1. Smirk Evil

718 71 72
                                    

Park Jimin, adalah pemuda tersantai jika diurutkan dari beberapa anggota keluarganya. Suka menunda-nunda pekerjaan sampai hari mulai menunjukkan siang. Siang berangkat ke kafe hanya untuk memantau keadaan dan memeriksa keuangan, apakah terjadi penurunan, stabil, atau malah mengalami peningkatan. Selebihnya kalau sudah senggang ia akan membantu beberapa karyawan maupun karyawati yang bekerja di kafe miliknya.

Kafe itu pun diberi oleh sang Ayah untuk ia kelola dikarenakan ia tidak mau menjabat apapun di perusahaan Ayahnya. Jimin tidak suka, berpakaian formal bukan gayanya sekali. Jika dibandingkan dengan pakaian rapi, ia lebih suka berpenampilan necis dengan outfit yang serba hitam. Kalau mau mengenakan kemeja harus yang bewarna gelap dan hanya digunakan setiap hari sabtu saja.

Konon, si bungsu Park ini punya pemikiran agak lain dari dua saudaranya. Dia mempunyai pemikiran yang unik dan sedikit agak melenceng dari orang-orang biasa kebanyakan. Ayahnya saja mengakui itu, tapi sama sekali tidak dipermasalahkan selama yang dilakukannya tidak melewati batas wajar. Hm, sang Ayah hanya tidak tahu saja bagaimana asli dari seorang Park Jimin.

Begitu lah hari-hari yang dilalui Jimin, sampai suatu ketika ia menemukan seseorang yang sudah berani menarik perhatiannya.

Menurut info yang ia dapatkan dari karyawan, seseorang itu adalah gadis yang setiap pagi rutin membeli americano latte di kafe miliknya. Wah, pelanggan tetap ternyata. Sepertinya mulai besok Jimin harus bangun dan berangkat ke kafe pagi-pagi sekali untuk melayani si gadis pembeli americano.

Info selanjutnya yang ia dapat, gadis itu bernama Jung Millie.

Jung Millie adalah salah satu mahasiswi dari universitas yang letaknya persis di depan kafe milik Jimin, hanya bersebrangan jalan saja tentunya. Beruntung sekali Jimin sudah di bangunkan kafe yang letaknya strategis jika ingin melihat para sexy lady untuk mencuci mata, tidak ada niatan kotor, kalaupun ada hanya secuil saja.

Selain rutin membeli kopi, sesekali Millie makan bersama beberapa temannya sambil mengerjakan tugas. Karyawan Jimin juga mengatakan, mereka sering melihat Millie sendirian untuk makan malam, kafe itu sudah seperti rumah kesekian bagi Millie setelah flat dan kampusnya.

Mulai besok Jimin akan bangun pagi untuk menyapa gadis manis yang sedang duduk di sudut kafe dengan seporsi ice cream di tangannya. Esok ia sendiri yang akan melayani gadis itu , membuatkan americano ataupun latte dengan kedua tangan mungilnya. Dia tersenyum sambil memandang Millie dari kejauhan, senyum evil penuh kemenangan setelah menyusun rencana-rencana aneh di dalam otak mesumnya.

Maklum, ya. Kelakuan pria tampan memang suka aneh-aneh.

****

Dengan gerakan gusar Millie memilih untuk segera meninggalkan kafe ini, dia tidak sadar ada deadline lain yang harus dikejar. Setelah melihat jam di tangan, seketika ia langsung menepuk dahi dan mengingat ada janji temu dengan dosen di tempat lain.

Karena saking terburu-burunya, saat keluar melewati pintu utama kafe, kunci mobilnya terjatuh.

Jimin masih tetap memperhatikan gerak gerik kebingungan Millie dari dalam kafe yang di batasi dinding kaca. Gadis itu tampak panik dan merogoh semua saku pakaiannya, dan menilik isi dalam tasnya.

"Gotcha!" Setelah mengucapkan satu kata itu, pria Park berjalan memungut kunci mobil yang terjatuh, berinisiatif untuk memberikan kunci mobil pada sang empunya dengan baik hatinya.

"Permisi, Nona Jung."

Yang merasa dipanggil pun segera menoleh.

"Ya?"

"Kunci mobilmu terjatuh." Senyum manis ala sang perayu ulung terbit di wajahnya.

"Oh, terimakasih banyak. Hm, darimana kau tahu margaku?"

Millie agak curiga, dia takut orang di depannya ini adalah penguntit. Soalnya jika dilihat dari pakaian yang dikenakan agak menyeramkan, semua serba hitam, di tambah topi yang menutupi sebagian wajahnya juga bewarna hitam.

"Aku tahu, Jung Millie. Kau pelanggan setia disini, right?"

Mendengar perkataan itu mendadak merubah wajah Millie menjadi pucat, netranya melebar dan mulutnya terbuka. "Kau penguntit?"

Dituduh penguntit membuat Jimin melepaskan tawa sejamang. Hei, ada-ada saja gadis ini. Pandai melawak ternyata. Mana ada penguntit setampan Jimin. Tapi sepertinya julukan itu akan dipakainya dalam waktu beberapa hari ini. Mari berterimakasih pada gadis Jung karena sudah memberikan ide tambahan untuk Park Jimin.

"Aku Park Jimin, pemilik kafe ini." Jawab Jimin sambil mengulurkan tangan kanan ke arah gadis depannya.

Millie menampilkan raut wajah lega. Dia kira akan terjadi apa-apa pada dirinya. Nyatanya ia tertolong oleh si pemilik kafe.

Syukurlah, pikirnya.

Dengan senang hati ia menyambut uluran tangan pria itu.

"Oh begitu, maaf sudah mencurigaimu. Sekali lagi terimakasih banyak Park Jimin-ssi."

Sangat lembut sekali tangan yang sedang Jimin sentuh. Ingin sekali ia kecup dan remas tangan mungil itu. Lagi-lagi ia mengeluarkan seringainya tanpa Millie sadari.

Millie salah besar. Jimin menolong karena ada maksud tertentu. Sebaiknya Millie lari saat ini.

"Jangan formal padaku, panggil Jimin saja. Love juga boleh." Lihat lah bicaranya saja seperti buaya.

Millie tertawa canggung, tangannya sukar untuk dilepaskan bagai sedang ditahan.
"Oke, Jimin saja. Boleh lepaskan tanganku?"

Jimin tersadar, seketika ia langsung melepaskan tangan gadis Jung. "Maaf Millie."

"Ya. A-aku duluan."

Langsung masuk ke dalam mobil karena degupan jantungnya. Ini sungguhan atau hanya perasaan saja, tadi itu Jimin menggesekkan jari telunjuk di telapak tangannya ketika mereka berjabat tangan dengan gerakan perlahan.

Dua netra pria itu masih tetap memperhatikan sampai mobil yang dikendarai gadis itu menghilang dari penglihatannya. Sesuai porsi di hatinya, gadis itu tampak manis dan menggemaskan sekali. Ia jadi tidak sabar untuk menjadikan gadis Jung sebagai hak milik.

****


****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
STOCKHOLM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang