Film (Baby Driver)
Usia tiga belas tahun, dimana para anak kecil mulai beranjak remaja dalam masa pubertasnya, mereka dipenuhi oleh hasrat menggebu dan rasa ingin tahu yang tinggi. Termasuk rasa penasaran tentang bagaimana serunya membayar mahal untuk menonton di ruangan megah ber AC, untuk gengsi dan mengikuti tren agar bisa dibilang keren.
Sebenarnya, aku tidak memiliki banyak kenangan yang baik di masa remaja, terlebih lagi saat masih duduk di bangku SMP. Setengah dari ingatanku seperti kembali ke setelan pabrik, entah bagaimana, secara tiba-tiba aku melepaskan kenangan yang terjadi pada masa itu. Sama sekali hilang. Namun yang satu ini, aku masih mengingatnya dengan sangat jelas. Mungkin tak dapat mengingat semua detailnya karena aku sama sekali buta tentang dengan siapa saja aku pergi, tapi otakku masih merekam dengan baik bagaimana situasi dan kondisi pada hari itu. Di antara banyaknya trauma, pengalaman ini termasuk satu yang dapat dihitung sebagai kenangan indah, meskipun tidak sama sekali baik.
Pertengahan tahun 2017, saat masih duduk di kelas delapan sekolah menengah pertama dekat rumah, beberapa anak 'keren' di kelas berencana untuk pergi ke bioskop, masing-masing dari mereka mengajak orang untuk meramaikan, termasuk aku di antaranya. Aku berani bertaruh pada saat itu tidak ada yang jelas mengerti tentang sistem jadwal tayang maupun pembelian tiket di loket. Sebenarnya bukan permasalahan besar karena bukan aku yang melakukan transaksi. Sayangnya, ini kemudian menjadi masalah besar karena mereka tersenyum bangga setelah memesan bangku di baris pertama. "Sial, biayanya dihitung dobel karena harus ke tukang urut" aku memijat leherku tak nyaman seraya mengumpat, tentu saja ku ucapkan dalam hati, mana berani.
Aku tidak memperhatikan tiketnya, tidak terlalu peduli juga. Tapi aku jelas tahu bahwa tiket ini dipilih karena jam tayangnya sudah hampir dimulai, bukan karena mereka tertarik pada trailer Baby Driver apalagi menyukainya. Sekali lagi aku berani bertaruh bahwa mereka tidak mengenal Ansel Elgort sang pelakon utama, apalagi tentang filmnya. Masuk ke studio 4, banyak bangku yang belum bertuan. Tentu saja, peminat untuk film bergenre Action-Criminal tidak terlalu banyak. Mayoritas penonton lebih tergoda dengan alur romantis daripada menonton adegan laga.
Bangku barisan pertama diisi oleh rombonganku, memang ramai, bocah semua. Saat aku sedang berusaha mencari posisi yang nyaman untuk menonton, dapat kulihat sebelah kanan dan kiriku malah tersenyum cengengesan karena duduk di bangku pertama. Mungkin menurut mereka, mendongak selama dua jam itu adalah hal yang keren. Sinting.
Video iklan dan intro dari bioskop diputar, semua anak terlihat berbinar menampakkan rasa antusiasnya, beberapa dari mereka bahkan terlonjak saat lampu bioskop mulai dimatikan. Mengatai mereka dengan sebutan norak tentunya sangat kasar, jadi aku tak melakukannya. Terlebih lagi, menurutku sangatlah normal bagi orang ekspresif untuk melakukan reaksi berlebihan atas antusiasme mereka. Aku hanya terkekeh geli dan mencoba untuk menikmati film yang sedang diputar sekarang ini.
Tidak semudah itu.
Aku memang menonton setiap adegan yang ditampilkan, aku pun memahami jalan cerita tentang kehidupan Baby yang menjadi sopir untuk para perampok. Sayangnya aku tak sepenuhnya menikmati sesi menonton saat itu. Aku bersumpah, leherku pegal sekali. Berkali-kali aku berganti posisi duduk, tak ada satupun yang membuat keseluruhan badanku merasa santai. Sekelilingku pun demikian, dapat kulihat yang lainnya tampak tak nyaman karena harus mendongak sedikit ke atas.
Jadilah selama sesi menonton, aku lebih memfokuskan rungu untuk lebih banyak bekerja, menikmati audio filmnya. Bukan berarti aku sepenuhnya menutup mata dan berpura-pura buta. Hanya saja, aku tak lagi memaksa netra untuk terus bolak-balik mengelilingi layar yang begitu besarnya.
Filmnya seru, aku terhibur dan menyukai keseluruhannya. Meskipun tak lebih baik dari Fast Furious (Tentu saja!), ku akui bahwa film ini bisa memacu adrenalinku saat membayangkan aku ada disana dan menyopir dengan kerennya. Melangkah keluar dari studio dengan wajah puas, dan leher yang pegal luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kataku; Layar lakon
Non-FictionUlasan tentang film yang ku tonton. Bukan Resensi!