Untuk Timoer,

31 7 10
                                        

Untuk Timoer,


Kacau. Kacau. Kacau.

Hidup di bumi rasanya seperti sinema linimasa penuh ejekkan. Aku tau, hulu cantikmu itu tidak pernah berhenti berceloteh. Aku tahu tiap inci ragamu penuh dengan segala macam hal buruk yang menghancurkanmu seperti balatentara tirta itu menghancurkan gunungan pasir. Aku tahu setiap lekuk dan tarian molek dari aragonit kelam mu itu.

Aku tahu, Timoer.

Demi Tuhan, aku tahu.

Tapi, apa yang kau tahu tentang eksistensiku?

Apa bahagia sebuah hal haram? Aku bertanya kepadamu, Timoer. Apa bahagia hal yang haram? Atau memang sekujur tubuhku ditakdirkan untuk bercumbu dengan diam?

Lalu kamu menggelengkan kepala seperti tidak ada hari esok.

Timoer, apa esok kau masih memunculkan eksistensi?

Timoer, apa esok kurva mu masih melengkung dengan begitu eloknya?

Timoer, apa esok detak jantungmu akan tetap bertautan dengan ombak samudra?

Timoer, mungkin riuh ombak kala itu pertanda bahwa waktu telah usai.

Mungkin insan kita tidak pernah ditakdirkan menjadi satu. Kita terlalu satu untuk dunia yang ingin kita menjadi dua bagian terpisah. Dua untuk kita. Satu untuk kita.

Dan kita untuk kita.

Tapi Timoer, kamu tidak salah saat berceletuk bahwa ombak bisa saja melahap kita berdua. Itu lebih baik daripada hidup di dunia ini, bukannya? Itu katamu. Lalu, aku mengangguk. Aku mengangguk seperti tidak ada hari esok.

Timoer, apa esok aku masih memunculkan eksistensi?

Timoer, apa esok aku masih mengecup setiap inci 26 huruf-huruf alfabet?

Timoer, apa esok detak jantungku masih tetap bertaut denganmu?

Timoer, anggap saja riuh ombak kala itu adalah riuh tepuk tangan para audiens. Para audiens yang telah menghabiskan entah berapa lama menyaksikan sinema linimasa penuh ejekkan ini.

Timoer... Timoer.... Timoer....

Timoer, aku pamit.

Timoer, ku harap hidup selalu penuh cinta dan harsa. Tak peduli dari siapa. Ku harap satu hari nanti kau datangi aku dengan berlembar-lembar kertas pencapaianmu yang sudah kau impikan dari kecil.

Timoer, ku harap kurva mu tak pernah ancai.

Timoer, ku harap hidup di bumi kali ini lebih baik untukmu.

Tertanda,
Selamanya milikmu,
Tari.













agak depresif, tapi entah kenapa aku suka sekali bagian ini hahahaha! semoga kalian senang membacanya o⁠(⁠(⁠*⁠^⁠▽⁠^⁠*⁠)⁠)⁠o

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dosa & Timoer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang