7. Kindness Human

227 48 57
                                    

"Bukan kah kau terlihat sangat egois Jim?"

Pria Park menghentikan langkah sejenak, tidak mau terpancing emosi lebih dalam ketika si pujaan hati mengatainya egois. Dia menghela napas lelah, kemudian memilih untuk melanjutkan langkah, berniat untuk meninggalkan ruangan hangat miliknya itu.

"Jimin! Selangkah saja kau keluar dari pintu, aku akan menggila memakai segala cara untuk keluar dari tempat ini ...

... Kau menahanku disini, Jim. Kau abaikan semua kehidupan pribadiku! Pendidikanku, orang tuaku, teman-temanku, bahkan aku tidak tahu tempat tinggalku sudah seperti apa sekarang." Millie menaikkan suara di awal kalimat nya, dan semakin lama suara itu semakin melemah dan bergetar.

"Kau buat aku senyaman mungkin di tempat ini, dan kau seenaknya selalu ingin pergi meninggalkan aku sendiri ketika dirimu tersinggung dengan kata-kata yang tidak sengaja aku lontarkan. Jimin, dirimu bukan hanya egois, tetapi sungguh sangat keterlaluan." Lanjut Millie, kepalanya menatap langit-langit kamar guna menahan air mata yang ingin berjatuhan.

Langkah pria itu terhenti ketika tangannya menyentuh gagang pintu, hendak membuka namun seluruh tubuh telah mematung seakan kehilangan energi. Ketika sahutan yang berasal dari bibir gadis di belakangnya itu mencapai rungu, sekaligus menghantam jantung hati di waktu yang bersamaan. Jimin menyadari dirinya sangat egois karena sudah menyekap Millie bagaikan seorang tahanan disini. Akan tetapi, sumpah demi apa pun, brengsek-brengsek begini ia adalah tipe pria gentle dan bertanggung jawab setiap apa yang sudah diperbuat olehnya.

Jimin tidak diam saja selama Millie bersamanya. Ia memeriksa kehidupan pribadi Millie, mengatur dan tidak membiarkan Millie seolah hilang bagai ditelan bumi begitu saja. Karena ia tahu, Millie tidak akan mungkin seperti ini selamanya. Pria bermarga Park mengambil keputusan untuk mendatangi kampus Millie dan meminta izin cuti secara resmi selama beberapa bulan dengan alasan masuk akal yang sudah dirancangnya dari jauh hari, tentu saja dengan tetap membayar iuran kuliah selama beberapa bulan ke depan, bahkan Jimin juga ikut membayar tunggakan iuran kuliah Millie yang sudah sempat terjadi dua kali.

Teman-teman dan orang tua Millie juga baik-baik saja ketika Jimin menanyakan kabar mereka melalui ponsel gadis itu, berakting seolah-olah Jimin itu adalah Millie. Sama sekali tidak ada yang mencurigai, teman-temannya juga sudah tahu alasan;mengapa Millie tidak bisa masuk kampus, Jimin memberitahu secara langsung dengan alasan yang sudah di rancang sedemikian rupa.

Terakhir masalah tempat tinggal Millie, sejak awal ia mendapati kunci di dalam tas Millie yang ia yakini sebagai cadangan apabila gadis itu melupakan password flat-nya. Jimin selalu datang setiap pagi ke tempat tinggal Millie. Menyempatkan diri membersihkan tempat itu. Pertama kali mengunjungi, pria itu masih sempat mencuci pakaian kotor yang sedikit menumpuk dan mengganti sprei sebelum pergi ke kafe. Astaga, bahkan Jimin saat itu sampai tidak menyangka kalau Millie adalah gadis yang suka menimbun pakaian kotor.

Sesayang itu Jimin pada Millie. Mungkin Millie sedang sangat sibuk sehingga tak bisa melanjutkan pekerjaan rumah, pikirnya. Begitu lah, pikiran positif selalu memenuhi kepalanya--apa pun tentang Millie--

Namun, semua itu tidak pernah ia ungkit atau ia beri tahu ke siapa-siapa termasuk Millie sekali pun.

Karena Jimin tetap sadar, kelakuannya menyekap Millie disini adalah kesalahan yang sangat besar. Sudah sewajarnya Jimin mengatur itu semua untuk sang gadis. Kata-kata yang dikeluarkan Millie barusan adalah hal yang paling ditakuti Jimin belakangan ini, sekarang hal itu benar-benar terjadi. Sampai rasanya putus asa sekali ketika melihat suara Millie bergetar, pasti gadisnya sudah terisak dan ketakutan. Lagi-lagi karena Jimin.
Bagaimana ya, apa Jimin pulangkan saja jelitanya ini? Yang benar saja, padahal belum dijadikan hak milik.

STOCKHOLM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang