Cklek...
Ardi mengunci pintu setelah kedua orang itu masuk ke tempat yang dititahkan oleh Ayah Juan, kamar Mufli.
Mufli langsung mengambil duduk di meja belajarnya dan Ardi memilih rebahan di ranjang Mufli.
"Masalah kita apasih?" Tanya Mufli memulai percakapan.
"Perkara kamu yang marah-marah gak jelas" jawab Ardi tak acuh seraya menatap lurus ke langit-langit kamar Mufli.
"Bukan gak jelas, tapi ada alasannya"
"Apa?" Tanya Ardi penasaran hingga mengalihkan pandangannya menjadi menatap Mufli walau masih dalam kondisi rebahan.
Mufli juga menatap Ardi, lalu tak lama setelah itu ia mengedikkan bahunya dan memutus kontak mata. Diperlakukan seperti itu tentu saja membuat Ardi kesal.
"Bangsat! Masalahnya gak bakal selesai kalo kamu gak cerita" kata Ardi yang mulai tersulut emosi.
"Masalahnya gak cuma di aku doang ya, situ juga pelototin aku tadi pas makan alasannya apa?" Tanya Mufli yang tak mau kalah.
"Kamu aja gak mau ngomong, terus kenapa aku harus bilang alasanku?"
"Biar masalahnya kelar! Biar kita bisa makan lagi, aku masih laper Di!"
"Kalo gitu kamu aja yang ngomong duluan, toh aku juga udah kenyang kok makan bareng Vera tadi"
"Ck. Ngakunya cari sepatu, eh ternyata lebih dari itu. Ke hotel juga gak tadi?"
Mendengar perkataan Mufli barusan, seketika kesabaran Ardi habis. Ia yang sedari tadi masih sabar dan masih meladeni Mufli seketika emosinya meluap hingga ia bangkit dari posisinya dan menatap Mufli tajam.
"Jaga mulut ya Muf! Kamu kalo cemburu gak usah pake acara cari gara-gara gak jelas! Main otot aja sekalian, kamu laki kan ya?!" Tantang Ardi dengan nada keras dan dada yang bergemuruh karna amarahnya.
Kata-kata Mufli memang sudah keterlaluan dan Mufli pun menyadari hal itu, namun nasi sudah menjadi bubur. Mulutnya terlanjur tak bisa ia filter karna emosinya yang tak teratur ketika mengingat adegan pelukan Ardi dan Vera diatas motor tadi.
"Oh, jadi kamu maunya adu jontos? Ayo!" Kata Mufli yang juga sudah emosi.
Akhirnya, terjadilah baku hantam di kamar Mufli. Kekuatan keduanya tidak beda jauh, walaupun Ardi suka olahraga tapi bukan berarti Mufli tak bisa mengalahkan Ardi karna sejujurnya Ardi dan Mufli sering nge-gym bareng dan Mufli sempat belajar tinju di gym tersebut.
Alhasil, kamar Mufli kacau karna cara mereka baku hantam yang tidak beraturan dan asal memukul saja hingga barang-barang banyak yang terkena pukulan mereka.
Mendengar banyak barang jatuh dari arah kamar Mufli, Bunda Lia langsung menyadari bahwa mereka sedang baku hantam didalam dan sialnya pintu mereka dikunci.
"Yah, dobrak yah. Anak kita berantem didalam" kata Bunda Lia pada Ayah Juan dengan nada cemas setengah mati.
"Mereka laki-laki Bun, wajar kalo mereka berantem gitu. Biarin aja mereka selesaiin masalah dengan cara mereka sendiri, toh mereka juga udah bukan anak kecil lagi" kata Ayah Juan seakan-akan tak acuh, padahal tujuannya agar Bunda Lia tak terlalu ikut campur masalah kedua anak mereka.
"Tapi cara mereka selesaiin masalah mereka salah Yah. Harusnya makin gede mereka makin bisa mikir dan ngomongin masalahnya baik-baik dengan kepala dingin. Ayah ini orang tua macam apa? Anaknya salah jalan kok dibiarin?"
"Remaja kayak mereka gini gak bakal bisa mengerti kalo belum menyesal Bun. Udah, mending kita tidur" Ayah Juan mencoba merangkul dan mengajak Bunda Lia kekamar agar tak memikirkan masalah anak-anak mereka, tapi Bunda Lia dengan segera menepis tangan suaminya dan menatapnya tajam dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Jadi Ayah memilih keras kepala gak mau dobrak ini pintu dan ngebiarin anak kita berantem didalam sampai mati? Oke, terserah! Bunda gak perduli. Tapi jangan coba-coba buat halangin Bunda ngebuka pintu ini dengan cara Bunda sendiri" kata Bunda Lia dengan suara yang meninggi.
Setelah mengatakan itu, Bunda Lia langsung beranjak setengah berlari ke dapur dan kembali lagi dengan membawa palu. Lalu Bunda Lia dengan sekuat tenaga memukul handle pintu dengan palu yang ia bawa hingga patah dan bisa dengan mudah di dobrak. Ayah Juan yang melihat itu pun hanya bisa terdiam dan tak berani berbuat apa-apa, takut jikalau istrinya bertambah marah padanya.
Pintu pun berhasil dibuka dan terpampang lah wajah keduanya dengan posisi yang seakan mau memukul satu sama lain tapi terhenti karna pintu yang tiba-tiba didobrak. Keadaan kamar hancur berantakan, buku-buku sudah bertebaran dilantai, tempat tidur sudah antah-berantah, dan yang pasti wajah keduanya sudah tak sama seperti semula.
Bunda Lia yang melihat itu langsung menghampiri keduanya di sisi tempat tidur dan saat melihat keadaan wajah kedua anaknya dari dekat, air matanya luruh seketika.
"Yaampun, mata kamu Di. Bibir kamu juga Muf...Astaghfirullah" Bunda Lia langsung terduduk lemas di ranjang Mufli seraya terisak.
Mufli dan Ardi yang merasa bersalah langsung berlutut di kaki Bunda Lia seraya menggenggam tangan Ibunya.
"Mufli gak apa-apa Bun, maafin Mufli" kata Mufli dengan wajah memelas dan sejuta rasa bersalah karna telah membuat sang ibu menangis.
Sedangkan Ayah Juan masih tetap di ambang pintu dan tak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Bukannya ia tak peduli, hanya saja ia memberikan sedikit ruang dan waktu bagi ibu dan anak itu untuk menyelesaikan masalah mereka yang makin runyam.
"Ardi yang salah Bun, maafin Ardi" kata Ardi yang juga merasa bersalah.
"Kalian berdua salah!" Kata Bunda Lia dengan suara bergetar karna masih terisak.
"I-iya Bun kami salah, maaf Bun, Bunda jangan nangis lagi ya?" kata Mufli akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Him? [TAHAP REVISI!]
Teen Fiction"Kamu berubah ya Ra? Jadi lebih posesif sekarang. Kemarin-kemarin mereka kasih aku berbagai macam makanan kamu ga pernah keberatan tuh? Terus kenapa sekarang beda?" Suara Mufli terdengar kesal dan tatapan matanya pun menajam menatap ke arah Vera. "J...