Veren tidak bisa berhenti menatap arlojinya, ia sangat menunggu waktu pulang karena ia tidak betah duduk bersama dengan lelaki kaku nan menyebalkan seperti Lucian. Lelaki itu juga tampaknya tidak menganggap kehadiran Veren, ia tidak mengucap sepatah kata apapun, bahkan untuk menatap Veren saja dia enggan.
Gadis itu berjanji pada dirinya sendiri untuk segera mengembalikan bangku ini pada Leon.
Veren melirik Leon yang juga ternyata sedang menatapnya. Lelaki itu tersenyum padanya dan gadis itu menanggapinya dengan bingung,
"Kenapa dia senyum-senyum begitu?
Veren teringat dengan Leon yang tadi tersenyum padanya ketika ia memberikan roti dan susu itu. Ia pun menyadari sifat Leon yang terlihat hangat pada siapapun.
"Hah, sepertinya memang sudah menjadi sifatnya untuk tetap ramah pada siapapun,"
Veren memahami mengapa Leon itu populer dikalangan siswi-siswi lainnya, namun ia sangat bingung, mengapa lelaki dingin yang tidak bersahabat seperti Lucian juga banyak digemari orang?
Ia juga tidak melihat interaksi Lucian pada siapapun kecuali dengan Leon dan juga tampaknya lelaki itu lebih sering menyendiri.
"Hah... Keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking" ejek Veren di dalam benaknya.
Lagi lagi terlintas di benak Veren alasan mengapa Camellia bisa menyukai Lucian. Apa keduanya sempat berinteraksi di masa lalu? Ia sudah menanyakan hal ini pada Alda, namun Alda sendiri tidak tahu.
"Hmm... Masa iya karena dia ganteng?"
Veren meragukan hal itu, terlebih yang ia alami adalah sikap Lucian yang acuh tak acuh padanya.
Kring!
"Yes!" Dengan refleks Veren langsung mengacungkan tangannya ke udara seakan-akan ia baru saja memenangkan lotre. Hal itu membuat perhatian seisi kelas tertuju padanya, termasuk sang guru yang merasa tersinggung dengan tindakan Veren.
Wanita itu melipat tangannya,"Udah gak sabar ya mau pulang, Camellia," sindir sang guru yang membuat Veren menundukkan kepalanya dengan malu.
"Pelajaran kita sampai di sini, silahkan kerjakan tugas kalian dan kumpulkan sesuai dengan deadline yang sudah saya berikan. Selama siang," ucap sang guru diiringi dengan suasana riuh kelas begitu ia meninggalkan kelas.
Veren sangat senang, ia bahkan bersenandung sembari memasukkan bukunya ke dalam tas sementara Lucian sendiri sudah selesai lebih dulu dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Veren tanpa sepatah kata apapun. Veren sebenarnya tidak terlalu menyadari kepergian Lucian sampai ia tidak sengaja melihat buku tulis Lucian yang terjatuh ketika ia berberes tadi.
Buku itu ia ambil dan dengan cepat, ia pun bangkit berdiri dan menyusul Lucian yang ada di depan sana.
"Lucian! Tunggu!" teriak Veren yang menggelegar.
Meskipun Veren sudah memanggilnya, Lucian tetap saja tidak berbalik dan merespon. Ia tetap saja berjalan dengan santai seakan-akan ia tidak mendengar apapun. Kesal karena Lucian tidak mendengarnya, Veren pun kembali teriak,
"Woi budek! Berhenti woi!" pekik Veren dengan kesal.
Benar saja, Lucian benar-benar berhenti melangkah. Ia pun berbalik dengan Veren yang terengah-engah karena sudah mengejarnya.
"Sialan, giliran dipanggil budek baru dia berhenti,"
"Ck, kau mengangguku,"
Veren terdiam sejenak untuk mencerna perkataan dan sikap Lucian yang begitu dingin kepadanya. Rasa lelahnya benar-benar hilang begitu saja, ia sempat tidak percaya jika perkataan itu akan keluar dari mulut Lucian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Hanyalah Pengganti
Genç KurguUntuk beberapa alasan dan karena sebuah hal, Verena harus menjalankan hidupnya sebagai orang lain. Kehidupan malang Verena perlahan ia tinggalkan ketika ia hidup sebagai Camellia, seorang gadis yang saat ini sedang berjuang untuk tetap hidup setelah...