EYES MEET

32 3 9
                                    

Hello yeorobun, aku balik lagi dengan chapter baru
Hope u like it✨
Jangan lupa vote dan review ya☺️ Thank you. Happy Reading!💜❤️

Awan-awan hitam masih setia menghiasi langit pagi ini, dapat terdengar dengan jelas rintik hujan yang jatuh menerpa bumi. Dibalik selimutnya dia tersenyum, tidak akan ada teriakan yang akan dia dengar hari ini karena hujan membuat segala sesuatu di dunia terasa lambat. Namun dia tau bahwa semua pemikiran singkat yang muncul disaat kedua mata dan otaknya masih terlalu lelah tidak akan pernah menemukan hasil yang memuaskan. Kenyamanannya mulai terusik ketika suara seseorang yang sangat dia kenal memasuki kamarnya.

"Hei anak pemalas, apa kau tidak pergi ke sekolah?" Sebuah pertanyaan terlontar dari seorang wanita paruh baya itu terdengar jelas di telinganya.

"Aaa.. ibu kenapa membangunkanku? Ini masih pagi, dan lihatlah di luar sedang hujan, kepala sekolahku pasti mengerti." Dengan sedikit kesal dia menjawab pertanyaan ibunya.

"Dasar kau ini! Bagaimana bisa seorang guru semalas ini? Ibu tidak mau tau kau harus bangun dan mandi sekarang juga!" Dia merasakan kehangatan selimutnya sedikit demi sedikit hilang seiring dengan suara teriakan yang lebih keras dari sebelumnya. Disaat itu juga berakhirlah sudah semua keinginannya untuk berkencan dengan si tempat tidur kesayangan. Mata yang belum sepenuhnya terbuka membuat langkah malasnya sedikit terhuyung, dengan gerakan lambat dia langsung meraih sebuah handuk dan segera menyelesaikan rutinitas pertamanya setelah bagun tidur. Tiga puluh menit berlalu, jam sudah menunjukan angka 07.30, dia sudah lambat untuk pergi ke sekolah sekarang, dengan gerakan yang terbilang cepat dan lihai, dia memoleskan sedikit make up di wajahnya sebelum melangkah pelan menuju teras.

"Hah...kapan hujannya berhenti?" Gumamnya pelan seraya melihat banyaknya awan hitam dan rintik hujan yang enggan pergi.

"Andrea, pakailah jas hujanmu! Jika tidak ingin terlambat."

"Tapi bu, aku paling tidak suka memakai jas hujan, itu akan merusak make up ku." Seketika dia merasakan pukulan pelan tepat di dahinya.

"Dasar anak nakal! Apa kau hanya memikirkan make up mu? Cepatlah pakai jas hujanmu dan berangkat sekarang!"

"Ssshhh...baiklah - baiklah ibu ratu." Akhirnya dia menyerah dan memilih untuk menuruti ibunya, tidak akan ada kesempatan untuk memenangkan perdebatan jika itu sudah dengan ibunya. Terkadang dia merasa bahwa ibunya lebih cocok menjadi seorang jaksa penuntut umum dibandingkan seorang guru sekolah dasar. Ibunya selalu berusaha mempertahankan semua pendapatnya dan bahkan tidak mau mengalah sampai dia mengikuti semua keinginannya. Bahkan disaat dia berusaha mencari sebuah alibi, ibunya selalu menemukan cara untuk menghadapinya. Tetapi terlepas dari itu semua, seorang Andrea Putri sangat menyayangi sang ibu, dia percaya bahwa semua hal yang ibunya lakukan sekarang adalah bentuk dari sebuah didikan yang akan berguna bagi dirinya di masa depan. Mungkin jika sang ayah masih menemaninya di dunia ini akan melakukan hal yang sama seperti sang ibu.

"Ibu aku berangkat! I love you" Ucapnya sedikit berteriak memanggil sang ibu.

"Iya hati-hatilah di jalan!" Balas sang ibu sambil melambaikan tangannya.

Tepat pukul 08.00 Andrea sampai di sekolah, waktu yang ditempuh menjadi lebih lama sepuluh menit karena dia harus sangat berhati-hati di jalanan yang basah dan sedikit licin. Dengan langkah pelan dia menuju ke ruang guru yang terletak di sudut timur sekolah. Untuk hari ini dia sedikit kesal mengenai tata letak ruang guru yang sangat jauh dengan tempat parkir sepeda motornya, dia masih tidak bisa membuka jas hujan nya dan harus berjalan kurang lebih seratus meter lagi.

"Astaga... kenapa ruang gurunya jauh sekali! Dan kurasa aku sudah banyak mengeluh hari ini!" Gumamnya pelan. Seiring dengan langkahnya, aroma hujan yang sangat khas menyapa indra penciumannya, satu hal yang dia baru sadari yaitu suasana sekolah masih sangat sepi dan hanya terlihat beberapa siswa berada di dalam kelas karena hujan yang tak kunjung reda. Setelah beberapa meter berjalan dia akhirnya sampai di tempat tujuan, dengan kedua mata sipitnya dia mengedarkan pandangannya guna mencari keberadaan guru -guru lainnya. Sungguh ibunya sangat berlebihan, bahkan saat ini dia adalah guru pertama yang tiba di sekolah. Dia membuka jas hujannya sembari sedikit merapikan penampilannya di depan sebuah cermin besar yang memang sengaja disediakan untuk para guru dan staf saat di sekolah ketika ingin melakukan hal sama dengan dirinya sekarang. Saat sedang asyik menatap bayangannya di cermin, tiba - tiba dia mendengar seseorang memanggil namanya dengan kencang.

ForeignerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang