01. Hari Pernikahan

18.9K 633 13
                                    

Sang surya perlahan kehilangan semburat oranye yang termakan habis oleh kegelapan malam. Di kamar VVIP sebuah rumah sakit, seorang laki-laki berusia enam puluh tahunan yang rambutnya sudah ditumbuhi uban di beberapa bagian itu duduk tegap dengan tubuh ringkihnya di atas brankar rumah sakit. Tangan keriputnya tengah menjabat tangan kekar milik seorang laki-laki yang lebih muda yang duduk di kursi. Keduanya saling berhadapan.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Fania Indira Sasmito binti Abizar Edi Sasmito dengan mahar uang sejumlah enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah dibayar tunai." Dito dengan lancar mengucapkannya dalam satu tarikan napas.

"Sah?"

"Sah!"

Kemudian terdengar ucapan syukur yang didengungkan para saksi dan keluarga yang hadir dalam acara ijab qabul, yang digelar di sebuah ruangan rumah sakit VVIP itu. Suasana kamar inap yang luas itu cukup untuk menampung dua keluarga inti. Ada sepuluh orang yang berada di ruangan itu diantaranya Dito dan Fania yang baru saja dinikahkan. Kedua orang tua Fania, Abizar dan Sarah. Lalu ada kedua orang tua Dito, Damar dan Wening. Sisanya ada Mila dan Malik, sepupu Dito. Yang terakhir ada Emi dan juga Nino, sepupu Fania. Keempat orang itu hadir sebagai saksi.

Kedua mempelai yang duduk di bangku di dekat Abizar itu saling melemparkan senyum di hadapan para keluarga yang memandang keduanya dengan raut kebahagiaan atas pernikahan Dito dan Fania yang begitu mendadak. Mereka dinikahkan secara langsung oleh Abizar−ayah Fania−yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit karena kanker paru-parunya yang sudah akut.

"Selamat, ya, kalian berdua," ucap Mila dan Emi berbarengan.

Mereka berdua memeluk Dito dan Fania bergantian. Kemudian disusul oleh Malik dan Nino yang juga mengucapkan selamat atas pernikahan dadakan Dito dan Fania itu.

"Kalian segera urus surat-surat nikah, ya," pinta Abizar dengan raut wajah yang bahagia dan antusias.

Meski tubuh Abizar hampir mati digerogoti kanker ganas, namun melihat putri terakhirnya akhirnya menikah membuat pria itu lega dan bahagia—terlihat jelas pancaran kebahagiaan itu di wajahnya yang pucat. Abizar tersenyum sembari menatap sang istri yang berdiri di sisinya. Keinginan terbesarnya untuk menikahkan putrinya itu telah terwujud. Dan ia bersyukur masih bisa mewujudkan itu meski harus dalam keadaan yang serba sederhana.

Mahar yang diajukan Dito pun adalah jumlah uang yang kebetulan laki-laki itu bawa karena sebelum ke rumah sakit tadi Dito baru saja menarik uang dari ATM untuk diberikan kepada temannya yang meminjam uang dalam bentuk tunai. Uang yang belum sempat Dito berikan kepada temannya karena panggilan darurat dari sang ayah yang ternyata berkaitan dengan pernikahan serba dadakan ini.

"Setelah Papa keluar dari rumah sakit, kita syukuran. Bikin pesta besar kalau perlu," ucap Sarah yang langsung disetujui oleh besannya.

"Kita bikin seragam ya biar kompak," ujar Wening menimpali.

Dua ibu yang sedang berbahagia karena memiliki menantu baru itu kemudian terlibat diskusi seru. Membicarakan terkait pesta pernikahan Dito dan Fania—yang akan menjadi pesta pernikahan terakhir untuk keluarga Fania. Sedangkan untuk keluarga Dito merupakan pernikahan pertama dan terakhir karena Dito merupakan anak tunggal.

Dua orang yang baru saja resmi menjadi pasangan itu hanya menebar senyum. Menampilkan senyum terlebar mereka demi menutupi rongga besar dalam dada yang menganga karena tidak terima dengan pernikahan serba dadakan ini.

Fania dihubungi Sarah saat masih berada di kantor. Mengerjakan pekerjaan yang menumpuk-numpuk karena kemalasannya. Mamanya itu meminta Fania datang ke rumah sakit dengan cara dramatis. Mamanya menangis-nangis hingga membuat Fania ikut menangis panik. Fania pikir hal buruk terjadi pada Abizar.

NIKAH KONTRAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang