Sambil dengerin lagu di multi media ya ;)
-------------------------------
Key's
Aku mengabaikan cangkir macchiatto di hadapanku. Pandanganku menerawang ke arah meja di sudut ruangan dimana pemandangan terbaik dari kafe ini bisa didapatkan dari meja itu. Ah, seharusnya aku datang lebih cepat. Kalau saja Mas Kean nggak bangun kesiangan, mungkin aku sudah mendapatkan posisi itu. Sialnya lagi hari ini pengunjung kafe cukup padat, hingga aku hampir frustasi mencari tempat kosong hanya untuk diriku sendiri.
Aku mengangkat cangkir milikku dan menyesapnya sedikit. Kulanjutkan kegiatanku membaca buku, berusaha mengabaikan segala pikiran yang beberapa hari ini terus menggangguku. Beruntungnya, kegiatan mengajarku di kampus untuk smester genap telah resmi berakhir hari ini. Seenggaknya aku punya sedikit waktu luang untuk sekedar relaksasi dari segala kepenatanku beberapa bulan terakhir.
Perhatianku teralihkan ketika kudengar suara bel pintu masuk berdenting. Satu tamu lagi, desahku. Mau duduk dimana?
Semua meja sudah terisi penuh sepengetahuanku. Aku menggeleng lalu kembali menyesap minumanku. Tepat ketika beberapa detik kemudian, sekumpulan gadis remaja yang tadi duduk menempati pojok sudut kafe incaranku bangkit berdiri dan meninggalakn meja itu. Nafasku tercekat.
Ah.. mejaku! untukku!
Senyumku pun mengembang seketika. Kuangkat cangkirku hendak memindahkannya kemeja di sudut itu, namun seseorang, koreksi, sepasang manusia tampaknya telah melihat pojok istimewa itu lebih dulu. Hilang sudah senyum dari wajahku, kubiarkan dua orang itu menempati meja yang kuincar tersebut.
Mataku menyipit melihat sepasang manusia itu lalu melebar beberapa detik kemudian ketika menyadari bahwa wajah dua orang manusia itu tampak sangat familiar untukku.
Mbak Luvi dengan Mas Rai?
Keningku berkerut, alisku terangkat seketika. Aku hampir saja melepaskan suaraku memanggil nama mereka dengan lantang sebelum sisi rasionalku menyuruh tanganku untuk membekap mulutku pada saat yang tepat.
Aku pun lekas beranjak mundur. Sayangnya, di saat - saat genting seperti ini gerak sensor sarafku memang sering kali berlainan dengan apa yang aku harapkan. Namun baru kali ini aku merasa malu setengah mati, terlebih hingga mengundang perhatian para manusia yang ada di sekelilingku. Jatuh terjembap di dekat kursi hingga menjadi pusat perhatian tidak akan pernah masuk ke dalam daftar nominasi momen terbaik dalam hidupku.
Ouch... Sakit ya, Key? Lebih sakit mana dibanding hati kamu ngeliat Mas Rai sama Mbak Luvi? Eh...
Aku mengusap tengkukku yang terasa sakit perlahan. Bukan hanya itu, masih ada beberapa bagian lain tubuhku yang terasa nyeri. Ditambah lagi, cangkir Macchiato-ku terguling entah kemana dan untungnya tidak pecah. Namun sayangnya, lebih sial lagi, isinya tumpah tepat di atas kemeja putih bagian perutku.
Terima kasih Ya Tuhan... untung sudah nggak panas!
Seorang pelayan menghampiriku terburu - buru, berusaha membantuku bangkit dari keterpurukan, eh, dari lantai.
"Nggak apa - apa, Mbak?" sapa sang pelayan pria itu cemas.
Aku tersenyum berusaha menenangkannya, "Nggak apa - apa. Saya yang ceroboh tadi," jawabku diplomatis.
Aku pun lantas menoleh ke arah meja di sudut ruangan yang tadi kuincar itu dan kulihat sang penghuni baru tempat itu tengah menatapku terpana.
Ya Tuhan... Mau ditaruh mana lagi wajahku? Harga diriku?

KAMU SEDANG MEMBACA
{DITERBITKAN} Countless Love
RomanceRaikan pikir ia tak akan pernah jatuh cinta lagi. Kebahagiaan bisa dicari bukan hanya sekedar dari cinta, menurutnya. Hidup tanpa cinta memang terdengar naif, tapi itulah yang sedang ia terapkan pada hidupnya. Perjalanan cinta di masa lampau selama...