Piko sedang menutup pintu rumah saat melihat siluet familiar yang turun dari mobil. Ia terdiam saat mengetahui itu Ucup.
Bingung.
Piko tidak membuka suaranya saat melihat Ucup datang dengan keadaan yang terlihat kacau. Piko mengedarkan pandangannya bingung. Kenapa kakak tingkatnya itu ada disini? Bagaimana ia bisa tahu rumahnya?
BRUK!
"Kak.." Lagi-lagi Piko dibuat terkejut saat Ucup duduk bersimpuh dihadapannya.
Tangan Piko berusaha meraih lengan Ucup untuk bangun. Tapi Ucup menepisnya pelan dan menggeleng tanda tidak mau.
"Maaf, aku minta maaf.. Piko maaf." Ucup menunduk. Suaranya bergetar.
"Maaf untuk kata-kata jahat yang aku kasih ke kamu. Maaf karena aku, kamu harus nerima hal buruk. Maaf udah lari. Maaf.."
Kaki Piko lemas. Kembali mengingat masa-masa itu. Masa dimana sekolah terasa seperti di neraka untuknya. Menahan semua cacian yang sebenarnya Piko tidak ketahui akarnya.
Jujur, Piko tidak pernah menyalahkan Ucup. Ia paham dengan konsekuensi atas perasaannya. Mungkin yang ia sayangkan adalah kata-kata Ucup yang dilontarkan untuknya. Ia sakit hati tapi ia menerima sebagai akibat. Tidak apa-apa.
Tapi Piko tidak tahu, kalau hal lebih menakutkan terjadi setelahnya. Teman satu kelasnya menjauh. Lalu umpatan dan teror ia terima. Bingung. Apa karena perasaannya? Apa karena cintanya? Apa karena untuk siapa cinta itu ia labuhkan?
Piko bingung, kenapa hal itu menjadi sebuah kesalahan? Lalu ia tersadar, orang seperti dirinya tidak bisa diterima di lingkungannya. Hakim dunia terlalu jahat kepada cinta miliknya.
"Aku gak tahu kalau kamu diperlakukan buruk oleh mereka. Aku minta maaf untuk itu."
"A-aku kira kakak tahu." Lirihan Piko membuat Ucup mengangkat kepalanya.
"Gak Piko, aku gak tahu. Setelah hari itu aku mutusin untuk gak mau berurusan sama kamu. Maaf. Lalu aku lulus dan mulai mikir tentang perasaanku yang sebenarnya. Tapi aku takut Pik, aku malu buat muncul dihadapan kamu lagi."
"Saat itu, aku udah mau lupain perasaan aku buat Kak Yusuf..." Piko menjeda kalimatnya. Tenggorokannya tercekat.
"Aku mau buang semua yang berhubungan sama Kak Yusuf, termasuk buku sketsa itu, setelah tau percakapan kakak bareng temen-temen kakak."
Ucup lagi-lagi dibuat terkejut dengan fakta yang baru ia ketahui. Bahwa Piko mengetahui obrolan jahatnya bersama kawan-kawannya.
"Tapi kakak keburu nemuin buku itu. Mau gak mau aku harus jujur."
"Kak, sebenarnya aku gak pernah nyalahin kakak, aku juga gak nuntut kakak buat minta maaf atas perlakuan mereka ke aku. Itu diluar kuasa Kak Yusuf."
Ucup menangis. Untuk pertama kalinya ia menangis dihadapan orang lain. Ia berharap Piko akan memukulnya dan memakinya. Itu lebih baik. Tapi tidak, Piko terlalu lembut dan baik dan ia jahat sudah menyakiti hatinya. Ucup merasa kecil. Malu untuk mengangkat kepalanya lagi.
"Ada apa ini?"
Minke mengerut bingung saat melihat adiknya berdiri dan satu orang bersimpuh dihadapannya. Mereka menangis.
"M-mas Minke.." Piko menghapus air matanya lalu meraih lengan Ucup untuk bangun.
Dan disinilah mereka. Piko duduk di samping Minke dan Ucup duduk di hadapan mereka. Sama-sama menundukkan kepala. Takut oleh tatapan Minke.
"Kamu Yusuf Hamdan?"
"I-iya mas. Saya Yusuf Hamdan."
"Angkat kepala kamu."
"Selesaikan masalah kalian, saya tidak akan ikut campur. Kalian sudah dewasa untuk menyikapi permasalahan kalian. Kamu Yusuf, saya harap kamu bisa lebih dewasa kali ini."
"Saya minta maaf mas."
"Jangan minta maaf sama saya. Saya tidak ada masalah dengan kamu. Minta maaf sama adik saya. Pesan saya, jangan ulangi sikap kamu di masa lalu kepada siapapun lagi."
"Saya kasih waktu untuk kalian melanjutkan bicara."
Setelah itu Minke naik ke kamarnya. Meninggalkan Piko dan Ucup untuk menyelesaikan semuanya.
"Aku hargai permintaan maaf Kak Yusuf. Aku tau ini berat, bukan cuma buat aku, tapi Kak Yusuf juga."
"Piko, apa aku boleh tahu gimana perasaan kamu sekarang?"
Piko diam sejenak lalu tersenyum kecil.
"Kak Yusuf gak perlu khawatir sama perasaan aku. Biar ini jadi urusanku."
"Jangan dihilangkan ya Pik. Karena sepertinya, aku punya rasa yang sama kayak kamu."
"Piko, Kak Yusuf juga cinta sama kamu."
Air mata Piko jatuh. Mungkin jika ini terjadi 3 tahun lalu, Piko akan amat sangat bahagia. Tapi kali ini terasa berat untuknya. Perasaannya tidak pernah berubah, sekeras apapun ia mencoba melupakan. Hanya saja, semua sudah berbeda. Ia tidak bisa.
Melihat Piko yang menangis diam tanpa menjawab, membuat Ucup bisa menyimpulkan. Bahwa ia tidak ada kesempatan lagi. Perasaan mereka memang satu tapi waktu belum merestui.
Ucup mengusap air matanya
"Bahagia selalu ya, Piko." Ucup tersenyum dengan mata yang masih berkaca-kaca. Ia ulurkan tangannya.
"Kak Yusuf juga, bahagia selalu kak." Piko juga tersenyum menerima uluran tangan Ucup.
Saling berharap untuk kebahagiaan mereka. Tentu ini bukan akhir, perjalanan masih sangat panjang. Ucup tidak bisa mengharapkan lebih dari ini, melihat Piko tersenyum untuknya, itu sudah lebih dari cukup.
END
makasih udah baca cerita ini sampai selesai. makasih vote dan komennya. maaf kalo penulisan dan ceritanya berantakan😭🙏
oh iya aku mau up cerita dilantares/leatherdenim, kira-kira ada yang mau baca gak ya? kali ini cerita seneng2 kok😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Episode | Cupiko/Hackforger [END]
Fanficpiko bertemu lagi dengan ucup, orang yang pernah ia kagumi semasa SMA dan juga patah hati pertamanya cupiko | hackforger