sᴀʜᴀʙᴀᴛ ᴛᴇʀʙᴀɪᴋ

1.1K 130 41
                                    

"Bagaimana kabar Noel sekarang?
Oh!? Dia jadi direktur cabang TVT!?
Apa kau yang merekrutnya, Dain?"

▴▿▴

"..."

"Dainsleif, kok ngambek, sih? Kayak cewek lagi men aja..."

"Siapa yang ngambek?"

Akhirnya, setelah ribuan percobaan, Dainsleif mau menoleh pada (Y/n). Walau berkata seperti itu, nada kesal tetap keluar dari mulut Dain.

"Tuh, tuh. Cemberut gini bilang nggak ngambek?" (Y/n) dengan santai malah mencubit pipi kanan sahabatnya. Dainsleif justru tak membalas, kembali memperhatikan buku tulisnya.

"Baiklah, baiklah... aku mengalah. Aku salah. Aku minta maaf, tapi apa salahku?"

Dainsleif malah tambah kesal mendengar (Y/n), tetapi mencoba menenangkan diri dan menunjukkan ekspresi tenang. Perlahan Dain kembali menoleh pada (Y/n), dan membuka mulut.

"Sudah aku maafkan. Jangan ganggu," jawab Dain secepat kilat, kemudian menatap bukunya lagi. (Y/n) hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung, sungguh ia penasaran apa yang membuat Dainsleif sampai semarah ini.

Namun karena Dain bilang begitu, berarti... sudah selesai, kan? (Y/n) bawa santai saja.

"Oh, ya, Dain. Kita lanjutkan pembahasan kita tadi..." (Y/n) mengambil tempat duduk tepat di sampingnya, memandang Dainsleif berharap.

Suara keramaian dapat terdengar dari jauh. Cuaca mendung menjadikan siang itu sejuk, dan dua orang sahabat nongkrong di salah satu bangku kantin sekolah.

"Kan, kamu OSIS, Dain... boleh, ya? Boleh, ya? Kenalin aku ke kak Noel, dong!"

Kalimat tersebut adalah penyebab aura tak mengenakkan dari Dainsleif. Seketika raut wajah berubah, yang awalnya tenang, kini tanpa sadar alis Dainsleif sudah mengerut saja. Dain menghela napas kasar, melirik ke (Y/n) sedetik hanya untuk mengucapkan satu kata.

"Nggak."

Sekarang wajah cemberut berpindah pada (Y/n). Ketua OSIS yang ia incar baru-baru ini harus dihilangkan dari daftarnya. Membujuk Dain begitu sulit, tetapi (Y/n) masih ingin mencoba.

"Kenapa? Kan tinggal--"

"Seharusnya aku yang nanya kenapa." Dain mendadak menutup buku dan menatap (Y/n). "Kenapa kau mau dikenalin ke Noel?"

"I-itu...! Itu rahasia!"

Cukup satu jawaban tersebut, Dainsleif berdiri dan tanpa basa-basi pergi meninggalkan (Y/n) seorang diri. (Y/n) melongo, dan selanjutnya, ia berusaha mengejar Dainsleif.

"T-TUNGGU!"

Memang, hampir tiap hari--walau secara tak sengaja dan tanpa sadar--hobi (Y/n) adalah membuat Dain menjadi seperti wanita yang datang bulan.

Marah-marah dan ngambekan.

✐﹋﹋﹋˚

Manik Dainsleif membulat mendapati pemandangan di depannya. Baru saja kemarin mereka membicarakan itu, hari ini benar-benar terjadi.

(Y/n) berbincang dengan sang ketua OSIS, Noel, di satu meja yang sama.

(Y/n) nampak malu, tetapi berseri-seri. Sedangkan kakak kelas Dainsleif tersebut hanya tersenyum sopan, sembari sesekali mengangguk atas perkataan (Y/n).

Dain tidak bergeming selama beberapa detik, pantas saja hari ini (Y/n) sedikit cuek padanya. Dainsleif memutuskan untuk tidak memerhatikan mereka lagi, dan langsung saja mengambil tempat duduk untuk makan bekalnya.

[END] 𝗝𝘂𝘀𝘁 𝗔 𝗙𝗿𝗶𝗲𝗻𝗱!? ┊▿Dainsleif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang