
                                    

                   Happy Reading...

                           🌼  🌻  🌼

Renjana tergesa-gesa menuju kelasnya. Khimar pink yang dia gunakan sudah tidak serapih asalnya. Gamis yang dia kenakan tergerai selaras dengan gerakannya.

"Jan!!" Teriak seorang perempuan.

Renjana menghentikan langkahnya. Membalikan badan untuk tahu siapa yang memanggilnya. Setelah tau, Renjana menghela napasnya pelan.

"Hah!! Hah!! Lo kenapa buru-buru sih?" Tanya perempuan yang sekarang sedang menetralkan napasnya.

"Kelas Pak Bayung bentar lagi mulai." Jawab Renjana.

"Woah.. gue lupa!! Sekarang kan kelasnya Pak Bayung. Ayo Jan.. kita lari." Heboh perempuan itu sambil menarik tangan Renjana.

"Eh.. pelan-pelan, Nes." Ucap Renjana disela-sela larinya. Apa sih.

Mereka berlari, mungkin orang-orang yang melihatnya akan mengira mereka sedang dikejar-kejar. Dikejar waktu. Sesampainya mereka didepan kelas, dengan napas yang tidak normal, dan degupan jantung yang tidak kalah tidak normalnya.

"Lo duluan, Jan." Ucap perempuan yang dipanggil Nes tadi pada Renjana.

"Dih.. g..gak mau." Sahut Renjana dengan gugup.

"Oke, bareng aja. Satu.. dua.. tiga.."

Mereka berduka membuka pintu kelas dengan pelan. Dan benar, semua atensi penghuni kelas menuju kearah mereka. Belum lagi seorang Dosen lelaki yang menatap mereka dingin.

"A..anu pak. Ma..maaf kami terlambat."

"Laras Renjana Pradipta dan Ranesa Mahesa. Kalian tidak boleh mengikuti kelas saya untuk kali ini!" Ucap Dosen lelaki itu datar.

"Eh gak bisa gitu, pak. Kita kan udah lari-lari juga dari parkiran cuma buat ikut kelas Bapak. Masa sekarang gak boleh masuk." Protes Ranesa tidak terima.

"Baik.. Laras Renjana Pradipta, kamu duduk ditempat kamu. Dan kamu, Ranesa Mahesa buat makalah tentang materi yang saya berikan minggu lalu dan sekarang." Putus Dosen itu mutlak.

Ranesa melongo. Lalu dengan wajah garangnya dia maju, dan berdiri dengan jarak satu meter dari Dosennya itu.

"Kok gitu? Kan Jana juga ikutan telat, Pak. Bapak yang adil dong!" Seru Ranesa sambil mengkacak pinggang.

"Terserah saya." Sahut Dosen lelaki didepannya itu. "Renjana? Mau kamu ikutan bikin makalah juga?" Tanya Dosen lelaki itu kepada Renjana.

Renjana mengerjap pelan. Harusnya dia ikut dihukum bukan? Jika dia enak-enakan duduk, bagaimana dengan sahabatnya Ranesa?

"Sa-saya ikut bikin makalah saja, pak. Lagian saya jug-"

"Bukannya lo bersyukur dibebasin, Jan. Malah pengen ikutan bikin makalah. Udik!" Ucap seorang perempuan berpakaian modis dengan tatapan meremehkan.

"Heh!! Ngomong apa lo barusan. Lo bilang udik?!" Sahut Ranesa ngegas.

"Udah, Nes." Ucap Renjana yang sekarang sudah ada disebelah Ranesa.

"Gak bisa gitu dong, Jan. Itu nenek lampir kalo didiemin makin jadi." Ucap Ranesa kesal. "Heh! Dari kemarin lo nyinyir mulu perasaan. Mulutnya mau gue lakban ha?!!" Teriak Ranesa.

"Apa sih lo? Gue kan bilang gitu ke Jana, bukan kesitu." Kilah perempuan modis itu.

"Si anjir!! Heh! Jana itu sahabat gue. Lo panggil Jana udik, sama aja lo manggil gue udik juga!"

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang