Kebetulan yang (Tidak) Menyenangkan

153K 9.6K 604
                                    

Key's

Aku memotong daging steak-ku dengan gugup, Jantungku berdebar kencang sementara Papa masih asyik berbincang dengan Aben mengenai salah satu profesor terkenal yang kini tengah ramai dibicarakan di London. Sementara mama sedari tadi sibuk menggodaku dengan tatapannya, beruntungnya Mas Kean lebih banyak diam menikmati makanannya malam ini. Kalau saja dia juga turut menggodaku, maka sudah kupastikan harga diriku amblas dihadapan Aben malam ini.

Aben. Lelaki itu pun sejak tadi mencuri lirik ke arahku dengan senyum manisnya. Aku nggak paham bagian mana yang salah dengan otak pintarnya hingga memutuskan menggoda gadis kecil di hadapan seluruh anggota keluarganya terutama kedua orangtuanya adalah hal yang bijaksana. Dia nggak tau jantungku hampir melonjak keluar setiap kali mendapatinya tersenyum ke arahku.

Aku menggigit bibirku gelisah, memilih memerhatikan Keimas yang tampak sibuk mencuri - curi lihat ke ponselnya lalu melirik Papa. Kalau aja Papa nggak lagi ngobrol dengan Aben, mungkin Keimas akan habis dimarahi karena memainkan ponselnya di tengah acara makan malam. Menurut Papa, itu adalah hal yang tidak sopan. Makan malam adalah waktu yang paling tepat untuk bercengkrama bersama keluarga setelah menjalani segudang aktivitas seharian.

"Jadi, berapa lama kamu akan tinggal di sini? Kamu tau kan, putri saya setengah hidup menunggu kamu di sini..." Papa melirik dengan tatapan meledek sementara aku mencibir dengan wajah merah padam.

Aben menoleh ke arahku sambil tersenyum, "Mungkin... cukup lama. Sampai putri anda menyutujui tawaran pernikahan dari saya," ujar Aben yang langsung meledekkan hatiku.

BOOM!

Apa dia melamarku?

Aben menatapku penuh arti sementara aku terdiam, terlalu terkejut untuk merespon. Lidahku terasa kelu. Aku yakin wajahku... wajahku...

Nafasku tercekat. Tersedak ketika seseorang tampak sedang melamarmu mungkin sudah menjadi respon reflek atas keterkejutan yang biasa. Mas Kean pun buru - buru menyodorkan segelas air mineral ke arahku.

"Kalau kamu mau nikah duluan nggak apa - apa, Key. Mas nggak keberatan... Mas masih nungguin Rozzie..."

Aku mendelik ke arah Mas Kean sementara lelaki konyol itu justru terkekeh dan berkelit ketika aku hendak mencubit lengannya. "Idih, malu kali diliatin calon suami..."

Hilang sudah harga diriku di hadapan Aben yang kini tengah tertawa melihat pertengkaran kecilku dengan Mas Kean. Mama hanya geleng - geleng memintaku dan Mas Kean untuk menjaga sikap. Sementara Keimas? Masih asyik dengan gadget canggih di tangannya.

Aku pun melirik Aben yang masih tersenyum melihat reaksiku. Segera kutundukkan kepalaku sebelum aku mempermalukan diriku lebih jauh lagi di hadapan Aben.

Jantungku baru bisa merasa lega setelah Papa dan Aben kembali berdiskusi mengenai salah satu isu ekonomi paling populer minggu ini. Selama sisa waktu makan malam, aku lebih banyak berdiam diri. Merasa jengah dengan setiap lirikan menggoda Aben.

Tepat ketika lelaki itu berpamitan pulang, aku pun tak kuasa menahan semburat merah di wajahku ketika ia mulai menggodaku.

"Aku tunggu jawabanmu, Querida... Aku tidak pernah bermain - main dengan tawaranku," ucap Aben lalu mengecup keningku sekilas tepat di hadapan Papa.

Papa hanya tersenyum masam - masam lalu memilih berbalik mencari Mama.

Aku pun kembali menatap Aben malu - malu, "Akan aku pikirkan..."

Aben mengangguk lalu melambaikan tangan ketika ia telah berada di balik kemudinya.

———————

{DITERBITKAN} Countless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang