Di Rumah Ares

1.5K 245 18
                                    

"Mandi dulu Res." Ucap Dilan yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Antares masih rebahan di kasur lengkap dengan seragamnya. Sedang serius menatap ponselnya.

Dilan mengernyit saat Antares tidak memperhatikannya.

"Ares, maneh teh mau mandi teu?"

"Ares."

"Antares!" Dilan sedikit meninggikan suaranya, bermaksud membuat Antares mengalihkan perhatian padanya dan hal itu terbukti berhasil.

Antares mengangkat kepalanya dari ponsel. Menatap Dilan dengan pandangan protes.

"Apa?"

"Mandi. Aing udah selesai. Giliran maneh."

"Gak, lo tadi manggil gue apa?"

"Anta-" Dilan mengehentikan ucapannya saat menyadari sesuatu. Matanya menangkap Antares yang sudah bangun dari posisinya.

"Y-ya lagian maneh gak nengok waktu aing panggil."

"Lain kali jangan manggil gitu lagi. Gue gak suka." Antares berdiri di hadapan Dilan lalu mengusak kepalanya. Dilan hanya diam sembari menatap Antares yang masuk ke kamar mandi.

Antares itu tidak suka jika Dilan memanggil namanya. Antares. Dulu Dilan sempat bingung, kenapa? Padahal kan itu memang namanya. Tapi Antares tetap tidak mau. Akhirnya Dilan menurutinya sampai sekarang.

Dilan bukan orang pertama yang memanggilnya Ares, teman-temannya sudah lebih dulu. Pun Antares tidak pernah protes saat teman-temannya beberapa kali memanggilnya Antares. Tetapi, itu berbeda jika Dilan yang melakukannya.

Antares tidak tau alasannya. Ia hanya tidak suka saat Dilan memanggilnya Antares. Ia  merasa Dilan sama seperti teman-temannya yang lain dan Antares tidak suka.

Bukankah Dilan juga teman Antares?

Kenapa tidak suka jika Dilan bersikap seperti teman-temannya yang lain?

Dilan pun tidak tahu. Ia hanya mengikuti kata-kata Antares saja dan itu juga sudah kebiasaannya memanggil Ares. Karena jika Antares sudah marah, dipastikan semua orang akan dimusuhinya. Dilan tidak mau ada keributan.

Bosan menunggu Antares, Dilan keluar kamar menuju lantai bawah. Rumah Antares ini besar dan luas. Ada dua lantai.

Saat pertama kali Antares membawa Dilan ke sini, ia tidak berhenti kagum. Pasalnya rumahnya tidak sebagus rumah Antares. Lebih terkejut lagi, saat tahu Antares sering tinggal sendirian di rumah sebesar ini. Orangtuanya sibuk bekerja.

Dilan pernah bertemu dengan mereka. Awalnya Dilan takut jika Antares dimarahi karena berteman dengannya, yang notabene bukan dari keluarga berada. Tetapi, semua ketakutan dan bayangan jeleknya tidak terjadi.

Orangtua Antares menyambutnya ramah. Bahkan ibunya tidak henti mencubit pipinya dan mendapatkan protes dari Antares. Padahal Dilan biasa saja. Hanya sedikit perih, tidak masalah untuknya.

Sekarang Dilan menatap isi kulkas dengan alis mengerut. Ia memutuskan untuk memasak sesuatu, sembari menanti Antares selesai mandi. Hanya masakan sederhana. Dilan tidak begitu pandai memasak. Terakhir kali Dilan memasak, ia berakhir membakar hangus panci bundanya. Semoga kali ini tidak terjadi apa-apa.

Nasi goreng. Dilan melihat bumbu nasi goreng di rak, jadi ia putuskan untuk memasak itu saja. Ditambah potongan wortel, sosis, dan telur.

Dua puluh menit Dilan habiskan untuk membuat nasi goreng dua porsi. Dengan telur mata sapi sedikit gosong di atasnya. Dilan meringis melihatnya.

Dilan lega tidak membakar wajan milik Antares. Bisa dimarahi bundanya jika ia merusak dapur milik orang lain.

Ia menatap dua piring di meja makan lalu beralih pada jari tangannya yang sempat teriris pisau. Untung ada plester luka di dapur Antares jadi ia bisa menggunakannya.

"Ngapain lo?"

Dilan tersenyum melihat Antares sudah selesai mandi.

"Tadaaa." Dilan merentangkan tangannya untuk memamerkan hasil masakannya.

Antares mengerutkan alisnya lalu duduk. Menatap Dilan dan nasi goreng bergantian.

"Lo masak ini?"

"Iya. Tapi maaf ya telurnya gosong dikit."

"Ayo cobain Res."

Antares menyendok nasi goreng di hadapannya. Dilan melihatnya antusias.

"Gimana?"

"Lumayan. Jago juga lo masak."

"Hehehe. Iya dong. Dilan." Dilan menepuk dadanya bangga.

"Jari lo kenapa?"

Antares bangun dari duduknya menghampiri Dilan saat matanya menangkap jari Dilan di balut plester luka.

"Tadi kena pisau, tapi teu nanaon."

"Besok-besok gak usah masak lagi."

"Naha?"

"Jari lo jadi luka gini."

"Ihh cuma luka kecil."

"Tetep aja luka. Gimana kalo besok gak cuma kena pisau? Tangan lo kena api, kesiram air panas, atau kompornya meleduk? Kan bahaya Lan."

"Ares mah! Mikirnya yang baik-baik atuh Res."

"Ya atau gak?"

"Iya-iya, gak masak lagi."

Antares mengelus jari Dilan yang terbungkus plester. Sedangkan Dilan mengerut sebal.

Setelahnya mereka habiskan menit di dapur untuk makan nasi goreng yang sudah dingin. Lalu kembali ke kamar. Biasanya mereka akan keluar main. Tapi malam ini mereka putuskan untuk bermain video game, dilanjut menonton serial netflix. Berakhir Dilan yang ketiduran di pundak Antares.

"Mimpi indah, Dilan." Bisik Antares yang tidur menyamping berhadapan dengan Dilan. Tak lupa mengelus pelan pipi yang lebih kecil.

Semoga mimpi indah juga, Antares.

+++

Ares & Kontet | Dilantares/Leatherdenim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang