Hari sudah semakin sore, mereka terlalu banyak mengobrol dan tertawa hingga tak sadar bahwa sebentar lagi mentari akan tenggelam dan berganti bulan. Mereka pun mengakhiri nongkrong mereka hari ini dan bergegas pulang kerumah masing masing.
Mufli, Vera dan Ardi berjalan bersama menuju halte dan sepertinya mereka akan satu bis. Sedangkan Yuna, Cio, dan Eca pergi ke arah yang berlawanan dan akan pulang bersama juga.
Setelah mendapat bis mereka naik dan duduk dengan Vera yang berada di sisi kanan Ardi dan Mufli di sisi kiri Ardi.
"Bunda apa kabarnya Muf?" Tanya Ardi untuk memecah keheningan.
Karna sedari mereka naik, Vera langsung fokus pada hp-nya dan Mufli langsung fokus pada bukunya seperti biasa. Oleh karena itu lah ia memulai percakapan agar tak terlalu tampak seperti orang bodoh.
"Baik alhamdulillah, kamu sekali-kali mampir kerumah lah, bunda nanyakin kamu terus soalnya" jawab Mufli yang atensinya mulai teralihkan dari buku.
"Nanti deh aku usahain pas gak ada jadwal latihan. Rindu masakan bunda juga"
Mufli menganggukkan kepalanya sedikit lalu kembali fokus membaca bukunya.
"Kalian ini temenan udah lama ya?" Tanya Vera yang seketika penasaran.
"Lumayan. Sepuluh tahunan ada kali ya Muf?" Kata Ardi.
"Lebih kayaknya" jawab Mufli.
Tiba-tiba hp Vera berdering tanda ada yang menelfon. Vera segera menggeser tombol hijau di layar dan meletakkan hp-nya ke area telinga.
"Waalaikumsalam Mam"
"Vera tadi nongkrong sama temen-temen Mam, sabar ya ini Vera udah di bis kok"
"Iyaa waalaikumsalam" kata Vera dan mulai menjauhkan hp-nya dari telinga tanda telefon sudah berakhir.
"Mama kamu Ra?" Tanya Ardi.
"Iya, udah sampai dirumah tapi kuncinya sama aku" jawab Vera.
"Aku kan mau turun di sekolah ni, mau ambil motor, aku antar aja gimana? Biar cepet sampai" tawar Ardi.
Vera melirik Mufli sekilas dan tampak Mufli masih fokus pada bukunya. Tanpa Vera tahu Mufli sedang menyimak percakapan antara Vera dan Ardi. Jujur saja, Mufli cukup penasaran jawaban apa yang akan Vera beri.
"Makasih, tapi aku jalan aj Di. Nanti Mufli gak ada temen pulang"
Tentu saja jawaban Vera membuat Ardi sedikit kecewa karna Vera lebih memilih pulang bersama Mufli daripada naik motor dengannya. Berbanding terbalik dengan Ardi yang murung hatinya, entah kenapa Mufli malah senang. Mufli tak tahu kenapa, yang ia tahu ia hanya senang dan tak mau mencari tahu ada perasaan apa dibalik rasa senangnya.
"Yaudah deh, aku duluan ya?" Kata Ardi dan mulai beranjak turun ketika Bis sudah berhenti di halte.
Vera dan Mufli hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Ardi sebelum ia hilang dari pandangan.
Kini tersisa Vera dan Mufli yang duduk sedikit berjauhan karna bekas duduk Ardi tadi, dan sepertinya tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menggeser tubuhnya dan memangkas jarak yang tercipta.
"Kenapa ga ikut sama Ardi?" Tanya Mufli tiba-tiba.
"Kayak yang aku bilang tadi, nanti kamu gak ada temen pulangnya" jawab Vera.
"Emangnya aku keliatan bakal nangis kalo kamu tinggal pulang duluan?" Tanya Mufli lagi, kali ini ia menatap Vera dengan kening yang berkerut.
Vera mengedikkan bahunya seraya tersenyum ke arah Mufli. "Aku kan gak tau isi hati kamu gimana. Mungkin aja kan muka kamu keras tapi hati kamu lembut kayak kapas" jawab Vera.
Mufli tak bereaksi. Lagi dan lagi, ia hanya menatap ke dalam manik hitam Vera dan tak berbuat apa-apa. Terkadang Vera heran untuk apa Mufli melakukan itu, tahukah Mufli bahwa jantung Vera selalu berdetak kencang saat Mufli menatapnya?
"Apa sih yang ada dipikiran kamu kalo lagi natap aku kayak gini?"
Akhirnya hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Vera setelah beberapa detik ia bergelut dengan pikirannya, bergelut tentang pertanyaan apa yang harus ia tanyakan saking penuhnya teka teki di otaknya.
"Kamu" jawaban Mufli membuat Vera semakin bingung dan kini kening Vera-lah yang berkerut.
"Aku kan liatin kamu, udah pasti aku mikirin kamu lah" lanjut Mufli.
"Ya tentang apa misalnya?" Tanya Vera yang makin penasaran dengan jawaban absurd Mufli.
Tapi Mufli hanya menggeleng dan mengedikkan bahunya. Lalu ia memutus kontak mata antara mereka dan sepersekian detik kemudian ia mulai celingukan panik ke kanan dan kiri.
Vera yang belum mengerti akan situasi yang terjadi hanya bisa menatap Mufli bingung.
"Pak saya turun disini" seru Mufli.
Vera yang mulai sadar ada yang aneh dari area disekitarnya hanya bisa tercengang. Ternyata mereka kelewatan. Entah bis yang mereka tumpangi keliru dan tak berhenti di halte biasa mereka turun atau mereka yang tidak sadar saat bis nya berhenti.
Mereka turun, tak perlu membayar karna saat naik tadi mereka sudah menempelkan kartu langganan bis ke tempat yang tersedia, jadi mereka hanya perlu membayar biaya bulanannya saja.
Vera mengedarkan pandangannya ke arah sekitar lagi saat mereka baru saja turun. Sepertinya mereka belum kelewatan jauh.
"Kita yang ga nyadar bis nya berhenti atau memang bis nya ga berhenti sama sekali sih?" Tanya Vera dalam perjalanan mereka kembali untuk pulang.
Itu kalimat pertama yang terdengar setelah beberapa lama mereka membisu. Lebih tepatnya termenung memikirkan jawaban dari pertanyaan 'bagaimana bisa mereka kelewatan?'
"Kayaknya emang ga berhenti, kalo berhenti pasti kita nyadar kalo udah sampai kan?" Jawab Mufli.
"Iya bener, berarti bukan kita yang salah" kata Vera.
Lalu sepersekian detik kemudian mereka serempak tertawa. Mungkin menertawakan kebodohan mereka sendiri, dan entah kenapa itu lucu bagi mereka.
Situasi yang tadinya dingin dan canggung kini mendadak mencair seiring dengan tawa mereka yang masih terdengar di sepanjang trotoar. Mufli bahkan sampai memegangi perutnya yang tegang.
Mufli melihat Vera yang masih tertawa dan sesekali mengusap sudut matanya yang mengeluarkan air. Perasaannya makin tak bisa dijabarkan dengan kata-kata.
Vera, perempuan pertama yang berhasil membuat tawanya pecah setelah ibunya. Tak ada wanita yang benar-benar masuk kedalam hidup Mufli hingga bisa membuatnya tertawa. Jadi Mufli sedikit aneh dengan perasaannya. Kenapa saat bersama Vera kebahagiaan itu terasa sangat mudah digapai?
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Him? [TAHAP REVISI!]
Teen Fiction"Kamu berubah ya Ra? Jadi lebih posesif sekarang. Kemarin-kemarin mereka kasih aku berbagai macam makanan kamu ga pernah keberatan tuh? Terus kenapa sekarang beda?" Suara Mufli terdengar kesal dan tatapan matanya pun menajam menatap ke arah Vera. "J...