bab 5

2.8K 16 3
                                    

Lelaki seram itu dengan telaten mengobati sikut ku, sebenarnya tidak seberapa hanya sebuah luka kecil karena pecahan kaca dari lemari yang dia lempar vas bunga.

Aku masih belum berani menatapnya. Lelaki ini sungguh tak bisa kutebak.

"Benarkah kamu sangat takut melihatku?" Aku mengangguk tanpa melihatnya. Rasanya sudah tidak tahan sekali beberapa hari saja bersamanya.

Lelaki itu meletakkan kembali peralatan p3k ke meja lalu kembali mendekatiku, tanpa aba-aba apapun dia memelukku.

"Aku hanya takut kamu pergi. Cukup disini saja dan aku janji tidak akan menyakitimu lagi." Entahlah aku sendiri tidak bisa mempercayai ucapannya. Lebih baik sekarang untuk tidak mengucapkan apapun karena hanya akan memancing emosinya saja. "Mengerti?" Aku mengangguk, lalu tuan Marcell membetulkan posisi selimutku.

Vika datang untuk mengantarkan makan siang. Tuan Marcell gegas mengambil alih nampannya dan segera mungkin memberi isyarat pada Vika untuk keluar.

Kali ini lelaki yang seram itu mulai menyuapkan makanan pada mulutku dan pastilah aku menurutinya karena takut untuk menolaknya tetap dengan mata yang masih tertutup.

"Buka matamu, cepat!" Perintahnya membentak, dengan sangat berat kuturuti saja untuk membuka mata.

Dia mencengkeram daguku kuat memaksaku untuk menatapnya. Aku yang mendapati perlakuan kasarnya lagi hanya bisa menangis tanpa suara.

"Tuan kenapa sangat suka menyiksa saya seperti ini? Kenapa tidak melempar vas tadi pada saya?" Aku masih menangis. Lelaki itu malah semakin kuat mencengkeramku.

"Haaaargh!" Semua perlengkapan makan diatas nampan dia lempar kesembarang arah. Sebagian pecah mengenai tanganku. Melihat darah dari pecahan piring itu, dia langsung melepas cengkramannya lalu meraih tanganku. Aku masih menangis.

"Bukankah baru saja anda berucap tak akan lagi menyakitiku?" Kuhempas tangannya kasar lalu menyibak selimut yang dia kenakan untukku tadi. Berjalan melewati pecahan piring itu tanpa peduli perih pada telapak kaki yang mungkin terluka.

"Selena!" Baru kali ini dia menyebut namaku, tapi aku tak mempedulikannya dan tetap berjalan menuju kamar mandi.

Mengunci pintu kamar mandi dari dalam lalu menyalakan shower untuk mengisi bathroom dan langsung masuk kedalamnya. Lagi, tak kupedulikan gedoran pintu dan teriakan lelaki itu.

Air ini sudah bercampur darah yang disebabkan pecahan piring yang menancap kakiku. Lukanya tak terasa lagi dibanding keyakinanku untuk mengakhiri ketakutanku ini.

***

"Selena." Ucap suara yang ternyata berasal dari Vika. Mata ini rasanya berat sekali untuk dibuka, ruangan yang sangat berbeda dibanding kamar mewah yang kutempati sebelumnya. "Syukurlah kamu sadar " dia memelukku yang posisinya masih terbari diranjang.

Ruangan bernuansa putih dan sebuah kantong infus yang teegantung diatasku. Bisakah kukatakan bahwa ini seperti ruangan rumah sakit?

"Kamu tau bagaimana paniknya tuan Marcell saat mendapatimu tenggelam dibath up." Wanita itu menangis sambil menceritakan peristiwa yang kulewati. Aku hanya mengela nafas panjang, seharusnya dia tak perlu menolongku. "Selena, kamu baik-baik saja?"

"Menyadari diriku masih hidup artinya tidak akan baik-baik saja." Ucapku lemas. Setelah ini pasti akan banyak kesakitan yang akan aku rasakan dari lelaki yang katanya sudah menolongku itu.

"Tuan Marcell tidak akan menyakitimu Sel. Percayalah padaku." Sebenarnya setiap kali Vika berucap seperti itu membuatku muak saja. Bagaimana bisa mewajarkan sikapnya selama ini.

"Tapi Vika, kamu tidak akan meninggalkanku disini sendirian bukan?"

"Setelah tuan Marcell selesai dengan pekerjaannya dan datang kemari artinya aku harus pulang juga." Aku gegas menggeleng dan meraih tangannya.

"Aku tidak mau bertemu dengannya lagi." Rasanya aku sudah sangat takut kala Vika mengatakan tentang kedatangan lelaki itu.

"Dia tak mungkin menyakitimu." Bagaimana meyakinkan wanita didepanku ini bahwa tuannya sangatlah kejam.

Dalam ketakutan, sosok yang tengah kita bicarakan sudah muncul dari balik pintu. Kali ini dia masih mengenakan setelan jas lengkap. Aku segera beringsut untuk emnutupi tubuhku dengan selimut.

Vika membelai punggungku lalu beranjak pergi. Ingin sekali berlari untuk ikut pergi bersamanya tapi lelaki itu masih berdiri diambang pintu.

"Bagaimana keadaanmu?" Aku tak berani menatapnya. Dia segera mendekat, duduk dihadapanku. "Kenapa kamu tak pernah menjawab pertanyaanku?" Kali ini nadanya mulai meninggi. 

Eitsss.... Tuan Marcell ini maunya apa sih?
Btw kalian kalau jadi Selena lari aja atau tetap bertahan?

Cerita ini on going di goodnovel, update setiap hari dan bisa dibaca gratis dengan menonton iklan saja loh...

https://m.goodnovel.com/book_info/31000333765/Romance/Budak-Hasrat?shareuser=43219671&ch=apps

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Budak HasratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang