narasi 4

193 18 0
                                    

Pagi itu, Jisung sudah rapih dengan baju kaos hitamnya serta jaket kulit merah semi racer yang membalut tubuhnya, serta celana skinny jeans hitam yang biasa ia pakai untuk balap, oh jangan lupakan sepatu boot wajibnya dengan sol tebal yang selalu ia pakai.

Karena ingin menghindar dari Minho yang selalu lengket padanya, ia memutuskan pergi lebih awal, ia mengambil kunci motor lain yang ia sembunyikan didalam laci lemari pakaiannya. Senyuman miring ia tampilan setelah mengambil kunci motornya itu.

"Maaf ya dek, kakak capek nunjukin sisi manja terus, kakak tahu kok badan kakak lemah, tapi kakak ngga mau nyusahin kalian terus."

Jisung meremat kunci motor yang ia pegang, kemudian membuka lemari kecil yang ada di dalam lemari pakaian besarnya itu, ia membuka kunci dari lemari kecil itu dan kemudian mengambil helm full face lain yang jarang atau bahkan tidak pernah ia pakai.

Ia buru-buru membereskan keperluannya kemudian keluar dari kamarnya, menuruni tangga, kemudian sedikit berlali menuju pintu rumahnya yang tersambung ke garasi.

"Untung kamu gak berisik kayak daisy, bisa gawat kalau kedengeran sama Jeje." Jisung menepuk-nepuk pelan motor merah abunya itu, ia kemudian menaikinya dan segera menyalakan mesin motornya.

Jisung menekan tombol didinding samping posisinya berada, tak lama kemudian pintu besi garasi depan terbuka, setelahnya ia tancap gas untuk segera pergi dari sana.

. . .

Sesampainya di kampus, Jisung berusaha untuk mencari tempat parkir yang tidak terlalu mencolok jika itu adalah motornya. Meskipun hanya sahabat-sahabatnya saja yang tahu motor yang ia pakai saat ini, kalau ketahuan sama Jeje bisa habis dia diadukan sama Minho.

setelah mendapat tempat parkir yang pas, Jisung kemudian bergegas pergi ke studio musik tempat Bangchan dan Changbin biasa membuat lagu.

Seraya berjalan ke gedung fakultas seni yang berada di sisi barat setelah parkiran, Jisung mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya.

"Anjir, salah bawa ponsel gue. Eh, tapu backup nomor anak-anak ada di sini semua sih, ya udah lah."

Selama perjalanan yang Jisung lakukan hanya mengecek sosial medianya atau sekedar mengecek demo track lagu dan catatan lirik yang sudah pernah ia buat di cloud miliknya.

"Woii Ji, tumbel awal banget ke kampus ? Gak sama kak Minho lo ?" seseorang menghampiri Jisung, ia kemudian mendongakkan kepalanya dari layar ponsel untuk melihat siapa yang menyapanya itu.

"Echaan, lo masih pagi udah bacot aja sih. Lagi males gue sama kak Minho, bentar lagi juga kena amuk sama dia gara-gara gue tinggal pergi langsung ke kampus." mereka berdua kemudian berjalan beriringan.

"Si goblok, gue gak ikutan ya kalau kak Minho lo ngamuk-ngamuk. Lo tuh lagian bandel banget dibilangin."

"Biarin ihh, capek gue 24 jam di intai mulu sama tu orang, agak risih juga jadinya. Tapi, orangnya memang perhatian sih beberapa bulan ini sama gue." Jisung bercerita.

"Lah ? Kak Minho kan emang suka sama lo nyet, makanya perhatian sama lo, wah bener-bener ini anak suka gak tahu diri kalau udah baperin anak orang" Haechan memukul pelan lengan Jisung, yang di pukul hanya mengaduh sakit.

"Kok pukul-pukul sih Chaan ? Mana ada gue baperin anak orang, gue biasa aja kok, sama orang lain gue juga gini. Lagian lo ngaco masa kak Minho suka sama gue ? Gak mungkin lah." Jisung mengusap-usap temat pukulan yang diberikan Haechan sebelumnya, sebenarnya tidak sesakit itu, maklum saja Jisung itu kadang suka melebih-lebihkan.

Ponsel Jisung bergetar beberapa kali, ia kemudian melihat ponselnya kemudian mengumpat pelan.

"Anjir, mampus gue, adek gue nelpon lagi." sebelum mengangkan panggilan tersebut, Jisung mengambil napas dalam.

"Halo ? Kenapa dek ?"

"kak Jisung, kamu pergi kekampus sendiri pakai motor ya ?"

Jisung seketika merinding mendengar nada bicara sang adik disebrang sambungan.

"Dek, udah dua bulan lebih loh. Kakak ngga kenapa-kenapa kok, ini aja ketemu Haechan langsung waktu sampai kampus."

"Awas aja ya, aku gak mau nolongin kalau di marahin kak Minho."

"kok bawa-bawa kak Minho terus sih ? biarin aja ihh, kakak bisa pergi kekampus sendiri loh."

"Mamah yang marah mau ? Atau papah ? Jeje laporin nih kalau kakak masih di gangguin di kampus."

"Ehh jangan dong deh, apaan sih bawa-bawa mamah sama papah jadinya."

"Kak Jisung, Jeje tuh cuman gak mau kakak sakit lagi. Jeje ngga suka kakak di sakitin orang lain. Iya, Jeje tahu kakak bisa jaga diri, kakak kalau ada apa-apa gak mau cerita sama Jeje. Jangan kira Jeje gak tahu ya kakak selama ini nyembunyiin apa."

Jisung membeku, ia terdiam didepan pintu studio musik, bola matanya begerak-gerak dengan gelisah tiba-tiba setelah mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan sang adik.

"Ka-kamu udah tahu ? Tahu dari mana ?" Jisung berucap dengan gugup.

"Kak, kakak gabungin semua obat penambah darah kakak sama obat-obat lain. Gak mungkin aku gak tahu itu obat apa. Mamah sama papah gak ada yang tahu kan ? Kak Ji, aku sayang sama kakak, kalau ada apa-apa sekarang harus cerita ya sama Jeje ?"

"Iya Je, kakak ngerti, lain kali kakak bakal cerita ke Jeje ya, tapi gak sekarang."

"Ya udah, Jeje tunggu cerita dari kak Ji, btw kak, kak Minho udah nuju kampus tadi, mukanya juga kayak marah banget habis dari sini. Kalau gitu jeje siap-siap dulu, selamat berjuang ya kak, ahahaha."

pip

sambungan telpon terputus sepihak, Jisung kemudian memaki-maki sang adik yang tiba-tiba membawa kabar buruk.

Setelah memasukkan ponselnya kedalam saku celananya, Jisung kemudian membuka pintu studio musik dengan tergesa-gesa. Ia sedang tidak mau kena ceramah dari Minho jika ia bertemu dengannya.

setelah memasuki ruangan ia kemudian memasuki kamar kecil lainnya yang tersedia disana sebagai practice room, ia akan mengunci dirinya disana. Oh ya, ia sudah berpisah dengan Haechan tadi saat menerima panggilan dari Jeongin.

WHAT IS LOVE ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang