Malam Minggu Keeyara

140K 9.6K 465
                                    

Rai's


Aku memarkirkan motorku di pelataran rumah. Buru - buru aku masuk ke dalam. Setelah pergi mengantar gadis galak itu ke supermarket, aku memutuskan untuk segera kembali ke rumah dan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda.


Tentu itu lebih baik daripada aku harus berlama - lama melihat sepasang kekasih yang tengah memadu kasih di hadapanku. Apasih yang mereka pikirkan? Bermesraan di tengah jalan? Apa tidak malu?


Jangan pikir aku cemburu pada gadis galak itu. Tidak, aku hanya.. yah bisa dikatakan kurang tertarik melihat adegan - adegan romantis di hadapanku. Kecuali Mama dan Papa yang melakukannya, maka aku lebih memilih untuk pergi. Maaf, aku tidak berminat dengan romantisme cinta sejak beberapa tahun belakangan.


Aku terlalu sibuk bekerja, menurutku itu lebih membahagiakan dari sekedar bermesraan dengan seorang wanita. Jika ada yang melihatku bermesraan dengan seorang wanita, bisa dipastikan wanita itu adalah Mama atau Aubee.


Beberapa tahun belakangan aku memilih untuk tenggelam dalam dunia karir. Lihatlah apa yang sudah kuraih hingga hari ini. Mama bahkan berkali - kali menangis haru karena bahagia dan bangga akan kesuksesanku membesarkan perusahaan peninggalan almarhum kakek.


Lagipula....


Aku baru tau, perempuan ketus itu memiliki selera yang aneh. Lelaki tadi tampak terlalu tua untuknya. Apa Keeyara tipe perempuan matrealistis yang hanya mengincar harta dari seorang lelaki mapan? Kalau dilihat dari mobil sedannya tadi, sepertinya Keeyara mendapatkan tangkapan yang bagus.


Tapi tetap saja, menurutku selera gadis itu aneh. Terlalu tua. Lelaki itu lebih cocok menjadi pamannya. Dan lagi.... pokoknya menurutku gadis galak itu.. agak.. aneh.


Kenapa?


Karena dia tidak pernah bersikap manis sedikitpun di depanku.


Okelah, aku pun tak butuh itu.


"Rai..."


Langkahku terhenti di anak tangga terbawah. Kudapati Mama tengah melangkah ke arahku, "Sudah nganternya? Kamu antar sampai rumah kan?"


Aku mengangguk lalu mendesah, "Iyalah, Ma. Masa Rai tinggal di supermarket? Memang Rai lelaki macam apa?"


Mama terkikik kecil lalu mengelus lenganku pelan. Wajahnya tersenyum sendu ke arahku. "Kemarin Mama ketemu putrinya Om Hermawan di mall terus dia nanyain kamu..."


Aku mendesah sekali lagi, "Ma..."


"Mau sampai kapan, Rai? Umur kamu udah 29 tahun. Sudah waktunya berkeluarga. Apalagi kamu sudah mapan. Apa lagi yang di cari?"


Aku tersenyum hambar menatap Mama. Kuurungkan niatku menaiki tangga dan meraih tubuh Mama ke pelukanku, "Nanti kalau Rai nikah, Mama nggak bisa peluk - peluk begini lagi..."

{DITERBITKAN} Countless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang