"Tanpa mereka hidupku bagai gambar hitam putih. Warna mereka menambahkan kata indah disebuah kanvas."
-Arka Gerald Arzeno-••••
Arka mengemudi motornya dengan kecepatan tinggi, ia sudah terlambat ke sekolah. Karena tadi ia sempat tertidur sebentar setelah menyuntikan obat. Ia berharap gerbang masih terbuka dan belum tertutup.
Pak Umar, saptam sekolah melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 08:29 itu artinya sebentar lagi waktunya untuk menutup gerbang sekolah. "Ayo cepat-cepat lari..." serunya ke para murid yang berlari ke arah gerbang. Gerbang mulai didorongnya, sudah waktunya ia menutupnya.
Motor Arka berhenti didepan gerbang yang sudah menutup dengan sempurna. Ia melepaskan helmnya dan turun dari atas motor. "Pak, izinin saya masuk ya? Baru beberapa detik aja kok Pak."
Pak Umar melihat ke arah Arka, geleng-geleng pelan. "Ngak bisa, nanti Bapak kena marah lagi kalo masukin anak yang kesiangan. Maupun sedetikpun ngak bisa."
Arka menghela nafas pelan, ia hanya bisa menunggu gerbang dibuka saat guru BP datang untuk memeriksa yang terlambat. Beberapa menit kemudian, Bu Nita selaku guru BP datang menghampiri Pan Umar untuk membuka gerbang dan menyuruh anak-anak yang terlambat masuk kedalam. Di ikuti beberapa anak OSIS yang akan mencatat mereka nantinya.
Ada sekitar 6 orang yang terlambat masuk, termasuk Arka. Ia mendorong motornya masuk melewati gerbang, karena dilarang untuk menyalakan kendaraannya. Ia memarkirkannya dulu lalu ikut berbaris di antara murid yang kesiangan.
"Kalian tahu ini jam berapa?" tanya Bu Nita melihat satu-satu anak muridnya.
"Tahu Bu..."
"Lalu kenapa kalian terlambat? Sebutkan nama dan alasan kalian!" Bu Nita menanyakannya satu persatu ke setiap murid yang terlambat.
Arka yang berada diurutan terakhir hanya diam menunggu, lalu saat gilirannya tiba. "Kamu?"
"Saya Arka Gerald Arzeno, dari kelas 11 IPA 1."
"Anak kelas IPA-1 bisa terlambat ya. Apa alasan kamu?"
"Tadi saya ketiduran Bu." Tidak ada kebohongan, ia benar-benar ketiduran tadi setelah menyuntikan obat.
"Alasan macam apa itu? Udah biasa. Ketiduran, karena macet atau apa. Kalian emang ngak ada alasan lain apa ya? Mau jadi apa nantinya kalo kalian terlambat terus. Apa lagi kamu, anak 11 IPA 1. Ini yang keberapa kali kamu kesiangan?"
"Pertama kalinya, Bu." jawab Arka seadanya.
"Baru pertama kali, lain kali jangan sampai terlambat. Mau alasan apapun itu, kalian paham?"
"Paham Bu!"
"Baiklah, semuanya kalian akan tetap ibu hukum. Kalian berdiri di lapangan dengan melepaskan sepatu kalian! Sampai jam istirahat. Kalian paham?"
Tanpa banyak bicara lagi Arka langsung melepaskan sepatunya, diikuti semua murid yang terlambat. Mereka berjalan kelapangan dengan diikuti oleh anggota OSIS yang mengawasinya.
Mereka berdiri dibawah terik panas matahari tanpa sehelai alas yang menyelimuti kaki mereka. Arka diam saja ia menuruti semua hukuman yang diberikan guru BP.
"Padahal hanya beberapa detik saja. Tapi hukumannya diluar nalar." gerutu salah satu siswa yang merasa panas dikakinya.
Arka hanya melirik sekilas dan melihat ke arah depan lagi. Ia tidak merasa panas di telapak kakinya, menurutnya itu hangat. "Oi? Bener, Ketua lagi dihukum tuh..." teriak seseorang yang berada di lorong sebelah kanan dekat lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Lentera
RandomArka harus menanggung semuanya sendiri. Dibenci sang Ibu, tidak dipedulikan oleh sang Ayah, dicampakkan oleh kekasihnya dan di khianati oleh sahabatnya. Seakan ia tidak diperbolehkan untuk bahagia. Semuanya selalu ia pendam sendiri, tidak ada tempat...