[9]

1 1 0
                                    

Halooo readersssss!!! Akhirnya bisa ketemu kalian dengan up-nya ceritaku yang sepertinya membosankan, ya:')

Gimana kabar kalian? Semoga dalam keadaan sehat ya~

Cusss langsung baca><

_Happy Reading_

Di perjalanan menuju SMA Negeri 1 Griyacha, Cika duduk di samping kursi pengemudi sembari memainkan handphone untuk mengisi waktu perjalanannya yang kosong. Jake fokus mengemudi dan sisanya (Reza, Shan, Jazlan dan Nefal) duduk di kursi penumpang bagian tengah dan belakang.

Para pemuda di kursi penumpang sedikit bercengkrama, sesekali Jake menimpali obrolan di antara mereka.
Sedangkan satu makhluk lagi yang seperti tak kasat mata, hanya mendengarnya dengan tenang tanpa ada niatan untuk bergabung dalam percakapan antar lelaki tersebut.

“Ngomong, kek. Diem bae kaya patung, Cik.” Ajak Jake membuka suara, sedikit gemas dengan sifat adiknya yang pendiam.

“Gak ada yang mau gue omongin. Kecuali ditanya, baru gue ngomong.”

“Ya, udah kalo gitu. Tangan lo udah sehat, ‘kan?”

“Udah sehat dari kemarin. Tuh,” Cika menunjukkan tangan kirinya yang sudah kembali normal. Kakaknya melirik sekilas, lalu mengangguk sekali. Merasa tenang melihat tangan gadis itu membaik, tapi khawatir juga jika gadis yang telah melukai Cika kembali mengajak ribut.

Pria manis yang duduk di samping Jazlan menaikkan alis, penasaran apa yang terjadi sebelumnya pada tangan perempuan tersebut.

“Emang tangan lo kenapa, Cik?”

“Tangan gue di siram teh panas,” jawab Cika, kemudian memakan permen susu kesukaannya.

Shan sedikit terkejut, begitupun Jazlan dan Nefal. Mereka sempat mendengar ada keributan di kantin saat dua hari yang lalu. Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian, ketiga pemuda itu hanya membeli minuman dan makanan ringan saja lalu langsung kembali pergi ke kelas. Jadi, mereka tidak tahu bagaimana kejadian tersebut bisa terjadi. Juga, mereka tidak peduli dengan gosip para murid yang beredar.

“Siapa yang nyiram?” tanya Jazlan ikut penasaran.

“Lexy Anamore,” jawab Reza sebelum Cika membuka mulut. Peka juga pria satu ini karena dirinya sedang memakan permen, pikirnya.

Mereka hanya memasang wajah bingung, tidak tahu siapa murid yang bernama Lexy Anamore itu. Ketiga pria tersebut tidak ingin ambil pusing karena penasaran, suatu saat nanti mereka juga akan tahu muka siswi yang dikatakan oleh Reza.

Beberapa menit setelah perbincangan antar pria--eh, maksudnya antar remaja, mobil terhenti di depan gerbang sekolah. Para penumpang turun dari kendaraan, Reza pun turut ikut keluar dari mobil untuk pindah duduk di kursi yang Cika duduki.

“Nanti gue kirim chat kalo mau jemput kalian. Belajar yang rajin!”

“Iya, Bang Jake~. Tanpa lo suruh juga gue dari lahir udah rajin,” timpal gadis itu dengan percaya diri. Jake yang mendengarnya hanya menatap adiknya dengan datar.

“Ya, ya. Hebat sekali adikku ini. Ternyata lo ada sisi positif-nya, ya. Ya udah, bye-bye.

“Abang sih suka ngajak ribut, jadi gak keliatan sisi positif gue. Huh! Malah pergi gitu aja, dasar.”

Sebelum mendengar lebih banyak dumelan dari Cika, pria itu langsung menjalankan kendaraannya meninggalkan pekarangan asal sekolahnya.

Melihat murid lain mulai masuk ke dalam gerbang untuk masuk ke kelasnya masing-masing, Cika pun berjalan memasuki gerbang diikuti tiga pemuda lainnya di belakang.

Together with Them?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang