Keeyara's
Cetak... Cetuk... Cetak... Cetuk.
Mataku meneliti ke setiap sudut ruangan. Memerhatikan para mahasiswa yang kini tengah sibuk dengan lembar ujian di hadapannya. Ada yang sibuk menggigiti pulpennya, ada yang sibuk menggaruk - garuk kepalanya, ada pula yang tertidur. Sungguh keterlaluan.
Aku berjengit ketika mendengar suara ponsel berdering nyaring. Seluruh fokus mahasiswa pun buyar seketika. Mataku menatap tajam satu per satu mahasiswaku. Mencari siapa yang akan menjadi korbanku hari ini. Jangan salahkan aku, sebagai seorang dosen sudah seharusnya aku mendidik mahasiswaku dengan benar dan tegas. Meskipun rata - rata mahasiswaku masih seumuran denganku atau bahkan beberapa di antara mereka lebih tua satu atau dua tahun dariku, tapi hal itu tidak membuat nyaliku ciut.
Siapa yang berani menentangku? Keeyara Maharani Gustoraharjo. Putri sang guru besar legendaris Keynan Armandhanu Gustoraharjo yang mewarisi bakat ayahnya. Di usiaku yang baru menginjak 23 tahun, aku telah meraih gelar Sarjana Strata-3 ku dengan nilai cum laude dan dinobatkan sebagai lulusan terbaik Princeton University pada angkatanku.
Mustahil ? aku pun beranggapan begitu. Tapi sangat disayangkan kalau kalian belum mengenal ayahku dan mengetahui betapa banyak prestasi yang telah ditorehkannya.
Lupakan, jangan dihitung. Percuma. Aku pun lelah melihat berbagai macam piagam penghargaan milik papa yang ditempatkan dalam satu ruangan khusus.
Kini statusku adalah dosen termuda di salah satu universitas terbaik Indonesia sekaligus terkenal sebagai dosen cantik paling disegani mahasiswa. Hampir mirip seperti papa, hanya bedanya aku tidak tertarik menyandang gelar sebagai guru besar.
I'm not that ambitious.
By the way... masalah dering ponsel itu....
Aku mengangkat alisku sambil merogoh saku celanaku. Kukeluarkan benda tipis berlogo apel yang baru kusadari sejak tadi berteriak - teriak minta kuangkat. Kini pandangan para mahasiswa pun beralih padaku. Nampaknya mereka baru bisa bernafas lega setelah mengetahui bahwa dering ponsel itu adalah milikku.
Aku menatap mahasiswaku dengan senyum merasa bersalah. "Pardon me ," ujarku sambil melangkah menjauhi ruangan untuk mengangkat panggilan dari mas Kean.
"Ya...." ujarku tak sabar sambil memutar badan melirik - lirik kembali mahasiswaku yang sudah kembali fokus dengan lembar ujian.
"Cepat keluar dari ruangan sebelum mas bobol kampus kamu."
"Coba aja kalau emang mas udah siap dapat 'hadiah' dari papa. Key lagi ngawas ujian, mana mungkin keluar sekarang?" Aku melirik jam tanganku sekilas "10 menit lagi, oke?"
"10 menit atau mas bobol kampus kamu ," ujar Keanu tak sabar.
"10 menit atau aku akan bikin alasan supaya mas nggak bisa datang ke arisan keluarga ," ujarku sambil tersenyum licik.
Tawaku pun sedikit lepas ketika kudengar Mas Kean menggeram kesal di ujung telepon. "Mas mau ketemu Rozzie!"
"Baru juga ketemu tadi malam. Kalau aku jadi Rozzie sih, mendingan kabur ke rumah teman daripada ketemu muka mas melulu. Bosen."
"Oke, 20 menit!"
"Uuuhh.... Love ya so much, brother. You are the best! 20 menit lagi aku ke parkiran."
Aku menutup sambungan telepon sambil terkikik kecil lalu memasukkan kembali ponsel itu ke saku celanaku. Langkah heels-ku pun kembali memecah keheningan suasana ruangan. Aku berdiri tepat di tengah kelas sambil menunjuk seorang mahasiswi dengan rambut pirang tak jelasnya dan menatapnya tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
{DITERBITKAN} Countless Love
RomanceRaikan pikir ia tak akan pernah jatuh cinta lagi. Kebahagiaan bisa dicari bukan hanya sekedar dari cinta, menurutnya. Hidup tanpa cinta memang terdengar naif, tapi itulah yang sedang ia terapkan pada hidupnya. Perjalanan cinta di masa lampau selama...