dua

393 87 9
                                    

Atas bantuan Nathan, Ian sudah mempersiapkan beberapa topik untuk obrolannya dengan Mini karena ia begitu amat khawatir tidak dapat menciptakan suasana yang bisa dikatakan cukup baik. Ia juga memperhatikan pakaian yang ia kenakan. Sebenarnya cukup simpel, kaos tangan panjang dan celana jeans hitam. Namun Ian tetap tampak rapi.

Ian berjalan masuk ke dalam kafe setelah memarkirkan motornya di parkiran. Entah mengapa jantungnya berdetak sepuluh kali lebih cepat dari biasanya. Awalnya ia rasa kencan buta ini hanya main-main, toh hanya karena agar mendapatkan uang saja demi menambah pemasukan untuk kegiatan fakultasnya, tetapi rasanya seperti kencan buta sungguhan.

Ian sama sekali tidak mengetahui bagaimana rupa Mininya nanti dan ia juga tidak tahu mengenai identitasnya. Ini benar-benar seperti ajang perjodohan yang biasa ia tonton di dalam film atau pun sinetron.

Kaki Ian melangkah masuk ke dalam kafe, sejenak ia berdiri di samping rak yang berjejeran botol minum dengan rapi. Matanya mengedar ke sekeliling kafe untuk mencari Mini dengan ciri-ciri yang diberitahu oleh Mini sendiri melalui aplikasi tukar pesan. Katanya, Mini memakai sweetshirt berwarna putih dan rambut berwarna coklat terang. 

Karena setelah Ian mencari di dalam tidak ada, ia berjalan ke arah luar atau lebih tepatnya smoking area

Di sana banyak sekali orang yang notabenenya masih satu kampus dengannya. Namun untungnya, tidak ada orang yang mengenali Ian, sehingga ia dapat melakukan tugasnya dengan leluasa.

Selagi Ian merogoh ponsel untuk mengirim pesan lagi kepada Mini, matanya tak sengaja menangkap punggung seorang lelaki yang sedang duduk sendiri—pakaian yang digunakan sweetshirt putih namun terdapat salur biru dan mengenai warna rambut lebih terlihat gelap dari deskripsi yang diberikan padanya, mungkin karena efek sudah malam hari dan lampu kafe yang tidak begitu terang.

Ian berjalan ke arah lelaki tersebut dan dapat ia lihat si lelaki sedang memainkan ponselnya sembari bersenandung.

"Hai, Mini 14?" tanya Ian hati-hati karena takut salah orang.

Atas pertanyaan Ian, yang ditanya mendongak kemudian terlihat matanya gelagapan. Mungkin ia terkejut.

"Miki 14?"

Ian menganggukkan kepalanya, kemudian ia menarik kursi untuk duduk di hadapan Mini.

"Maaf kalo nunggu lama, tadi isi bensin dulu soalnya." ujar Ian yang mendapatkan anggukkan kepala dari lelaki bertubuh mungil yang duduk di hadapannya.

"Nggak apa-apa. Anyway, ini gimana ya sistemnya?"

Karena Ian sudah mewawancarai Nathan sebelum memainkan perannya, Ian melihat layar ponselnya. Di sana menunjukkan pukul 21.07.

"Dimulai dari sekarang, berarti selesai sekitar jam dua belas malem."

"Okay. Ini kita ngobrol aja gitu ya?"

Ian mengangguk, "Tergantung lo sih maunya kaya gimana. Mau nemenin belanja, makan, atau nugas juga boleh. Cuma kalo belanja kayanya nggak mungkin ya karena udah malem."

Ian lihat Mini hanya menundukkan kepala atau terkadang melihat sekitar. Canggung itu pasti dan Ian juga merasakan hal itu. Apalagi ia memang bukan tipe orang yang membuka topik kepada si lawan bicara jika bertemu dengan orang baru. Ia lebih mengikuti alur dan menjawab jika ditanya.

Namun untuk saat ini Ian tidak boleh seperti itu demi testimoni program kencan ini tidak dipandang jelek, karena ia masih ingat apa kata Christy bahwa penghasilan kencan buta lebih besar dibanding danusan. Dimana berarti jika target pemasukan marketing terpenuhi dengan cepat, maka ia tidak usah bersusah payah lagi untuk mencari orang yang mau membeli danusannya.

sangkala bersama - jeongbbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang