3. Im not a stupid man

340 54 104
                                    

Millie sama sekali tidak memiliki sangka di dalam hidupnya bahwa ia harus mengalami hal aneh seperti ini. Diculik? Yang benar saja! Beberapa waktu lalu ia bahkan dengan riang gembira untuk memasuki tempat ini, dan sekarang lihat. Dia sudah panik, bingung sekaligus menangis acak sampai empat jam berlalu. Mata sudah panas nan bengkak, tenggorokan juga sudah mulai sakit dan kering karena terus mengeluarkan rengekan yang sayangnya tidak di gubris oleh pria yang saat ini tengah memandanginya dengan tatapan aneh.

Tangisan itu juga semakin lama semakin melemah, Millie meluruhkan tubuh di belakang pintu. Tidak ada lagi yang bisa ia perbuat, cepat sekali ia merasa kehilangan harapan. Lalu dengan santainya Jimin mendekat dan ikut duduk tepat di samping Millie yang sudah menenggelamkan wajah di antara kedua lututnya sambil terisak. Pria Park menggelengkan kepala heran, tahan sekali Millie menangis sampai pukul dua belas tepat dini hari. Belum juga di sentuh sudah menangis begini, akan lebih seru jika Millie menangis di bawah tubuhnya.

"Berhenti menangis, istirahat dulu malam ini. Ayo naik ke atas ranjang." Jimin merangkul bahu Millie dengan kedua tangannya, bermaksud membantu gadis itu untuk berdiri. Namun, Millie sudah terlanjur marah dengan perilaku lelaki itu, maka sebagai respon ia menghempaskan tangan yang menyentuh sisi-sisi bahunya.

"Tidak mau!" Teriakan Millie sudah naik satu oktaf, sehingga Jimin reflek menutup kedua telinganya.

"Astaga, Millie. Jangan sampai membuatku jadi ingin memaksamu." Pada dasarnya Jimin bukan lah pria yang suka memarahi wanita, tetapi bukan berarti Jimin tidak bisa emosi. Ia memilih untuk melangkah menuju ranjang sendiri dari pada terus membujuk Millie yang saat ini kekeuh dengan pendiriannya.

Satu jam kemudian, Millie melihat Jimin sudah tertidur pulas. Matanya meliar sambil berpikir keras untuk memastikan, dimana kira-kira Jimin menyembunyikan benda kecil yang kerap disebut kunci itu.

Dalam ruangan besar ini, ada tiga laci besar. Hasilnya nihil ketika diperiksa. Lemari juga Jimin tidak punya di tempat ini, tidak tahu kalau di tempat lain. Kamar mandi juga sudah dimasuki oleh Millie, tetap tidak ada hasil, bahkan sekedar ventilasi cahaya dari luar masuk ke kamar mandi juga tidak ada. Benar-benar tertutup.

Millie kembali untuk mendekati Jimin, niatnya ingin memeriksa bawah kolong ranjang. Tapi sayang, model ranjangnya tidak memiliki kolong, begitu pun dengan bawah bantal, juga sudah diraba tanpa ada yang tersisa.

Semakin terasa lelahnya Millie malam ini, ia terduduk dan bersandar di samping ranjang.

"Tidak lelah? Tidur dulu Millie, besok di sambung lagi berusahanya." Jimin tersenyum, ia tahu apa yang sudah di lakukan gadis itu sedari tadi. Tetapi ia lebih memilih diam. Toh, Millie tidak akan bisa keluar dari kamar tersebut.

"Kenapa kau berbuat seperti ini padaku?" Tanya Millie melirih.

Mengapa ya? Jimin juga tidak tahu. Dia memang seperti itu, suka melakukan hal-hal aneh dan ekstrem yang tidak di lakukan orang lain pada umumnya. Ia melakukan suatu hal dengan spontan, kumpulan akal terbilang unik sering melewati otak tampannya. Jimin suka dengan Millie, pasalnya pria itu enggan mengambil Millie dengan cara yang baik-baik. Ia punya cara tersendiri kendati idenya agak sedikit melenceng. Karena tidak tau jawabannya, Jimin hanya bisa diam memandangi rambut indah gadis Jung dari belakang. Meraih rambut itu dan merasakan kelembutannya, lalu ia kecup dan menghirup aroma manis yang menguar dari rambut legam itu.

Matanya memandang sendu, sendirinya juga tidak mengerti apa yang sudah terjadi. Yang Jimin tahu, ia hanya menyukai gadis ini, kemudian Jimin tidak memberi respon atau jawaban apapun lagi selain mendekam si gadis di dalam kamar.

Detik berikutnya, sontak netra indah milik Jimin terpaksa harus melebar, tatkala menangkap dua kelopak mata dambaan hatinya mulai tertutup. Astaga, si gadis bebal sudah tidur ternyata. Kelelahan sepertinya.

STOCKHOLM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang