04. Perubahan Mood

486 40 1
                                    

Namanya juga hidup. Pasti ada susah dan senang. Tapi, susahnya mungkin lebih mendominasi. Terkhusus Clara yang saat ini sedang merana karena merasa cintanya dikhianati. Loh, memangnya siapa dirinya? Pacar pun bukan! Lalu kenapa merasa tersakiti sekali?

"Salahmu, tidak lekas menyatakan cinta padanya. Baru tahu rasa ada wanita lain yang duluan mendapatkannya!"

Meira memberikan teguran keras pada wanita yang ada di depannya itu guna menyadarkan jika tangisan Clara adalah percuma dengan tindakan yang ia lakukan saat ini. Sudah Meira bilang, jika menyukai Aldrian, maka Clara tidak masalah untuk menyatakannya lebih dulu, tidak harus menunggu pria lebih dahulu yang menyatakan cinta. Jika sudah begini? Clara bisa apa? Menangis sampai air mata kering pun tidak akan menghasilkan apa-apa.

"Mungkin wanita itu lebih kaya dan lebih bisa menghidupi Al daripada aku." Clara kembali bermonolog dengan nada sedihnya di sana, masih memasang wajah memelas dan akan menangis lagi sebentara lagi.

Meira yang mendengarnya langsung memutar bola matanya malas. Ia sungguh muak melihat tingkah tidak karuan temannya itu. Rasanya ingin sekali Meira membenturkan kepala Clara agar sadar dengan tingkah gilanya akan seoranh Aldrian itu. Bukannya Meira tidak setuju, tetapi yang tidak ia suka adalah bagaimana cara Clara untuk mendapatkan perhatian pria itu.

"Dengan perhatianmu itu, Aldrian bukan menyukaimu sebagai wanita, tetapi seperi bibi!"

Pernah Meira mengatakan hal seperti itu dan hasilnya kedua wanita itu beradu dengan jambakan yang cukup membawa hasil, rambut rontok. Meira tidak ingin mengulang moment menyedihkan itu lagi.

"Jadi aku harus bagaimana?" tanya Clara dengan nada getir.

"Apa? Kau tanya saranku?"

"Hm."

"Begitu putus asanya kah, kau?"

"Hm."

Meira kembali berdecak kini dengan gelengan kepala yang tidak menyangka. Sepertinya temannya itu butuh sebuah saran yang setidaknya bisa membuatnya melupakan pria itu.

Oke, Meira akan memberikan saran. Tetapi, mungkin akan terdengar agak hm, menyeleweng. Tapi, apa salahnya menyampaikan saran itu bukan? Siapa tahu saja manjur untuk mengobati rasa sakit hati Clara.

"Kau tidak ingin mencari pria lain? Maksudku, melepaskan dirimu dengan pria lain? Begitu?"

***

Ada kalanya Kelvin merasa senang saat berada di kelab malam, namun lebih banyak bosan dan juga merasa gerah saat berada di sana.

Katakan Kelvin bukan seorang yang menyukai dunia malam. Suara bising dari musik kadang bisa membuat telinganya pengang, dan ia tidak ingin mengalami ketulian di akhir tua karena mendengar musik nge-gas itu.  Begitu pula ia tidak suka digodai oleh wanita-wanita yang sama sekali bukan tipenya. Well, bukan sama sekali kriteria Kelvin Quinzel untuk memacari seorang wanita malam yang hobi memamerkan dada. Maka dari itu, jika ada wanita yang menggodainya pasti Kelvin akan marah atau malah menyodorkan Shenzi sebagai gantinya. Sialan memang. Pasti selalu sang Asisten yang akan terkena getahnya.

Tetapi, malam ini nampaknya mood Kelvin untuk berada di kelab agak baik. Buktinya ia bisa bertahan satu jam berada di sini, dengan menikmati musik jazz yang sedang mengalun. Mungkin karena genre musik yang sesuai dengan selera Kelvin, membuat pria itu agak lama berada di sini.

"Bos, ingat jika setengah jam lagi akan ada pertemuan." Shenzi yang nampak waspada dengan Bosnya yang semakin terbawa suasana itu mengingatkan.

Not A Bitch Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang