Dilan menatap suasana sepi halaman samping rumahnya. Tangannya ia tumpukan pada kusen jendela. Jari telunjuknya mencoret acak kaca jendela yang berembun akibat udara dingin. Sore itu hujan. Baru berhenti beberapa menit yang lalu.
Antares sudah kembali ke rumahnya siang tadi. Dilan yang memaksa laki-laki itu untuk pulang. Walaupun harus beradu mulut terlebih dahulu, tapi Dilan berhasil mengusir Antares dari rumahnya. Itu terdengar kejam jika dipikirkan.
Dilan terkekeh saat satu ingatan itu terlintas di kepalanya. Bukan tanpa alasan Dilan menyuruh Antares pulang. Ia hanya tidak mau Antares melihat sisi Dilan yang ini. Sisi yang dirinya sendiri benci.
Dilan yang menyedihkan.
Dilan menghela napasnya yang mulai berat. Sebenarnya, bundanya ke Bandung bukan untuk menengok saudara, tetapi untuk menghadiri peringatan kematian ayahnya.
Dilan tarik gorden untuk menutup jendela di depannya. Bibirnya bergetar saat lonjakan emosi menguasai dirinya. Bukan hanya kaca jendela yang berembun, kini matanya mulai mengabur.
Tubuh kecil itu merosot ke bawah. Punggungnya bertumpu pada tembok di bawah jendela. Memeluk kedua lututnya erat. Mencoba menggulung badannya sekecil mungkin. Air matanya tumpah bersamaan dengan hujan yang mulai turun lagi. Isaknya teredam oleh suara guyuran air langit.
Bundanya tahu Dilan belum siap. Tetapi wanita itu tidak pernah tahu jika anak semata wayangnya menangis sendirian. Memendam semuanya untuk dirinya sendiri.
Topengnya cukup tebal selama ini. Tentu Dilan bahagia di Jakarta, apalagi ada Antares sebagai temannya. Tapi ada satu waktu ia tenggelam oleh memori 2 tahun lalu. Kenangan yang tidak pernah bisa Dilan lupakan. Kejadian yang membuatnya enggan menginjakkan kaki di kota kelahirannya itu lagi.
Apa? Tidak tahu.
•
•
•
Antares bukan anak yang pandai menunjukkan perasaannya. Terutama cinta. Entah pada siapapun itu. Orang tua, teman, sahabat, atau bahkan pada orang yang ia sukai. Antares fasih dalam bertindak tapi gagap pada lisan. Walaupun kadang, tindakannya belum tentu benar.Antares memang anak badung, tetapi ia sayang orang tuanya dan pribadinya sopan terhadap yang lebih tua. Antares hanya anak nakal bukan jahat. Ia akan menyerang jika diserang dan akan membalas jika ada yang memulai.
Sikap acuhnya sering disalahartikan oleh orang lain. Dianggap dingin dan angkuh. Padahal nyatanya, mereka hanya tidak berani untuk mendekatinya. Juga, ekspresi wajahnya (terutama tatapan matanya) yang mengintimidasi menjadi faktor utama orang takut padanya. Bukan salah Antares, sejak dulu wajahnya memang seperti ini.
Antares membanting handphonenya di kasur. Kesal saat panggilannya tidak mendapatkan respon. Antares mencoba menghubungi Dilan tetapi nihil. Antares menatap langit-langit kamarnya. Ia bosan makanya ingin menelpon Dilan tapi malah tidak diangkat. Ia tidak punya kegiatan yang asik di rumah. Semuanya membosankan.
"Bosen anjing!" Antares mengacak rambutnya yang mulai panjang. Ia mulai berpikir, apakah harus memotongnya atau biarkan saja? Toh sekolahnya tidak terlalu mempermasalahkan pasal rambut.
Besok Antares akan minta pendapat Dilan tentang rambutnya. Dilan walaupun sedikit kampungan (kalo kata Antares) tapi Antares akui, Dilan cukup memiliki selera yang bagus untuk penampilannya. Nya disini untuk Antares, karena Antares tidak yakin Dilan bisa mengurus penampilan dirinya sendiri.
Lihat saja, tiap hari memakai jaket denim dengan slayer melingkar di lehernya. Sok mau terlihat garang, sayang wajah bayinya tidak mendukung. Dulu Antares sempat mengira Dilan sebagai siswa SMP yang nyasar ke sekolahnya, berakhir terkena tendangan maut dari Dilan. Tepat di area masa depannya. Ngilu jika diingat. Kapan-kapan, Antares akan ceritakan bagaimana mereka pertama kali bertemu.
"Kok kamu udah pulang?" Suara lembut mama Antares mengalun seiring langkah Antares menuju meja makan.
"Mama nih gimana sih? Kok kesannya kayak gak seneng Ares pulang." Kata Antares sambil menarik kursi di hadapan mamanya.
"Bukan gitu, mama cuma nanya. Soalnya kamu bilangnya nginep 5 hari. Ini baru hari ke 4, ehh kamu udah pulang"
"Kamu ninggalin Dilan?" Lanjut mama menatap Antares curiga.
"Ya gak lah Ma. Dilan nyuruh Ares pulang. Lagian besok bundanya Dilan udah pulang."
"Ohhh, mama kira kamu gak betah disana."
"Sejak kapan Antares gak betah kalo sama Dilan? Mama lupa, anak kita kan lengket banget kalo sama bocah Bandung itu." Suara papa Antares terdengar menyela percakapan ibu dan anak itu.
"Bener juga ya Pa, mama lupa." Ucap mama melirik Antares jahil, lalu tertawa pelan diikuti papanya.
"Ck! Apaan sih Ma, Pa!" Antares merengut menatap orangtuanya yang semakin keras tertawa.
Tapi setelahnya, Antares ikut tersenyum tipis. Ia bahagia. Berkumpul bersama orang terkasih. Momen yang sagat jarang terjadi di keluarga ini, karena mereka sibuk bekerja. Makanya, jika ada kesempatan berkumpul, Antares tidak pernah menyia-nyiakannya.
•
•
•Antares celingukan menatap kelas Dilan dan sekitarnya. Menunggu laki-laki berbadan kecil muncul di ujung lorong dengan gaya tengilnya. Tapi dari tadi, Antares tidak melihat tanda-tanda bocah itu datang. Alis Antares mengerut menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
07.00
Sudah jam 7, kemana Dilan? Harusnya, 30 menit yang lalu anak itu sudah mengganggu siswa perempuan di depan kelas, hingga membuat suasana pagi menjadi gaduh. Tapi pagi ini, tidak ada keributan itu.
Antares sudah mencoba menelpon Dilan, tapi tidak tersambung. Menghubungi telepon rumah, juga tidak ada yang mengangkat. Antares gelisah. Tidak biasanya Dilan hilang tanpa kabar seperti ini.
"Res, ngapain disitu. Buru masuk, bentar lagi Pak Muh dateng." Kata Ardhan menepuk pundak Antares yang masih berdiri di depan pintu kelas. Ia bahkan tidak sadar jika bel masuk sudah berbunyi.
Sekali lagi Antares melirik kelas Dilan di samping kelasnya. Pintunya sudah tertutup dan tidak ada Dilan disana. Kemana anak itu? Akhirnya ia putuskan untuk masuk ke kelasnya. Antares tidak mungkin bolos. Karena hari ini ia ada ulangan harian. Berandal begini, ia cukup perhatian dengan nilai.
"Dilan, lo kemana?"
+++
ngefeel gak sih? takut garing wkwkwk
momen manis2 dilantares ditunda dulu disini
semoga kalian suka ya! makasih udah baca sampai sini ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares & Kontet | Dilantares/Leatherdenim
Fanfictionantares dan dilan ini temenan, walaupun antares gak mau ngakuin. dilan itu orangnya berisik, tapi kalo sehari antares gak denger celotehan dilan, dia bakal kelimpungan. jadi mereka ini apa? temen bukan, musuh bukan, pacar juga bukan. kalo kata antar...