09. The Dark Truth

447 119 16
                                    

Kedua kelereng terus berputar, saling berkejaran di piringan cekung di atas meja kerjanya. Tuan Shin di masa depan tengah duduk bersandar di kursi dalam suatu pondok. Jempol dan jari telunjuknya meremas cerutu yang dibakarnya, sehingga asap putih mengepul segera setelah ia hembuskan.

Begitu kelereng berhenti bertabrakan, dia bangkit dan berjalan ke luar pondok yang sudah lama tidak digunakan. Dia berjalan melewati rerumputan untuk mencapai menara yang berada di belakang mansion. Sesampai di depannya, ia menarik pintu bawah tanah di sebelah menara tanpa kesulitan. Sebuah jalan pun tampak, itu membentuk pijakan yang semakin turun ke bawah.

Dengan bantuan cahaya bulan, ia turun ke bawah sana. Di sisi tangga yang dipijaknya terdapat pipa besi nan besar terbelah dua, minyak dan arang ditampung di dalamnya. Puntung cerutunya yang masih menyala dilempar ke dalam wadah tersebut. Lorong gelap gulita itu pun langsung diterangi oleh api yang menyala di sepanjang sisi tangga.

Bau arang dan minyak tanah melebur menjadi satu, tetapi Tuan Shin tidak bergeming seolah sudah terbiasa pergi ke bawah tanah. Ketika dia menginjak anak tangga terakhir, di sebelah kanan ada sebuah ruangan luas. Di dalamnya ada lemari berisi buku-buku tua dan berbagai senjata disematkan di dinding. Mulai dari senapan dua peluru, panah, pedang, kapak, rantai dan lain-lain tersedia di sana. Tak hanya itu, gulungan peta kuno di atas meja dan tenunan bergambar naga memakan ekornya sendiri juga menghiasi dinding ruangan.

Tuan Shin membuka dan melihat secara teliti isi laci-laci di bawah lemari. Di dalamnya ada koleksi barang-barang yang tidak masuk akal dan tidak berhubungan. Mulai dari album, kaset pita, perhiasan hingga sebuah foto tua membuatnya berhenti. Itulah benda yang dicarinya.

Singkat cerita, dia sudah kembali ke kamar Elijah yang sedang tertidur pulas setelah menangis. Sebagai ayah yang baik, Tuan Shin tetap berusaha dengan memberinya perhatian. Karena itu, dia mengetuk pelan tiang ranjang milik sang anak sampai anak gadisnya itu perlahan membuka mata.

"Ayah benar-benar minta maaf." Dia menggeser secangkir teh panas di atas meja di sebelah putrinya dan berkata, "Minumlah, dan ceritakan apa yang terjadi."

Pengampunan ditanamkan di hati Elijah, ia menerima teh yang dihidangkan dan menyesapnya pelan-pelan karena panas. "Aku pergi ke rumah sakit dua hari yang lalu dan Jaehyun.. dia.."

Merasa sedikit menyesal atas ketidaksetujuannya, sang ayah menunduk sambil memikirkan sosok Jaehyun yang sudah lama tidak berbicara dengannya. Tapi selain itu, ia juga memikirkan kenangan yang dia miliki dengan putrinya, dan dia merasa sedikit sedih tentang hal itu. Tuan Shin mengedipkan mata sekali lalu menarik napas seraya membuangnya dengan kalimat yang dikeluarkan dari mulutnya.

"Apakah kau ingat dongeng yang dibacakan untukmu ketika kau masih kecil?"

Elijah memiringkan kepalanya untuk mengingat kembali ingatannya yang hampir terkubur. Namun dia beranggapan kalau ayahnya masih berusaha membujuknya seperti anak berusia lima tahun. "Berhenti menghiburku, Ayah. Aku bukan gadis lima tahun lagi, pacarku--"

Sang ayah menyodorkan sebuah foto lama yang ditemukan tadi, "Kau selalu penasaran akan wajah ibumu, kan?"

Jelas foto tersebut memperlihatkan dua orang muda yang sedang tersenyum membawa karangan bunga mawar, sepertinya mereka sedang merayakan sesuatu. Yang satu adalah laki-laki, yang lain adalah seorang perempuan.

Elijah tidak mengerti, jadi dia menahan susunan kata di dalam benaknya seperti menurunkan jangkar kapal, sambil meraih buku dan foto itu.

Tuan Shin menyelesaikan kalimat putri tunggalnya, "Itu aku dan ibumu."

Memperhatikan dengan seksama wajah sang ibu di foto tersebut, tanpa sadar Elijah menarik sudut bibirnya karena rasa penasarannya telah terkuak.

"Permisi," sambung sebuah suara milik laki-laki lain, yang baru saja datang tanpa diundang. "Maaf telah memotong waktu kalian."

BELDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang