Kebakaran

235 68 302
                                    

🔥

Mobil polisi dan pemadam kebakaran berjejer di sepanjang jalan masuk komplek. Sirine mobil ambulans menambah hiruk pikuk percakapan seputar kebakaran yang terjadi di dalam rumah putih peninggalan bangunan Belanda.

Aku sebenarnya tidak ingin menginjakkan kaki di dekat peristiwa yang memakan korban jiwa. Ditambah, mayat korban belum keluar dari lokasi kejadian.

Tapi apa boleh buat, aku dan kelompokku mendapatkan tugas untuk meliput berita Hard News. Jenis berita yang berisikan informasi mengenai peristiwa khusus yang terjadi secara tiba-tiba.

Rintik hujan jatuh di kepala, membuatku mendongak melihat ke atas. Awan mendung memenuhi cakrawala, menenggelamkan cahaya matahari sore.

Ponselku bergetar. Merogoh kantong celana jeans, aku melihat nama Meisya tertera di layar.

"Halo Sya." Aku mengernyitkan kening ketika mendengar bunyi bising dari seberang telpon. Seperti bunyi troli yang ditarik di atas lantai.

"Gue nggak bisa datang ke lokasi Ra. Kakak gue lahiran. Sekarang gue ngurus surat-suratnya di rumah sakit." Ujar Meisya di seberang telpon.

"Iya nggak papa, Sya. Nanti lo bantu edit atau yang lain aja. Semoga lancar dan sehat-sehat aja ya, buat Kakak lo."  

Jaka menoleh dari sela-sela kegiatan melap lensa kamera, "kenapa si Meisya?"

Aku kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celana. "Dia nggak bisa datang ke sini. Kakaknya lahiran, jadi dia ngurusin surat-surat gitu di rumah sakit."

"Oh..." Jaka mengangguk kecil. Ia kembali memasang lensa kamera, meniup-niup lensa itu beberapa kali. "Lo rekam audio pake hp aja ya. Lama banget nih yang lain." Ujarnya sambil melihat ke arah gerbang.

"Kita liputan kayak yang di Tv?" Tanyaku sambil menggaruk kepala. "Gue nulis jurnal aja deh, Jak." Imbuhku, terdengar memelas.

Aku tidak terlalu percaya diri tampil di layar. Selain itu, aku juga tidak tahu akan mengatakan apa nantinya.

Jaka menghela napas. "Kita coba aja dulu sambil nunggu yang lain." Ia melambaikan tangannya, menunjuk area pekarangan yang bisa dikatakan ramai oleh warga. "Kita wawancara warga sekitar. Lu juga dari tadi di sini, jadi bisa tambahin keterangan."

Area pekarangan rumah yang lebarnya sekitar empat meter persegi semakin ramai oleh orang-orang yang datang untuk melihat kejadian.

Jurnalis swasta, freelancer dan stasiun Tv lokal juga datang ke sini, berkerumun di antara para warga yang kepo.

Aku menggaruk tengkuk yang tidak gatal, "ya, gue..."

"Ada anak kecil di dalam!" Potong sebuah teriakan pemuda dari arah samping rumah.

Beberapa petugas pemadam kebakaran dan jurnalis berlarian ke arah samping.

Jaka melebarkan matanya, menunjuk arah samping dengan dagunya. "Ke sana yuk."

Salah seorang petugas kebakaran berbalik, ia mengangkat tangannya. Menyuruh kami berhenti. "Yang liputan jangan dekat-dekat. Apinya masih nyala."

Raut wajah tegas tampak dari pria separuh baya di depanku. Tubuhnya sedikit gempal dengan tinggi sekitar 160 cm. Pada bagian dada kirinya, tertulis nama EDI.

Jaka mendengus. "Ra," panggilnya setengah berbisik. Aku menoleh ke samping kiriku. "Lo tahu keluarga yang tinggal di sini nggak?"

Aku mengangguk. "Setahu gue sih, yang tinggal di sini itu seorang Ibu sama dua anaknya." Aku mengerucutkan bibir, mengingat-ingat wajah orang-orang yang tinggal di rumah ini.

J⃨e⃨j⃨a⃨k⃨ 𝗦𝗲𝘁𝗮𝗽𝗮𝗸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang