Part 6

648 10 1
                                    

Prilly menatap jaket Ali di dinding kamarnya. Harusnya hari ini Ali datang lagi untuk latihan, dan dia akan mengembalikan jaket itu ke pemiliknya. Tapi sampai jam segini, Ali belum juga menampakkan batang hidungnya.

Prilly meraih jaket itu, menghirup baunya, ternyata pewangi yang dipakaikan saat mencuci tak mampu melunturkan aroma parfum khas Ali.

Prilly memutuskan untuk mengembalikan jaket Ali sendiri tanpa harus menunggu pemiliknya datang. Dan kini dia sudah berdiri di depan pagar rumah ali. Menimbang nimbang sebentar. Lalu memantapkan langkahnya.

"Assalamu'alaikum,,,"

"Wa'alaikumsalam." Jawab suara dari dalam dibarengi dengan kemunculan mama Ali. "Eh, ada Prilly. Masuk Pril!"

"Terima kasih, tante." Prilly masuk dan melongok longokkan kepalanya. Orang yang dicari tak tampak sama sekali. Tingkahnya membuat kerutan di wajah mama Ali.

"Cari siapa Pril? Ali?"

"I.... iya tante. Alinya ada tidak?"

"Ada. Ali ada di kamarnya. Tapi Ali lagi sakit."

"Ali sakit?! Sakit apa tante?"

"Oh, cuma demam sama pilek aja. Mungkin karena kehujanan kemaren. Sekarang Alinya lagi tidur."

"Apa jangan jangan karena kemaren,," lirih Prilly tapi tak luput dari pendengaran mama Ali.

"Kemaren kenapa?"

"Oh, itu tante. Kemaren Ali..." Prilly menjelaskan soal kejadian kemaren. Dan ditutup dengan, "mungkin karena Prilly, Ali jadi sakit."

"Jangan punya pikiran seperti itu. Sakit itu kan rencana tuhan juga. Prilly juga hujan hujanan tapi tidak apa apa."

"Tapi kan jaket Ali di pinjamin ke Prilly. Bisa aja kan karena itu..."

"Bagus donk, Ali mau minjamin jaketnya ke Prilly." Potong mama Ali. "Itu artinya Ali punya rasa tanggung jawab sama perempuan. Tante pikir Ali yang pendiam adalah Ali yang dingin juga ke semua cewek. Ternyata tidak. Syukur deh."

"Jadi gak pa pa ya tan?"

Mama ali tersenyum. "Tidak apa apa. O iya, mumpung ada Prilly di sini. Tante boleh minta tolong?"

"Minta tolong apa?"

"Kebetulan tante ada urusan sebentar. Tante mau nitipin Ali ke Prilly boleh?"

"Mm,,, gimana ya, tan?"

"Boleh ya? Tante mohon!" Mohon mama Ali dengan wajah memelas.

"I,,, iya deh Tan."

"Prilly tenang aja. Ali nggak galak koq. Casingnya aja yang pendiam, misterius, tapi dia baik."

Prilly menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. Mama Ali juga tersenyum, lalu menarik Prilly ke sebuah pintu.

"Ini kamar Ali. Nanti kalo Ali bangun jangan lupa suruh dia makan ya? Tante sudah siapin bubur untuk dia."

"I,, iya tan." Gagap Prilly. Duh bagaimana ini? Dia tidak pernah masuk kekamar cowok. Masuk kekamar adiknya, Raja, saja tak pernah.

"Tante pergi yaaa," pamit Mama Ali, membuyarkan pikiran Prilly.

"Hati hati Tante."

Tinggalah Prilly sendiri. Bingung mau ngapain, Prilly memutuskan untuk masuk kekamar Ali. Dengan perlahan lahan mendorong daun pintu. Prilly mengendap ngendap memasuki kamar Ali.

Pandangan Prilly menyapu ke seluruh ruangan kamar. Tampak beberapa poster grup band di dinding kamarnya. Kamar ini tampak rapi. Barang barang di kamar ini terletak di tempat yang seharusnya. Begitu pula dengan gitar yang sering di bawa Ali dadan gitar gitar Ali yang lain tertata manis di sudut ruangan.

Prilly mendekati Ali. Menatap sejenak wajah Ali yang sedang tertidur pulas. Dalam tidurpun, cowok ini tampak misterius. Dengan takut takut Prilly meraba dahi Ali. Takut yang bersangkutan bangun. Masih panas, gumam Prilly.

Prilly memutuskan mengambil baskom berisi air dan handuk lalu mengompres dahi Ali. Mungkin dengan begitu panasnya akan turun, batin prilly. Namun gerakan Prilly membuat Ali sedikit menggeliat dan membuka matanya.

"Hai! Aku membangunkanmu ya?" Sapa Prilly.

"Kau? Kenapa kau ada disini?" Tanya Ali heran dengan suara yang sedikit berbisik.

"A.. aku disuruh mama kamu untuk jagain kamu. Soalnya tante lagi ada urusan katanya."

"Mama ada ada aja," gumam Ali sambil mencoba bangun dari tempat tidur. Tapi kepalanya yang terasa sedikit berdenyut, membuatnya meringis.

Dengan sigap Prilly membantu Ali bangun kemudian menyenderkannya di sandaran ranjang.

"Maaf ya, gara gara aku kamu sampe sakit gini." Prilly berdiri di samping ranjang Ali.

"Gara gara,,,, kamu?"

"Iya, karena kemaren..."

"Bukan salah kamu!" Potong Ali.

"Tapi, aku tetap saja merasa bersalah." Prilly meraih mangkuk bubur, menyekopnya sesendok, kemudian menyuapkannya ke mulut Ali.

Ali sedikit menghindar. "Aku bisa sendiri."

Prilly terkesiap. "Benarkah?" Bodoh! Kenapa dia bisa sampai senekat itu menyuapi Ali? Stupid! Stupid! Batin Prilly.

"Baiklah." Prilly menyodorkan mangkok buburnya ke Ali tapi malah mendapatkan penolakan dari Ali.

"Taruh saja dulu! Nanti aku makan."

"Hei, tapi mama kamu menyuruh aku untuk menyuruhmu makan saat kau bangun tidur."

"Iya. Pasti aku makan. Minum obat juga kan?" Ali menunjuk beberapa pil di atas piring kecil.

"Iya, tapi harus sekarang."

"Astaga! Kamu bawel banget ternyata."

"Apa?!" Prilly mulai kesal. Dia kesal Ali mengatainya bawel. Dia melengos dengan dongkol. Baru saja kakinya mencapai pintu, suara Ali menahannya.

"Tunggu! Kamu mau kemana?"

"Kemana lagi?! Jelas, aku mau pulang. Aku kesini juga cuma nganterin jaket kamu." Seru Prilly sambil menunjuk meja belajar Ali. Tempat dia meletakkan tas yang berisi jaket Ali.

"Tapi, bukannya mamaku menyuruhmu untuk menjagaku?"

"Bukankah kamu tak butuh bantuanku? Bukankah kau bisa melakukannya sendiri? Lagi pula kamu kan udah gede. Nggak perlu dijaga lagi kan?" Sinis Prilly.

"Tapi amanat tetap aja amanat. Bisakan kamu duduk tanpa melakukan apapun?"

"Hanya dengan menatapmu?"

"Tunggulah sampai aku benar benar butuh bantuanmu."

"Yang benar saja!"

"Duduklah!" Suruh Ali sambil tangannya menunjuk sofa di belakang Prilly. Mau tak mau Prilly pun menuruti perintah Ali. Karena janjinya pada mama Ali.

Cinta Tanpa KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang