JANGAN PLAGIAT!!!
•••
"𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐚𝐬 𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐢𝐭𝐮. 𝐀𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐢𝐬𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐣𝐚𝐫𝐚𝐤."
•••
Lelaki itu terdiam sejenak. Bukan karena tamparan keras yang diberikan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•••
14 Februari
Senyuman di bibirnya nampak begitu indah dengan kerutan di matanya yang tampak terlihat begitu memesona. Hatinya yang berbunga-bunga layaknya mawar merah yang tengah ia genggam. Ia menjadi tidak sabar untuk bertemu seseorang yang sudah lama sekali tidak ia temui. Sebelas tahun bukanlah waktu sebentar, tapi lama. Selama sebelas tahun itu ingatannya hanya tertuju untuk satu orang. Dan jarak antara mereka berdua tentunya menjadi masalah. Apalagi jarangnya ada komunikasi di antara keduanya menjadi satu masalah lagi, entah orang yang selalu ia pikirkan masih ingat dengannya atau tidak. Namun kembali pada kenyataannya, jika memang dia tidak mengingatnya ia akan mengingatkannya kembali. Tentang siapa yang dulu pertama kali mengajaknya untuk berteman, kemudian sampai ia menjadi sosok yang periang dibalik hatinya yang rapuh.
Dan semua kenangan dulu bersamanya masih ia ingat. Maka dari itu, setelah sekian lama tinggal di negara orang dan sekarang bisa pulang ke negaranya sendiri membuatnya bahagia.
"Mau ke mana?" Langkahnya terhenti saat akan membuka pintu utama. Ia berbalik menatap mata tajam papanya.
Pria tua itu menatap mata anaknya dengan tajam, begitupun setelah melihat sebuah buket mawar merah yang tengah digenggam oleh anaknya. Ia mendekati anaknya, semakin dekat auranya semakin menakutkan.
"Saya tanya, kamu mau ke mana? Dan bunga itu untuk siapa?" tanyanya dengan nada suara yang terdengar penuh penekanan.
Damian, lelaki itu menatap bunga mawar merah yang ia genggam sekilas. Kemudian menatap papanya dengan jantung yang berdegup kencang. Ia takut salah bicara, bisa mati jika papanya tahu apa yang akan ia lakukan malam ini.
"Ini?" katanya sembari mengangkat secara perlahan buket bunga tersebut. "Buat Jassmin," jawabnya kembali dengan suara yang sedikit gugup.
"Jassmin?" tanya kembali papanya. "Bahkan Jassmin untuk saat ini masih ada di Berlin. Kamu berani berbohong sama saya?!" ucapnya membentak.
Damian semakin gugup. Dan sial ia tidak tahu bahwa Jassmin masih berada di Berlin. Maka tamatlah riwayatnya malam ini.
Masih dengan tatapan mata yang tajam dan kedua alis yang saling menukik. Pria tua itu menunjuk anaknya dengan kilatan amarah. "Saya rasanya menyesal membawa kamu kembali ke sini. Harusnya kamu ingat tujuan kita kembali ke sini untuk apa?"
"Bukan untuk kepentingan pribadi kamu sendiri!"
Prak
Buket bunga yang pria tua itu ambil secara paksa dari anaknya dilempar begitu saja pada lantai dingin rumahnya. Ia tahu, apa yang akan anaknya lakukan sampai membawa bunga tersebut. Dan ia tidak mau anaknya berurusan kembali dengan anak perempuan yang amat sangat ia benci.