Selamat membaca~______________________________
Memang, banyak yang mengatakan kalau prinsip hidup dan juga sudut pandangku itu terlalu rumit. Terlalu, tidak bisa di sederhanakan. Bahkan Alberto, teman terdekatku, dia masih tidak bisa menyederhanakan apa yang selama ini menjadi kerumitanku dalam berkomunikasi pada dunia.
Tapi Lucunya, Pak Laksamana justru menjadi orang yang di kecualikan. Dia bisa menyederhanakan kerumitanku dengan begitu mudah melalui sudut pandangnya. Sungguh, kalau boleh jujur, aku tidak terlalu menyukai bosku satu ini. Dia cerdas dan pandai membalikkan perkataan orang. Dan bahkan, sampai saat ini, semua penolakanku dia sederhanakan menjadi sebuah ajakan yang aku yakin-jika aku lemah iman-aku akan mengiyakan detik itu juga.
"Maaf Pak, sekali lagi saya tidak bisa." Tolakku, saat Pak Laksamana masih tetap berusaha meyakinkan kalau dia bersungguh-sungguh dengan lamarannya.
Aku menelan ludah, memberi jarak satu langkah ke belakang untuk menjaga jarak aman. Kami sempat terlibat dalam situasi canggung tadi. Dimana pak Laksamana, secara refleks menahan kepergianku dengan meraih lenganku dalam sebuah genggaman. Ew, aku bukan pencinta drama roman picisan. Jadi, gerakan tadi terlalu lebay untuk di cerna.
"Kamu bisa memikirkannya dulu, Kumari. Tidak perlu terburu-buru. Tapi saya berharap, kamu bisa menerima lamaran ini."
Aku membuang nafas kesal. Jelas, percakapan ini akan terus berujung sengit jika tidak segera di usaikan. Mungkin juga, dengan amat sangat terpaksa, aku harus mengutarakan kelancanganku dengan risiko di pecat esok harinya.
"Apa yang akan saya dapat setelah menerima lamaran ini?"
Dalam seperkian detik, aku bisa melihat keterkejutan di mata pak Laksamana. Meskipun begitu, pria di depanku selalu bisa menutupinya dengan baik. Alih-alih merasa tersinggung, Pak Laksamana justru memberikan senyum simpul yang sangat memesona.
"Sebuah keluarga dan kesetiaan saya."
"Hanya itu?"
Pak Laksamana mengangguk mantap. Benar, seharusnya aku tidak bertanya kelanjutannya. Jelas, Pak Laksamana tidak perlu lagi membahas mengenai harta. Dia pria kaya. Dari segi mana pun, Pak Laksamana adalah tipe pria yang akan di gilai semua wanita. Kaya, tampan, rendah hati dan juga pintar. Paket komplit istilahnya.
"Pak Laksamana, perlu bapak tahu, saya benar-benar tidak memiliki apa pun selain tubuh saya. Jadi, pun jika saya menerima lamaran ini, saya hanya bisa menawarkan tubuh saya untuk bapak."
"Atau, cinta dan pengabdian seorang istri kepada suaminya." Jawab Pak Laksamana, cepat. "Kamu bisa menawarkan hal itu pada saya, Kumari. Itu lebih dari cukup."
"Sayangnya, saya juga tidak bisa."
"Karna kamu tidak mencintai saya?"
"Bapak Juga tidak mencintai saya, bukan?"
Legang sejenak. Pak Laksamana tidak langsung menjawab.
"Berhenti untuk merendahkan diri kamu sendiri, Kumari. Kamu wanita istimewa yang di cari semua orang."
Aku terkekeh, di cari semua orang?
"Kalau benar apa yang Bapak maksud, pasti hidup saya tidak akan sesusah sekarang. Tapi lihat, saya bahkan masih bekerja banting tulang sampai saya lupa jika saya adalah perempuan."
Aku menghembuskan nafas, mendadak udara dingin dari ac yang menyala membuat paru-paruku terasa perih. Cepat-cepat, sebelum Pak Laksamana menyadari kegelisahan yang aku rasakan, aku memalingkan wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK-MU LAKSAMANA [UP SETIAP JUM'AT]
Fiksi Umum[UPDATE SETIAP JUM'AT❗❗❗] Menjadi dewasa bagi Kumari terlalu banyak hal terasa menyebalkan. Salah satunya adalah rasa ketidak percayaan dirinya. Apalagi, di tengah-tengah polemik hutang yang terasa mencekik nafasnya, Percintaan justru hadir sebagai...