Nana pernah membaca di twitter ada yang mengatakan terdapat kode etik tidak tertulis kalau kita tidak boleh menghadiri pernikahan mantan. Masalahnya, pertama Rangga bukan mantannya. Mereka hanya pernah saling jatuh cinta, tapi tidak pernah bersama. Kedua, hubungannya dan Rangga baik-baik saja sampai saat ini. Jadi rasanya tidak pantas kalau dia mengabaikan undangan Rangga hanya karena patah hati sepihaknya.
Karena itu, di sini lah dia berada, berhadapan dengan pengantin wanita yang memandangnya cukup intens. Merasa kurang nyaman, Nana memberi ucapan selamat secara singkat sebelum bergeser ke hadapan Rangga.
"Happy wedding, Kak Rangga. Semoga langgeng sampai maut memisahkan."
"Amin. Makasih ya, Na, udah luangin waktu buat datang."
Nana hanya tersenyum kecil sebelum kembali bergeser, memberi ruang untuk Joji--partner kondangannya malam ini--untuk bergantian memberi selamat. Setelah itu, Joji menggandengnya turun dari pelaminan.
"Kita langsung balik kamar apa makan dulu?" tanya Joji
"Minum aja kali ya, Ji, abis itu balik."
"Ya udah biar gue yang ambil minum, lu tunggu sini aja."
Nana hanya mengangguk. Setelah Joji pergi, dia hanya berdiri seperti orang hilang. Di antara banyaknya undangan, rata-rata tidak ada yang dikenalnya.
"Nana."
Nana menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Di salah satu meja tidak jauh dari tempatnya berdiri, dia melihat Dewa yang dia kenali sebagai teman Rangga melambaikan tangan ke arahnya, mengisyaratkan dia untuk mendekat. Saat Joji sudah datang dengan dua gelas minuman di tangannya, Nana mengajaknya menghampiri meja Dewa dan teman-temannya.
"Hai Kak Dewa, long time no see."
"Hai Na, ayo duduk." Dewa mempersilakan Nana dan Joji untuk duduk bergabung dengan mereka. Nana menurut, mengambil tempat di samping Dewa, sedangkan Joji di sebelahnya.
"Hai Eko, hai Dimas." Nana tersenyum menyapa Dimas dan Eko yang juga satu meja dengan mereka. Dimas balas tersenyum, sedangkan Eko hanya menatapnya datar.
"Pacar kamu?" tanya Dewa sambil menunjuk Joji
Nana menggeleng. "Bukan. Kenalin ini Joji, temen sekaligus bos aku. Ji, ini temen-temennya Kak Rangga."
Joji menyalami ketiga teman Rangga dan memperkenalkan diri. Setelah itu mereka hanya mengobrol basa-basi yang lebih didominasi pembahasan soal pekerjaan.
"Kalian berdua nginep di mana?" tanya Dewa
"Di hotel ini, Kak. Sengaja biar nggak capek."
"Balik ke Bali kapan?"
"Besok siang."
"Cepet banget. Nggak mau nambah hari? Udah lama juga kan kamu nggak ke Jakarta?"
"Sama Pak Bos nggak boleh lama-lama," ujar Nana bercanda sambil menunjuk Joji.
Joji hanya tertawa mendengarnya. Tangannya mencubit gemas pipi Nana membuat perempuan itu merengut. Pemandangan itu membuat Eko mengernyit, menurutnya interaksi mereka terlalu dekat untuk ukuran rekan kerja atau teman sekalipun. Kernyitan di dahinya semakin dalam saat tangan Joji merangkul dan mengusap lengan telanjang Nana yang sepertinya kedinginan.
Semua orang di meja menatap Eko yang berdiri hingga menimbulkan suara deritan kursi yang cukup keras.
"Gue ke nyokap dulu ya," pamit Eko dan berlalu pergi tanpa menunggu jawaban.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nana pikir malam yang tidak menyenangkan ini akan segera berakhir, tapi nyatanya dia salah. Dia berencana kembali ke kamarnya dan sedang menunggu Joji yang ke toilet, namun siapa sangka dia berpapasan dengan orang tua Rangga. Nana merasa canggung dan ingin pergi, namun demi norma kesopanan, dia menyapa keduanya yang hanya dibalas oleh Ayah Rangga, sedangkan ibunya diam saja sambil memandangnya tajam.
"Makin cantik ya kamu. Kayaknya makin bahagia abis ninggalin Rangga. Syukur deh, soalnya Rangga juga udah bahagia sekarang. Akhirnya dia nemuin perempuan yang beneran sayang sama dia."
Nana menunduk dan mengigit bibir mendengarnya. Rasanya ingin menangis saja. Dulu hubungannya dengan keluarga Rangga sangat dekat. Ibu Rangga begitu baik dan hangat kepadanya, selalu menatapnya dengan penuh kasih. Tapi sekarang yang dia dapatkan hanya tatapan kekecewaan. Nana sadar dia layak mendapatkannya, tapi tetap saja hatinya berdenyut sakit.
"Ma, udah," tegur Ayah Rangga yang dibalas delikan oleh istrinya.
Mengalihkan tatapan pada Nana kembali, Ibu Rangga melanjutkan ucapannya. "Tante nggak habis pikir kamu bisa tega ninggalin Rangga gitu aja, padahal tante sangat tau gimana dulu Rangga cinta banget sama kamu. Sekarang setelah Rangga udah bahagia, bisa-bisanya kamu balik ke kehidupan dia lagi."
Nana bisa merasakan air matanya yang menetes padahal dia sudah berusaha menahannya sekuat tenaga.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Eko berencana kembali ke tempat acara pernikahan kakaknya setelah keluar sebentar untuk merokok. Dia menghentikan langkahnya saat melihat kedua orang tua Rangga bersama Nana. Dia tidak bisa mendengar percakapan mereka, namun dia bisa melihat Nana yang berusaha menahan tangisnya. Awalnya dia tidak ingin peduli, tapi saat melihat air mata Nana, kakinya seolah bergerak sendiri mendekat.
"Om, tante, tadi dicariin mama, katanya siap-siap buat foto keluarga," ucap Eko saat sudah sampai di dekat orang tua Rangga.
"Oh iya? Ya udah om sama tante masuk dulu. Ayo, Pa." Ibu Rangga melirik tajam pada Nana sekali lagi sebelum menggandeng suaminya kembali ke tempat acara.
Eko memandang kepergian orang tua Rangga sebelum mengalihkan tatapannya pada Nana yang sedang mengusap sisa-sisa air matanya. Tanpa kata dia memutuskan untuk pergi.