1. Pesta Pernikahan Agam

928 134 16
                                    

"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap pada manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap pada manusia."
(Ali bin Abi Thalib)

Aya memasuki halaman rumah tempat diadakannya pesta pernikahan Rania dengan jantung berdebar. Pandangan perempuan itu lurus kedepan, namun sesekali menunduk saat rasa sakit itu kembali menghimpit dada.

Perempuan itu mengangguk saat beberapa orang Among tamu menyalami dengan senyum ramah tersungging di bibir mereka, menandakan bahwa pesta pernikahan ini turut membuat orang lain merasakan bahagia, terkecuali Aya. Perempuan muda itu menutupi luka dengan pura-pura.

"Ayo Ay, kamu gapapa tho?"

Gladis yang sejak tadi diam akhirnya mengeluarkan suara. Gadis manis berkacamata itu menatap sahabatnya dengan cemas. Hatinya turut sakit melihat Aya yang biasanya ceria, mendadak menjadi pendiam dan terlihat rapuh seperti ini. Walaupun disembunyikan Gladis tau Aya hanya berusaha tegar, di dalam lubuk hati sahabatnya itu, ia yakin Aya sedang tidak baik-baik saja.

Perempuan itu mengenggam erat jemari Aya membuat sang empu mengangkat pandangan dan membalas dengan seulas senyum tipis. Mereka beriringan memasuki halaman rumah tempat diadakannya pesta pernikahan yang tampak sederhana namun elegan. Nuansa putih menyambut kedatangan mereka.

Aya duduk disebelah Gladis dengan kepala tertunduk. Sejak turun dari sepeda motor tadi keringat mulai menuruni pelipis, ditambah tangan yang tiba-tiba dingin dan bergetar membuat Aya merasa semakin tak nyaman dan tertekan.

Bibirnya kelu tak mampu mengeluarkan suara saat sang pengantin menghampiri meja mereka untuk menyambut. Aya hanya tersenyum ramah dan kembali duduk dengan tenang.

Teman-temannya yang lain sibuk bercengkrama. Hanya Gladis yang berpura-pura sibuk dengan ponsel. Ia sendiri hanya memilin ujung jilbab karena tidak tahu harus bagaimana. Jujur saja Aya tidak terlalu akrab dengan Rania. Mereka hanya sebatas adik dan kakak kelas semasa SMA dulu, berbeda dengan Gladis dan teman-temannya yang lain, yang merupakan teman satu organisasi.

"Ayo dimakan dulu, keburu dingin."

Mempelai wanita yang sejak tadi asyik bercengkrama memberikan instruksi, Aya yang sejak tadi merasa mual memaksa butir-butir nasi itu masuk ke dalam perut. Walaupun eneg perempuan itu tetap berlaku sopan karena tak ingin menampakkan ketidaknyamanannya.

Saat berpamitan pulang Aya harus memaksa untuk tersenyum, mengabaikan nyeri yang kembali datang. Perempuan itu berjalan di depan teman-temannya yang lain karena tak tahan dengan hati yang kembali panas saat melihat Rania.

Aya tidak menyimpan dendam hanya saja perempuan itu memilih menghindar agar tak ada kebencian karena berlama-lama berada disana.

Jujur saja hatinya sangat sakit, membayangkan sosok laki-laki yang selama ini bersemayam di hati akan mengucap qobul untuk perempuan lain, Aya tidak akan pernah sanggup.

Sepertiga Malam Milik RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang