17

928 137 39
                                    

Hidup memang sebercanda itu, ya itulah yang dipikirkan Anne dalam beberapa bulan yang lalu. Mahligai cintanya begitu rumit, dipenuhi oleh air mata dan nestapa yang luar biasa menyesakkan. Kemudian ditampar fakta bahwa orang kepercayaannya tidak sebaik ekpektasinya. Namun, banyak hikmah yang Anne petik di semenjana belenggu laranya selama ini. Anne belajar bahwa cinta bukan hanya tentang selalu bahagia, tetapi perihal bagaimana hati mampu guna percaya kendati ada ombak setinggi awan yang menghantam hubungan cinta itu.

Cinta laksana ujung mata tombak yang memiliki dua sisi. Bisa begitu memabukkan atau bahkan memberi kesakitan. Namun, cinta tetap suatu hal yang akan menjadi hal sakral di dalam hidup Anne. Cintanya kepada Veeno adalah bahagianya yang telak tidak terbantahkan.

"Yasmin, bisa nggak tolong mama? Bangunin papa sama kak Sena ya..."

Menepuk apronnya, wanita yang kini memangkas surai dengan potongan  sebahu itu berjalan mendekat pada anak gadisnya yang duduk di kursi sembari menyantap sereal. Sosok bernama Yasmin itu menoleh lantas mengangguk. Labiumnya terbentuk kurva tatkala sang mama mengasak rambutnya. Dia menurunkan sendok dan memaku atensi pada mamanya.

"Okay mama," Jawab Yasmin. Lekas turun dari kursi dan berjalan naik ke lantai atas.

Yasmin Putri Rahardyanto adalah suatu berkah bagi Anne. Seorang anak yang lahir satu tahun setelah rujuknya Anne dan Veeno. Kelahiran Yasmin kembali melengkapi tatanan mahligainya bersama Veeno. Walau impresi lampau tidak akan pernah bisa hilang, bahwasanya harusnya rumah mereka dilengkapi dengan adanya tiga anak yakni Daven yang barangkali sudah beranjak remaja.

Mendadak sudut mata Anne mulai menitikkan air mata. Dia tumpukan kedua tangan dipantry.

"Daven, di sini mama selalu rindu sama kamu. Do you hear me, dear? We always love you, Daven." Lirih Anne.

Tidak lama tangan kekar melingkar tepat dipinggang Anne. Siapa lagi kalau bukan Veeno. Veeno sudah berada dibelakang Anne, memeluk seraya menyandarkan kepala dibahu Anne.

"He's always with us, our angel. He's the one who we want to meet first when we die. God with him, Anne. Daven is not alone." Ujar Veeno. Dia mengecup pipi Anne, merekahkan labiumya —memberikan senyuman khas bangun tidur yang selalu Anne dapati tujuh tahun kebelakang.

Anne mengulurkan tangan, kontan mengusap surai Veeno. "I love you,"

"Love you more." Jawab Veeno lalu mengecup bibir Anne sekilas. Tepat saat Yasmin dan Sena turun. Tentu itu mengundang perhatian kedua anaknya.

"Wow, it's so romantic." Kekehnya Sena.

Veeno menoleh. "Iyadong. Orang tuanya siapa dulu." Melepaskan pelukannya pada Anne kemudian menghampiri Sena dan Yasmin.

" Melepaskan pelukannya pada Anne kemudian menghampiri Sena dan Yasmin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Sena)

(Sena)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Paradigma[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang