One

3.1K 306 51
                                    

Disclaimer: Kishimoto Masashi

Warning: 100% AU fiction, typos, OOC

Skip aja kalau nda suka yaaa..

.

.

.

Seseorang tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Hinata kasar. Perempuan Hyuuga itu menoleh dan menatap heran pada sosok perempuan lain di hadapannya.

"Lo!" Serunya. "Bantuin gue." Setelah mengatakan itu, Hinata ditarik paksa olehnya. Perempuan itu tampak lelah, kebingungan dan resah. Suaranya juga sedikit bergetar menandakan keputusasaan yang nyata. Dia sedikit lebih tinggi dari Hinata, berambut cokelat tua yang diikat sembarang.

"Maaf, Kak." Hinata membuka mulut ketika keduanya masuk ke dalam lift. Tak seberapa lama, lift mulai melaju naik. "Mm... ada perlu apa ya Kakak sama saya?"

Perempuan itu menoleh. "Lo Hinata, kan? Gue tau lo dari Neji."

"Oh... Kakak kenal Neji?"

"Cowok gue temennya."

"Kak Lee, maksudnya?" Hinata yakin Neji tidak punya teman lain selain si super aktif Lee. Melihat satu anggukan dari lawan bicaranya, Hinata mencerna keadaan. Dia memang diminta Neji untuk datang ke The Grand Tower di pusat kota. Semua orang tahu bahwa The Grand Tower dimiliki dan dikuasai oleh keluarga Uchiha. Awalnya Hinata tidak yakin. Karena Neji memang irit soal detil lebih lanjut. Ia hanya tahu seseorang akan butuh bantuannya. 'Keadaan Genting' adalah dua kata yang Neji gunakan saat menyimpulkan permohonan temannya. Jadi inilah dia; si teman dan keadaan gentingnya.

Hinata menyusuri lantai lima, kini berjalan beriringan bersama perempuan yang beberapa menit lalu memperkenalkan diri sebagai Tenten.

"Job desc-nya udah bisa lo terka, kan? Emang kayaknya elo doang yang bisa." Tenten membawa Hinata ke mejanya. Kondisi meja kerja Tenten yang penuh dokumen dan berkas-berkas berantakan tak menjadi penghalang baginya untuk kemudian meletakkan coffee cup nya yang hanya menyisakan ampas. Hinata lalu duduk di salah satu kursinya. Tak memedulikan kartu tanda pengenal dengan label 'VISITOR' yang dikalungkan di lehernya. Tenten meraih satu berkas, meletakkannya di atas kekacauan meja dan menatap Hinata dengan pandangan memohon. "This will be my future." Dia jelas-jelas menekankan kata terakhirnya. "Kalau gue gagal sekarang, gak lucu aja. Gila aja, gue udah jadi budak di sini bertahun-tahun tapi hancur gegara si Aston!" Tenten mengusap wajahnya kasar. "Tuh model paling nyusahin tau ga sih?"

Hinata hanya menampilkan seulas senyum ramahnya. Tak terbayang apa pun soal Aston yang disebut Tenten barusan.

"Gue harus turun ke jalan dan bener-bener 'escorting' tauk! Itu kan kerjaan rookie! Gue yang udah senior gini masih harus 'berburu' buat tanggung jawab karena si brengsek Aston itu kabur dari kontraknya. Like... the hell, bro? Lo ga kasian apa sama gue?" Tenten mendongak, meninju udara seakan hal itu bisa mengubah keadaan. "So, ini saatnya lo pake kemampuan lo itu. I know I can count on you." Ujar Tenten yakin.

"Tapi ini nggak gratis, Kak."

"Iya, gue tau kok."

Hinata mengangguk. Matanya melirik ke map kulit sintetis berwarna hitam pekat. Tenten membukanya, "nah dari semua kandidat ini, ada nggak yang punya potensi dan nggak nyusahin gue?"

Hinata mendekat, membuka lembar demi lembar portfolio berisi foto-foto seukuran sampul majalah yang menampilkan wajah-wajah tampan calon bintang masa depan. Lembaran-lembaran itu diteliti Hinata dengan hati-hati sementara Tenten sedikit tegang dan menarik napasnya saat meluruskan punggung.

My Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang