06 Permulaan Yang Sebenarnya

18 2 0
                                    

Veren berjalan mengikuti plang yang tergantung di langit-langit sekolah. Sekolah ini sangatlah luas dan ia tidak menyangka ia akan kebingungan untuk mencari kelasnya. Suasana koridor sangat sepi, mungkin karena sebentar lagi akan bel, jadinya para murid yang lain sudah mulai masuk ke dalam kelas mereka.

Gadis itu terus berjalan hingga pada akhirnya ia menemukan kelasnya, IPA 11A. Suasana kelas begitu riuh namun begitu beberapa orang menyadari kehadirannya di depan pintu kelas, kelas itu perlahan senyap. Perhatian mulai beralih padanya yang dengan santai mengabaikan tatapan anak kelasnya dan memilih untuk menjelajahi ruangan kelas mencari tempat duduk kosong.

Kabar mengenai kecelakaan yang dialami Camellia tentu saja sudah tersebar luas, bahkan satu angkatan mengetahuinya karena gadis itu sebenarnya sangat populer di sekolahnya karena prestasi dan kecantikannya. Awalnya ia disukai banyak orang karena kepribadiannya yang hangat dan parasnya yang elok, namun semuanya berubah ketika Nancy mulai melibatkan dirinya dalam kehidupan Camellia.

Nancy mengumpulkan gadis-gadis yang membenci Camellia dan membentuk kelompoknya sendiri untuk membully Camellia. Kebanyakan perempuan yang ikut kelompok Nancy adalah perempuan yang kesal karena lelaki yang mereka sukai malah menyukai Camellia. Hampir setiap hari, Camellia menerima tindasan verbal dan terkadang para gadis itu melakukan siksaan fisik pada Camellia.

Alhasil, Camellia yang dulunya bersinar perlahan mulai meredup. Tidak ada yang berani berteman dengannya karena takut menjadi sasaran bully. Hanya Alda seorang saja yang masih bertahan bersama dengannya. Anehnya, Nancy sama sekali tidak tertarik pada Alda, jadi ia mengabaikan Alda begitu saja.

Veren menghela napasnya, sayang sekali dirinya tidak sekelas dengan Alda. Ia merasa sendirian karena tidak ada yang berani mengajaknya untuk bicara. Juga, ia tidak memiliki siapapun yang menjadi teman sebangkunya. Karena membosankan, gadis itu memainkan hapenya sembari menunggu bel sekolah berbunyi.

"Lihatlah siapa yang baru saja datang ini,"

Perhatian Veren teralihkan pada seorang gadis yang ia yakini adalah Nancy. Veren mengetahuinya karena sebelumnya Alda sudah menunjukkan foto Nancy padanya. Jika dilihat-lihat, gadis ini juga lumayan cantik, hanya saja apa gunanya paras yang cantik jika perilakunya busuk?

Veren menoleh dan tersenyum tipis,"Maaf, siapa ya?" tanyanya dengan ramah. Mendengar respon Veren yang tidak mengenalinya, Nancy tertawa kecil.

"Sepertinya aku harus membanting kepalamu supaya ingatanmu benar-benar kembali," ujarnya sembari tertawa remeh. Veren dengan santai tersenyum dan berkata sesuatu yang membuat Nancy menatapnya dengan kesal,

"Silahkan saja kalau bisa,"

"Kau-" Perkataan Nancy terpotong begitu ia tidak sengaja melihat seorang lelaki masuk ke dalam kelas. Melihat perhatian Nancy yang teralihkan, Veren pun juga ikut melihat siapa lelaki yang gadis itu lihat. Lelaki itu memiliki rambut biru tua dengan wajahnya yang tampan dan tampaknya dia lelaki itu yang banyak disukai oleh para siswi di sekolah ini.

"Kalau tidak salah namanya Lucian,"

Luciano Marlon, lelaki tampan yang merupakan idola di sekolahnya, SMA Insan Muria. Ia terkenal dengan prestasinya di bidang akademik dan non akademik seperti basket. Banyak gadis yang tergila-gila dengannya dan banyak juga yang sudah menyatakan perasaan tetapi ia selalu menolak. Meskipun lelaki itu selalu menolak perasaan orang dengan dingin, namun hal itu tidak membuat para siswi lainnya menyerah dan tidak sedikit yang menyatakan perasaannya berkali-kali.

Nancy salah satu gadis yang terpincut oleh pesona Lucian. Ia meninggalkan Veren begitu saja dan menghampiri Lucian lalu menyambutnya dengan manis.

"Cih, dasar munafik," batin Veren yang ditujukan pada Nancy.

"Pagi Lucian..." sapa gadis itu yang diabaikan oleh Lucian. Lucian menoleh pada Veren yang terkejut karena tiba-tiba pria itu memerhatikan dirinya. Lucian berjalan menghampiri Veren bersamaan dengan Nancy yang mengekorinya.

"Ada apa ini?"

"Minggir,"

Veren mengerjapkan matanya dengan bingung, ia juga tidak suka pria ini berkata begitu tidak bersahabat padanya.

"Buruan minggir, ini tempat duduknya Lucian! Enak aja langsung ambil tempat duduk orang, ambil tuh meja sama kursi sendiri di gudang," klaim Nancy dengan nada yang ketus. Veren memutarkan bola matanya dengan malas, ia pun bangkit berdiri dan beranjak dari tempat duduknya. Ia tidak berniat untuk duduk di samping Lucian yang sebenarnya kosong, karena selain ogah, ia juga berpikir mungkin itu adalah tempat orang lain.

Bel pun berbunyi dan Veren berpikir ia harus segera mengambil kursi dan meja secepatnya sebelum guru masuk. Ia melangkah ke luar kelas dan tidak sengaja berpas-pasan dengan seorang guru yang baru saja masuk ke dalam kelas.

"Camellia? Kamu mau kemana?" tanya sang guru.

"Saya mau ambil meja dan kursi, bu,"

Rina melihat sekitar kelas dan menemukan tempat kosong yang berada tepat di samping Lucian. Ia pun menoleh pada Veren dan menyuruh Veren untuk duduk di samping Lucian,

"Tuh ada tempat kosong. Kamu duduk di situ saja, gak usah ambil kursi sama meja lagi,"

Nancy yang mendengar ucapan Rina pun protes, ia tidak suka jika Veren duduk bersama dengan lelaki yang disukainya,"Tapi bu, kan itu tempat duduknya Leon!"

"Tidak masalah, salah sendiri dia datang terlambat. Nanti suruh saja dia yang ambil kursi sama mejanya sendiri," ujarnya yang kemudian berjalan mengabaikan kekesalan yang tampak jelas di wajah Nancy. Meskipun guru itu tampak menyudahi hal ini, namun hal itu tidak berakhir begitu saja bagi Nancy yang masih tidak ingin menurut untuk kembali ke tempat duduknya, begitu juga dengan Veren yang masih berdiri dengan canggung.

"Kenapa pada gak duduk? Kalian mau mengabaikan perintah saya? Camellia, Nancy, kembali ke tempat duduk kalian!" perintahnya yang mau tidak mau harus dituruti oleh Veren dan Nancy.

Nancy mencebik kesal, meskipun sosoknya masih ditakuti dan dihindari karena statusnya sebagai anak kepala sekolah, tapi tetap saja, beberapa orang mulai meremehkannya dikarenakan sanksi yang diberikan oleh ayahnya sendiri ketika ia ketahuan melakukan kecurangan.

Gadis berambut hijau mint ini menggigit bibirnya dengan kesal. Ia merasa diremehkan dan ia menyalahkan semuanya pada Camellia yang padahal adalah korban yang sesungguhnya. Ia menatap dengki Veren yang tampak tanpa merasa bersalah duduk dengan santai di samping Lucian.

"Perempuan sial! Lihat saja nanti!"

Sementara itu, Veren terpaksa duduk di samping Lucian yang enggan untuk menatapnya. Ia menduga jika Nancy pasti sangat kesal padanya dan sepertinya ia akan menjadi korban bullynya nanti. Gadis itu menghela napas, ia sama sekali tidak tertarik dengan lelaki yang ada di sampingnya ini, malahan ia merasa risih dengan sikap dinginnya tersebut.

Namun meskipun begitu, menurut Veren, sikap Lucian ini terlalu dingin padanya seolah-olah ada sesuatu diantara Lucian dan Camellia yang tidak ia ketahui.

"Aku harus menanyakannya pada Alda," 

Aku Hanyalah PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang