Part 8

355 18 3
                                    

Hai, author balik lagi. Tadinya author memutuskan untuk tidak melanjutkan cerita ini, karena kurangnya dukungan. Namun berhubung mulai ada yang ngevote dan ngefollow akun ini, jadi author memutuskan untuk melanjutkannya. Terima kasih untuk reader yang udah ngevote dan ngefollow akun ini. Namun author gak bisa janji untuk sering sering update cerita karena sesuatu dan lain hal.

SELAMAT MEMBACA, READERS...

____________________________________

Prilly termenung. Masih melekat di benaknya kata kata Kaia siang tadi. Tapi kenapa? Kenapa dia sama sekali tdk mengingatnya. Setau dia, sejak kecil hanya punya satu sahabat. Sahabat yang sangat dia cintai. Bukan. Namanya bukan lagi sahabat jika saat ini status keduanya adalah sepasang kekasih.

Kevin. Adalah satu satunya orang yang ada di masa kecilnya kata mama. Meski dia tidak ingat persis bagaimana hubungan di masa kecilnya bersama lelaki itu. Namun kata mama, kevinlah orang itu saat ingatan abu abu datang menghampirinya tentang dia dan seorang anak lelaki yang sering main di rumah pohon.

"Koq, bengong Pril?"

Prilly menoleh. Mamanya tiba tiba ada di sampingnya.

"Ma, Prilly boleh nanya gak?"

"Nanya apa?"

"Kata mama, Kevin itu teman masa kecil Prilly. Tapi koq Prilly gak ingat yak?"

"Itu mungkin karena pikiran kamu udah full kali. Makanya memori masa kecil kamu terlupa begitu saja."

"Masa sih, Ma? Kan harusnya tetap ada meski itu hanya sepotong sepotong. Tapi, koq,,,??"

"Mana mama tau?! Udah ah, sana mandi! Baumu kecut."

"Ikh, mama,,,"

Mama Prilly menatap nanar kepergian Prilly. 'Maafin mama, Pril. Mama tidak ingin masa lalu kamu akan menghancurkan kamu lagi.' Batinnya sambil menerawang.

Semuanya masih tampak nyata, Semuanya masih sangat jelas di pelupuk mata Bunda Ully saat Prilly menangis ketakutan, menutup diri dari dunia luar. Bunda Ully cepat cepat menghalau pikirannya untuk tidak mengingatnya lebih dalam lagi. Karena pasti akan sangat SAKIT lagi rasanya, meski hanya dengan mengingatnya.

Bunda Ully hendak beranjak dari duduknya, namun urung saat melihat Kevin memasuki pintu pagar rumahnya.

"Kevin?"

"Malam Tante."

"Mari masuk Vin. Udah lama nggak kesini. Ayo duduk! Gimana keadaan mama papa kamu?"

"Alhamdulillah, mama papa sehat Tante."

"Oh, syukur kalo begitu. Mau ketemu Prilly ya?"

"Iya Tante. Prillynya ada?"

"Ada koq di dalam, Tante panggilin dulu ya, sekalian bikin minum. Mau minum apa?"

"Oh, nggak usah repot repot Tan, Kevin nggak lama koq, cuma mau ketemu Prilly bentar doank."

"Ooh, kalo gitu Tante tinggal dulu ya. Mau panggilin Prilly."

"Iya Tante."

Tak lama suara khas Prilly terdengar sinis di telinga Kevin.

"Ada apa kesini?"

"Kamu masih marah?"

"Udah tau, nanya! Udah deh Vin, aku kan udah bilang, kamu bisa datang kesini kalo kamu mau bilang alasan kepergian kamu waktu itu."

"Tapi aku kangen kamu, Pril."

"Stop Vin! Aku nggak ingin dengar apapun dari kamu selain satu hal itu. Jadi berhentilah untuk mencoba merayuku."

"Pril,,,"

"Aku harus mengerjakan tugas tugas sekolah, kalo tidak ada hal yang mau di omongin lagi, silahkan pintunya ada di sebelah sana." Usir Prilly terang terangan.

"Kamu ngusir aku?"

"Menurut kamu?"

"Ok, ok... Tapi nanti aku akan datang lagi."

"Silahkan! Datanglah dengan satu hal itu." Sinis Prilly.

Kevin menatap Prilly dengan tatapan nanar, tapi Prilly bersikap masa bodoh dan malah berlalu begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Tanpa KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang