Mendengar ucapan Yefta barusan membuatnya berpikir, jika ada kemungkinan gadis itu akan nekat untuk pergi menjauh darinya. Bulu kuduknya merinding, kakinya mulai lemas, membayangkan saja sudah membuatnya sedih.
"Semuanya tergantung sama kamu. Selama kamu tidak mengkhianatiku, kamu jujur dan terbuka sama aku, kita akan cari jalan keluar sama-sama. Aku percaya sama kamu, semoga semuanya lancar dan semoga saja kamu akan menyukaiku nanti."
"Aku mau belajar untuk mencintaimu, Ta. Kita berusaha sama-sama, saling mendukung satu sama lain, kita harus fokus sama karir kita masing-masing dan tetap mendukung satu sama lain. Kurasa tidak ada salahnya mencoba."
Yefta berdehem menyetujui ucapan Frey barusan. Besar harapnya jika mereka akan bertahan. Namun, dia tidak punya kuasa akan masa depan. Lagi dan lagi, dia hanya bisa berusaha dan berserah karena dia tahu rancangan Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, melainkan rancangan penuh damai sejahtera.
Malam itu mereka membuat komitmen untuk menjadi pasangan yang saling mendukung, masih panjang perjalanan mereka, masih banyak yang ingin dicapai. Namun, menikah bukan halangan jika saling mendukung. Selepas itu Frey mengantar Yefta pulang. Dia tidak mau melanggar janjinya pada mamanya Yefta tadi, lagipula tidak baik mengantar pulang anak gadis orang terlalu larut malam.
Malam itu indah, Yefta tidur dengan hati yang gembira. Memang tidak seperti yang diharapkannya, Frey memang tidak ada secuil pun perasaan cinta padanya. Namun, yang membuatnya tersentuh adalah cowok itu mau berusaha membuka hatinya untuk dia. Cowok itu mau menjaga komitmen dengannya, itu sudah cukup baginya untuk percaya jika mereka punya masa depan bersama. Tidak ada salahnya mencoba, berusaha dan percaya.
Frey melihat jarum jam di jam tangan yang ada di pergelangannya. "Nah, udah jam segini. Lebih baik kita pulang aja, Ta. Di jalan masih bisa ngobrol lagi. Yuk kita go?" ajak Frey dengan senyuman khasnya.
Gadis itu selalu menyukai ajakan Frey, kemanapun cowok itu mengajaknya dia tidak masalah. Yefta tahu Frey bukan tipikal cowok brengsek yang gemar merusak masa depan anak gadis orang, dia sudah lama mengenal cowok itu. Frey termasuk dalam cowok langka yang terlalu baik pada semua orang. Cowok yang sudah tahu ada gadis yang menyukainya, tetapi tidak menjaga jarak darinya, tidak pula memaki atau mempermalukan gadis itu. Frey akan terus bersikap baik walaupun keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Frey akan terus merespon dengan begitu ramah walaupun dia ingin berdiam diri di rumah bermain bersama anjing kesayangannya. Terlalu ramah hingga membuat banyak gadis jatuh hati pada pesonanya.
Cowok yang selalu wangi dengan parfumnya, menyambut hari dengan penuh semangat, tekun dalam mengerjakan tugas dan semua pekerjaanya. Cowok yang gemar bekerja, walaupun badannya letih dan pegal, tetapi tidak menurunkan semangatnya untuk berjuang. Namanya Frey, cowok yang disukai Yefta. Cowok yang bahkan mau belajar mencintainya, walaupun gadis itu masih belum sepenuhnya percaya jika dia sudah beres dengan urusan cinta di masa lalu. Perasaan khawatir itu masih ada, hanya saja gadis itu berusaha mengabaikannya karena dia mau menghargai usaha Frey. Setidaknya dia harus belajar menerima dan percaya. Jika Frey memintanya pergi, dia akan pergi, meskipun dia tidak bisa menjanjikan untuk melupakannya. Sampai kapanpun, Frey selalu mempunyai posisi khusus di hatinya, tidak tergantikan oleh siapapun dan tidak lekang oleh waktu.
"Nah, jangan melamun. Mamamu, kan, bilang jangan melamun juga. Dengerin, dong, Ta."
Yefta tersentak, "Hah? Kamu barusan ngomong?"
"Barusan aku salto. Kamu, sih, nggak lihat."
"Ih, yang bener. Masa kamu salto di ruangan kayak gini. Kan, nggak ada tempat buat mendarat. Adanya lantai keras gini, bisa sakit punggungmu. Udah tahu remaja jompo, masih aja nekat salto di lantai. Awas ya kamu ngeluh punggungmu encok, dasar."
Omelan Yefta terdengar menyenangkan bagi Frey, seperti mendengar pujian yang membuat semangatnya hadir kembali. Tanpa Frey sadari, Yefta menempati posisi khusus di hatinya. Hanya saja cowok itu tidak menyadarinya, hanya beranggapan jika gadis itu adalah teman dekatnya yang berharga.
"Ya udah, ayo pulang. Kebanyakan bacot kamu, sih," ujar Yefta lagi. Dia sudah ingin merebahkan diri di kasur. Badannya terasa remuk dan pegal-pegal, rasa capek ini benar-benar harus diatasi dengan istirahat selama mungkin yang dia bisa. Yah, setidaknya sebelum mentari kembali muncul dan menerangi dunia. Capek, dia capek dengan segala tugas yang dilakukan. Dia capek dengan segala pekerjaan yang harus dia selesaikan, tetapi jika dibiarkan hanya akan menyusahkan dirinya sendiri. Di situasi seperti ini dia ingin sekali menikah dengan suami yang merupakan anak tunggal kaya raya, setidaknya dia berandai jika dia bisa bersantai sepanjang hari tanpa memikirkan uang, tanpa berpikir dengan apa dia harus membayar tagihan listrik, air, dan membeli makanan serta kebutuhan sehari-hari karena uang akan datang dengan sendirinya ke rekening banknya.
Menyenangkan, bukan? Hidup tanpa bekerja keras untuk mendapatkan sepeser uang. Hanya saja, dia harus belajar bangun dari mimpi indahnya. Tentu saja cowok anak tunggal kaya raya mempunyai kriterianya sendiri. Sama saja seperti dirinya yang mempunyai kriteria suami idaman, padahal dia masih belum bekerja, belum mempunyai penghasilan sendiri tetapi sudah mempunyai kriteria sendiri. Entah apa yang ada di pikirannya, tetapi itulah adanya. Oleh karena itu, dia harus bangun dari mimpi indahnya, mencari pekerjaan untuk memberikannya segepok uang demi membeli sebungkus makanan yang akan mengenyangkan perutnya yang berisik karena kelaparan. Ada hal yang harus dikerjakannya, ada tanggung jawab yang harus diselesaikannya, tidak perduli seberapa lelah dirinya, tidak perduli seberapa capek dan muak dirinya dengan hidup ini, dia harus menyelesaikan tugasnya.
Lagi-lagi Yefta masih asik dalam lamunannya, dia sedang memegang pundak Frey. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke rumah gadis itu. Malam ini tidak begitu macet, jalanan tetap ramai, hanya saja tidak sampai berhenti total karena macet. Mereka tetap bisa jalan, walaupun pelan.
"Ta, kamu melamun lagi?" tanya Frey dengan volume suara keras.
"Hah? Kamu ngomong apa?" teriak Yefta. Kalau mengobrol ketika berkendara memang memberikan tantangan tersendiri, bagaimana caranya mereka bisa mendengar obrolan dengan jelas. Kalau menumpang dengan ojek, Yefta hanya akan bilang 'iya' saja, atau bahkan dia akan diam saja karena tidak mendengar pertanyaan dengan jelas. Namun, dia tidak mau menganggurkan pertanyaan Frey. Baginya obrolan mereka sangat berharga, walau di tengah gempuran hembusan angin yang kencang.
"Kamu melamun lagi?!" Volume suara Frey semakin kencang saja. Pasalnya dia tidak ingin mengulang pertanyaannya lagi. Tubuhnya sedang capek, banyak hal yang lagi dipikirkannya, dalam kondisi tubuh seperti ini akan sangat mudah baginya untuk tersulut emosi, apalagi dia sebenarnya tidak sabaran. Akhirnya dia akan marah, bukan inginnya sebenarnya, tetapi karena dia saja tidak sanggup dengan capek yang dirasakannya, sehingga orang lain menjadi sasaran jika membuat amarahnya keluar. Namun, Yefta termasuk dalam daftar orang yang tidak ingin dimarahinya. Gadis itu berharga baginya, always.
-Bersambung-
Jumlah kata: 1063 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Secuil Drama Perjodohan dengan Calon Kakek dari Cucuku (SDPdCKdC)-TAMAT
Romance"Siapa yang milih kamu?" Pertanyaan yang sulit dilupakan Yefta Liana. Hidup dalam kepahitan dan menyimpan amarah membuat hidupnya jauh lebih berat. Dia kira diam adalah emas, ternyata tidak selamanya hal itu benar. Hati yang dipenuhi amarah membuatn...