oleh : Hana Soraya
Menjenguk Bapak Dodo tiga kali, menangis tiga kali.
Sekuriti bioskop mungkin sudah bosan menertawakan wajah sembabku yang hancur berantakan karena puas menangis di dalam studio. Pasalnya, sudah tiga kali aku nonton film yang satu ini. Tiga kali pula perasaanku diobrak-abrik seperti roller coaster yang membuat seisi hatiku berantakan. Padahal aku sendiri sudah belasan bahkan puluhan kali menonton versi korea dari film berikut, tetap saja keseluruhan ceritanya bisa memeras habis air mataku layaknya si cengeng yang gila.
Yang pertama, bersama temanku, dengan challenge "yang nangis duluan harus traktir makan". Karena aku adalah seorang pelit nan kikir, jadilah berusaha keras menyuruh amigdala otakku berhenti beroperasi, mencoba berakting seperti apatis tanpa emosi, aku menyembunyikan kesedihan yang membuncah di dada dan berusaha untuk cuek dengan sekitar yang sudah tenggelam dalam lautan air mata bahkan beberapa diantaranya sudah histeris sesenggukan terlalu terbawa suasana.
Aku memang tidak menangis saat menonton untuk yang pertama kalinya. Selain karena challenge bodoh bersama temanku, aku tidak menangis karena aku menutup mata beberapa kali dan tidak terlalu fokus pada filmnya karena aku tidak mau terbawa suasana lalu jatuh perasaan, tumpah air mata dan kalah seketika. Maka, aku datang untuk yang kedua kalinya, kali ini sendirian, dengan niatan menikmati keseluruhan film sepenuhnya. Tanpa membuang waktu, sepulang kerja, langsung kubeli satu tiket di pojok paling ujung, masih banyak bangku yang kosong belum bertuan, mungkin karena ini adalah hari kerja dan belum liburan? Aku tak mau berlarut memusingkan hal itu, langsung saja masuk ke studio setelah mengantongi popcorn mahal khas bioskop dan sebotol air mineral yang harganya lumayan tak masuk akal. Beberapa orang melihatku keheranan, wajar saja, di sini masih terasa aneh saat melihat orang berjalan sendirian, mereka mungkin mengira aku tak punya teman. Lagi-lagi tak ku pusingkan, aku hanya ingin fokus menikmati filmnya saja. Sungguh, kali ini aku menikmati setiap detik dari filmnya dengan sungguh-sungguh, menangkap setiap gerakan di layar dengan sungguh sungguh, memahami setiap dialog yang ku dengar dengan sungguh sungguh. Kali ini, barulah aku tahu betapa tidak becusnya para asisten di kediaman Wibisono, entah itu pada tragedi kematian Bonnie maupun sang putri manja. Barulah aku melihat betapa lebih asiknya para sipir penjara dibandingkan polisi yang main hakim seenaknya. Barulah aku tahu kalau yang berkuasa bisa mengendalikan segalanya (sudah tahu sih, aku hanya ingin mengolok pihak yang bakalan tersinggung saja). Dan yang terpenting, aku melihat bagaimana pada akhirnya kebaikan yang dilakukan akan membawa banyak kebaikan pula pada kita (meskipun tidak datang secara langsung, tetap saja itu hal yang baik (Implementasi dampak dari pengorbanan yang dilakukan Dodo terhadap Kartika). Di kali yang kedua ini, aku benar benar menikmatinya, berlarut dalam kesedihan hingga tak sadar kristal bening sudah terkumpul di pelupuk mata. Aku langsung tersedar tepat setelah air mata pertamaku jatuh, dengan segera aku menghapusnya, malu rasanya. Mencoba mengalihkan perhatian, saat scene sinematografi memutari Dodo dan Kartika dewasa di persidangan, aku ikut memutar kepalaku, membiarkan mataku mengitari seisi ruangan dan mendapat pemandangan haru-romantis antar pasangan yang saling berpelukan. Bukan hanya satu-dua orang! tapi hampir semua orang yang didominasi dengan para muda mudi yang saling memadu kasih saling berpelukan dan menenangkan satu sama lain. Melihat banyaknya yang menangis, aku kemudian tak segan lagi untuk bergabung bersama mereka, menangis dan membiarkan air mata membasahi pipi. Entah karena apa aku menangis begitu khidmat, apakah benar karena filmnya atau cemburu karena menjomblo dan tidak punya orang yang bersedia menenangkan tangisku.
Kali ketiga, dan aku yakin sekali ini tidak akan menjadi yang terakhir kalinya bagiku untuk menjenguk bapak Dodo di penjara karena aku selalu kangen dengan suasana penjara, bahkan meskipun ada aura mencekam setiap kali mendengar gema teriakan "Telaso" yang sudah pasti diteriakkan oleh Okto, si Hulk yang temperamen. Penjara satu itu bisa terus membuatku rindu. Aku tidak tahu alasan pastinya, namun bisa kupastikan bahwa wibawa dan wajah tampan Bapak Sanusi lah alasan terbesarku ingin terus kembali ke sana. Aku serius, aku tidak sedang bercanda seperti anak-anaknya Om Forman yang selalu melawak di setiap nafasnya. Di kali ketiga ini, aku lebih fokus ke komedinya yang super duper cocok dan nyambung banget sama selera humorku! Meskipun aku kesal banget sama si Yunus bewok yang ngeselin, bawel dan galak, tapi si gepeng alias Atmo bisa nyeimbangin aura ngeselinnya si bewok dan bikin suasananya malah seru! terus si ganteng Om Jaki yang pemberontak tapi seringnya malah pasrah sama keadaan, hahaha! eh, si shaker juga lucu tuh, paling muda sih, jadinya waker paling sering jadi korban bullyan abang-abangnya. Dan yang paling disayang semua penonton, tentu aja om Jancuk! ini bisa banget kalau mau dinobatkan sebagai film komedi tipis tipis yang ngakak abis! Meskipun unsur lucunya seru sekali, tetap nggak menghilangkan plot sedih dan haru yang masih mendominasi. Seimbang yang sempurna!
Dari teks diatas sepertinya bisa disimpulkan kalau karakter favoritku adalah Bapak kepala sipir penjara Mahameru, si tampan yang gagah berwibawa, Hendro Sanusi. Meski diawal sempat sedikit membenci beliau karena adegan memukul Dodo yang polos dengan beringas, namun pengembangan karakternya sangat menakjubkan! Bukan hanya aku saja, sepertinya semua penonton sangat puas dalam proses dimana ia akhirnya memahami bahwa sangat tidak masuk akal untuk seseorang yang tidak mempunyai insting membunuh sama sekali bisa mendapatkan tuduhan yang sangat kejam itu. Terima kasih untuk siapapun yang memilih Denny Sumargo untuk ini, aku tidak bisa memikirkan siapa orang yang lebih tampan lagi untuk berlakon sebagai pak Sanusi.
Setelah ini kuharap tidak ada yang kaget kalau aku bilang aku menyayangi para penjahat di penjara. Maksudku mereka! Mereka itu loh. Maksudku, para Napi yang lebih bisa membuka mata dan bisa melihat sesuatu secara meluas dan lebih berpikiran terbuka daripada orang-orang berpendidikan yang suka mengambil kesimpulan seenaknya saja. Semua penghuni sel nomor 7 adalah pelawak berkedok penjahat. Di awal sudah ku ceritakan sedikit tentang mereka, dan akan ku bahas sekali lagi di sini. Indro sebagai aktor senior yang berperan sebagai Om Japra alias Foreman (kalau kata Yunus sih, Foreplay!) sama sekali nggak terlihat seperti penjahat kelas kakap apalagi ketua gangster hebat, apalagi kalau beliau sudah berhadapan sama Ika. Yang bisa kulihat dari sorot mata dan gesturnya hanyalah seorang yang penuh tanggung jawab dan selalu menepati janji, bahkan saat Dodo minta 'anak' sekalipun, ia bisa sanggupi, hahaha! Penghuni lainnya tak kalah menggemaskan. Bewok yang selalu sewot, Gepeng yang tak pernah beruntung, Jaki yang sayang anak istri dan si Bule kelewat pinter. Mereka berlima adalah paket komplit yang akan membuat kalian tertawa. Di luar geng gengan mereka pun masih ada yang ku suka, Okto namanya, pria kasar musuh bebuyutan Japra. Okto memang kasar tapi ia bukan antagonisnya, pada akhirnya Okto ikut bergabung dengan seluruh Napi penjara yang menyayangi Dodo. Aku tersentuh saat layar menunjukkan Napi yang bertepuk tangan dan berdiri bersama, menandakan bahwa mereka ada di pihak Dodo yang tak bersalah. Aku tidak tega jika harus menceritakannya pada kalian. Maksudku, kalian seharusnya melihat mereka secara langsung dan bukannya hanya mendengar dariku saja! Pergilah dan jenguk Bapak Dodo sekarang. Para Napi itu akan menyambutmu dengan candaan yang mengocok perut. Tidak percaya? Telpon saja Maddona dan tanyakan kenapa namanya Maddona :D
Memperkenalkan mereka satu persatu secara singkat memang tidak akan memuaskan kalian, namun aku yakin sekali ini akan membantu kalian untuk mengenal mereka dengan lebih baik!
Menulis ini sambil mengingat semua adegan yang masih terekam segar di kepala, air mataku mulai memberontak ingin terjun bebas membasahi pipi. Banyak nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Pelajaran tentang kebaikan, agama, persahabatan dan hubungan keluarga dikemas dengan menarik sehingga dapat tersampaikan dengan baik kepada para penonton. Pemilihan aktor dan aktris untuk setiap karakter benar-benar cocok dan pas sekali, para pemeran begitu menjiwai tokoh yang diperankan, mereka semua seakan nyata dan ada! Ditambah suara Andmesh yang melantunkan tembang Andaikan kau datang merasuk ke dalam relung penonton. Film ini mendapat nilai sepuluh persepuluh dariku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kataku; Layar lakon
Документальная прозаUlasan tentang film yang ku tonton. Bukan Resensi!